TRIBUNJAMBI.COM- Kuasa hukum mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Saleh, mempertanyakan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak gugatan praperadilan Imam.
Saleh menyayangkan langkah hakim yang menjadikan bukti kuitansi yang diserahkan KPK selaku termohon sebagai pertimbangan.
• Dijual Suami & Jadi PSK, Wanita Ini Diracun dengan Racun Tikus saat Hamil 8 Bulan
• Fachrori Raih Penghargaan Subroto 2019 dari Kementerian ESDM
• sscasn.bkn.go.id - Daftar Online CPNS 2019, 6 Kesalahan Input yang Kerap Terjadi dan Cara Menghindar
Menurut Saleh, terdapat kejanggalan dalam bukti tersebut.
"Bukti T43 hanya ditandatangani oleh Johnny F Awuy. Sementara di sebelah kirinya itu ada nama Ending Fuad Amidi dan itu belum tanda tangan selaku Sekjen KONI. Jadi kita masih meragukan bukti itu," kata Saleh selepas sidang putusan, Selasa (12/11/2019).
Saleh menilai kuitansi tersebut belum sempurna untuk dijadikan bukti.
• Kembali Bikin Sensasi? Kali Ini Vanessa Angel Pamerkan Benda Ini Sampai Disebut Netizen Depresi
• Aksi Pengejaran di Pasar Minggu, Belasan Pengendara Motor Kejar Mobil Polisi, Terjadi Amuk Massa
Saleh melanjutkan, bukti-bukti yang mesti dipertimbangkan adalah bukti acara pemeriksaan.
Selanjutnya, Saleh juga mempersoalkan status sekretaris pribadi Imam, Miftahul Ulum, yang disebut sebagai representasi Imam.
"Sudah berkali-kali kita nyatakan bahwa dalam hukum pidana tidak dikenal representasi," ujar Saleh.
Kendati demikian, Saleh menyatakan akan menerima putusan tersebut.
Ia belum bisa memastikan langkah apa yang akan dilakukan menindaklanjuti putusan hakim.
• Ayahnya Nikahi Wanita Muda, Kembaran Mirna Korban Kopi Sianida Posting Soal Balas Dendam dan Karma
• Zumi Zola Dirangkul Effendi Hatta, Wajahnya Cerah, Hari Ini Jadi Saksi Asiang di Pengadilan di Jambi
• Seorang Guru Tulis Surat untuk Nadiem Makarim, Gambarkan Keadaan Sekolah: Kami Takut Meja Patah
"Langkah selanjutnya kita akan duduk bersama dengan tim, sekaligus akan berkoordinasi dengan Pak Imam Nahrawi langkah hukum berikutnya seperti apa," ujar dia.
Sebelumnya, hakim tunggal Elfian menyatakan gugatan praperadilan Imam ditolak seluruhnya.
Hakim menilai penetapan Imam sebagai tersangka sah dan sesuai dengan aturan hukum.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Praperadilan Imam Nahrawi Ditolak, Kuasa Hukum Ungkit Bukti Kuitansi"
Penulis : Ardito Ramadhan
Editor : Krisiandi
Hakim Singgung UU KPK Saat Bacakan Putusan Praperadilan Imam Nahrawi
Hakim tunggal Elfian mengungkit pemberlakuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dalam sidang putusan gugatan praperadilan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Selasa (12/11/2019).
Elfian menegaskan, UU KPK belum berlaku ketika penyidik KPK menetapkan Imam sebagai tersangka.
Artinya, penanganan kasus Imam masih didasari pada UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK alias sebelum revisi.
"Setelah mencermati bukti-bukti, yang dilakukan termohon (KPK) dilakukan di bawah 17 Oktober," kata Elfian dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Berarti semasa belum berlakunya UU (KPK) baru. Berarti tindakan tersebut adalah sah," lanjut dia.
Hakim Elfian melanjutkan, penahanan Imam oleh penyidik KPK juga dinilai sah secara hukum meskipun Ketua KPK Agus Rahardjo sempat menggelar konferensi pers dan menyatakan menyerahkan mandat kepada Presiden.
Hakim menilai, pernyataan Agus tersebut tidak menyebabkan kekosongan pimpinan karena berdasarkan undang-undang, pimpinan KPK hanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
"Pimpinan KPK diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menimbang atas tersebut, pimpinan KPK tidak pernah terjadi kekosongan pimpinan," ujar Elfian.
Oleh sebab itu, hakim tunggal Elfian menyatakan gugatan praperadilan Imam ditolak seluruhnya.
Hakim menilai penetapan Imam sebagai tersangka sah dan sesuai dengan aturan hukum.
Diketahui, dilansir dari http//sipp.pn.jaksel.go.id, Imam sebelumnya mengajukan delapan petitum dalam gugatan praperadilannya.
Tiga di antaranya, yakni menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Kemudian, menyatakan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019, tanggal 28 Agustus 2019, yang menetapkan pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Lalu, memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon seketika sebagai tahanan Rutan KPK cabang Pomdam Guntur Jakarta Timur sejak putusan dibacakan.
KPK sendiri menetapkan Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya, Miftahul Ulum, sebagai tersangka dalam kasus penyaluran dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia melalui Kemenpora tahun anggaran 2018.
Imam diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14.700.000.000 melalui Miftahul selama rentang waktu 2014-2018.
Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018 Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11.800.000.000.
Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hakim Singgung UU KPK Saat Bacakan Putusan Praperadilan Imam Nahrawi"
Penulis : Ardito Ramadhan
Editor : Fabian Januarius Kuwado