“Sempat ditolak karena itu pas pemilu kemarin, tapi kami meyakinkan kalau gerakan ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pemilu,” ungkap alumni kedokteran Unja ini sembari tertawa.
Mendapat Penghargaan Indonesia Satu Award
Afif lupa kapan tanggalnya, tapi yang jelas itu Agustus. Dia juga ingat saat itu Jambi diselimuti asap dari kebakaran hutan dan lahan. Telepon genggamnya berbunyi tanda masuk pesan.
“Waktu itu adik-adik di FK yang bertanya, bagaimana kalau GPS didaftarkan ke Indonesia Satu Award. Kata saya bebas boleh saja, tapi waktu itu tidak berekspektasi apa-apa,” ungkapnya.
Namun Afif terkejut ketika komunitasnya masuk ke 60 besar hingga 24 besar. “Kami dipaksa untuk merapikan segala administrasi dan dokumentasi kegiatan. Panitianya ada juga yang datang ke Jambi waktu itu, kalau nggak salah dari Tempo,” ungkap Afif.
• Ketemu DPRD Provinsi Jambi, Warga Merangin Minta 50 Hektar Sawah Bekas PETI Dinormalisasi
Bersama panitia Afif datang ke beberapa pesantren bimbingan mereka. Beberapa anak dipilih secara acak dan ditanyai soal GPS. Tentu saja anak-anak yang dipanggil itu mengetahui tentang komunitas GPS dan merasa senang kalau ada acara lagi.
“Sampai akhirnya dipanggil ke Jakarta. Waktu itu dari setiap kategori tersisa 2 finalis. Saya bersama Manda dari Sumatera Barat waktu itu. Manda dan semua finalis keren-keren,” katanya.
Afif ingat sekali waktu itu dia presentasi berhadapan dengan Profesor Emil Salim. Profesor Emil awalnya meragukan usia komunitas ini.
“Jadi aku bilang GPS berharap suatu hari bisa jadi kayak 1000 guru, bisa jadi kayak kelas inspirasi. Yang artinya akan ada GPS Palembang, GPS Lampung, GPS Jakarta, GPS Jawa Barat dan lainnya yang insyaallah bisa memberikan manfaat lebih untuk para santri di Indonesia,” kata Afif.
“Ada mimpi besar juga ya GPS, kata profesor Emil Salim,” sambung Afif sambil tersenyum.
Dia tak menyangka kemudian akan lolos sebagai penerima penghargaan dalam Indonesia Satu Award 2019 ini. Dia mengatakan ada uang apresiasi dan pembinaan yang diberikan oleh Indonesia Satu Award.
“Penghargaan ini mendorong saya agar mengembangkan komunitas ini lebih lagi, seperti mau bikin badan hukum dan sejenisnya,” ungkap Afif.
Selain itu dia merasa komunitas GPS bukan lagi sekadar menyalurkan ilmu, tapi jadi kebutuhan dia dan kawan-kawannya untuk mengaktualisasikan diri dalam kegiatan sosial. Terutama mencapai visi mereka pesantren sehat.
Menyusun Kurikulum, Relawan Terlatih dan Program yang Variatif
Gerakan Pesantren Sehat dibangun Afif dan teman-temannya terus menerus selama dua tahun belakangan. Mulai dari kurikulum hingga capacity building untuk relawan hingga progam yang variatif.