Kebanyakan dari mereka tinggal menumpang di rumah kerabat.
Akibat banyaknya pengungsi yang berdatangan, di dalam satu rumah atau honai bisa berisi antara 30-50 orang.
Menurut peneliti Marthinus Academy, Hipolitus Wangge, sebagian besar dari pengungsi menumpang di rumah kerabat karena mereka tidak memiliki tempat penampungan.
"Dari awal pemerintah Kabupaten Nduga dan Kabupaten Jayawijaya tidak menyiapkan tempat khusus untuk para pengungsi yang berjumlah sekitar 5.200-an ini," ujarnya.
"Pengungsi internal ini tidak direlokasi di tempat yang khusus sehingga mereka harus tinggal di rumah warga. Beberapa di antara mereka membangun rumah semi permanen karena mereka tidak bisa tinggal di rumah yang sama dan dalam satu rumah itu tinggal beberapa kepala keluarga," kata dia.
Ratusan siswa terlantar
Sementara itu pada 1 Februari 2019, bangunan semipermanen dibangun di halaman Gereja Weneroma Wanena untuk 723 anak pengungsi Nduga.
Awalnya, sekolah darurat menampung sekitar 320 anak sekolah dari 10 SD, empat SMP, dan satu SMA di 16 titik di Kabupaten Nduga.
Seiring berjalannya waktu, jumlah pengungsi kian bertambah. Jumlah terakhir anak pengungsi Nduga pad awal Agustus 2019 yang menempuh pendidikan di sekolah darurat mencapai 723 siswa.
"Jumlah itu kita tampung di sekolah darurat, apa adanya, kita punya sepuluh kelas di sekolah darurat ditambah tiga ruangan dari gedung sekolah minggu yang kita pinjam dari gereja," ungkap Koordinator relawan pengungsi Nduga dari Yayasan Teratai Hati Papua, Ence Geong, kepada BBC News Indonesia, Kamis (1/8/2019).
Pemerintah Kabupaten Nduga menyatakan 182 pengungsi meninggal di tengah lonflik bersenjata di Papua.
Pengungsi yang meninggal - sebagian besar perempuan berjumlah 113 orang - adalah akibat kedinginan, lapar dan sakit.
"Anak-anak ini tidak bisa tahan dingin dan juga ya makan rumput. Makan daun kayu. Segala macam yang bisa dimakan, mereka makan," kata John Jonga saat merilis hasil temuannya di Jakarta, Rabu (14/8/2019)
"Ini sudah tingkat pelanggaran kemanusiaan terlalu dahsyat. Ini bencana besar untuk Indonesia sebenarnya, tapi di Jakarta santai-santai saja," tambahnya.
Sementara itu dilansir dari pemberitaan Kompas.com pada 19 Oktober 2019, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada lima warga Papua yang diduga tewas akibat konflik di Kabupaten Nduga berdasarkan laporan yang diterima saat Komnas HAM mengunjungi Papua pada 13-17 Oktober 2019.