Kedua dasar tersebut yaitu Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus serta konsep traditional fishing grounds yang menjadi alasan klaim China atas Natuna.
Nine-Dash Line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
UNCLOS juga tidak mengenal istilah konsep "traditional fishing grounds".
• Istri Minta Cerai, Suami di Trenggalek Bawa Eskavator Bongkar Rumah, Pemdes Sayangkan
• Fachrori Tingkatkan Daya Saing Daerah: Pacu Kualitas Produk Unggulan Daerah Menuju Jambi Tuntas 2021
• Fachrori Tingkatkan Daya Saing Daerah: Pacu Kualitas Produk Unggulan Daerah Menuju Jambi Tuntas 2021
• Daftar Harga BBM Terbaru 2020 Seluruh Indonesia, Pertalite Pertamax Dexlite Solar Minyak Tanah
• Bukti Sule Belum Bisa Move On, Setelah Lina Meninggal, Ayah Rizky Febian Masih Simpan Benda Ini
Hal itu dikuatkan dengan putusan Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA).
"Dalam putusannya, PCA tidak mengakui dasar klaim China atas sembilan garis putus-putus maupun konsep traditional fishing grounds. Menurut PCA, dasar klaim yang dilakukan oleh Pemerintah China tidak dikenal dalam UNCLOS, di mana Indonesia dan China adalah anggotanya," kata Hikmahanto Juwana.
"Jangan sampai posisi yang sudah menguntungkan Indonesia dalam putusan PCA dirusak dengan suatu kesepakatan antar-kedua negara," kata dia.
Keempat, jangan sampai Pemerintah Indonesia dianggap mencederai politik luar negeri bebas aktif.
Menurut dia, utang yang dimiliki Indonesia dari China tidak boleh menjadi dasar kompromi terhadap kedaulatan Indonesia.
"Ketergantungan Indonesia atas utang China tidak seharusnya dikompromikan dengan kesediaan Pemerintah untuk bernegosiasi dengan Pemerintah China," ucap Hikmahanto Juwana.
Dipatahkan PBB
Dasar klaim wilayah China atas hampir seluruh perairan Laut China Selatan sebenarnya sudah dipatahkan putusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2016.
Ini bermula setelah Filipina mengajukan mengajukan gugatan ke Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA).
Ini merupakan kelembagaan hukum di bawah PBB.
PCA telah membuat putusan mengenai sengketa di Laut China Selatan yang diajukan oleh Filipina, meski Beijing secara tegas menolak putusan PCA itu.
Bahkan, sejak awal China menolak gugatan Filipina itu, dengan dalih gugatan itu adalah cara konfrontatif untuk menyelesaikan sengketa.