Pameran Temporer di Museum Siginjei

Ada Jermal, Kelong, Juga Lukah, Berbagai Alat Tangkap Ikan, Kearifan Lokal yang Mulai Ditinggalkan

Penulis: Dedy Nurdin
Editor: Deni Satria Budi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ada Jermal, Kelong, Juga Lukah, Berbagai Alat Tangkap Ikan, Kearifan Lokal yang Mulai Ditinggalkan

Bukan itu saja jenis alat tangkap ikan seperti Saruwo, berfungsi sebagai alat menangkap ikan degan teknik perangkap juga terbuat dari bilah bambu.

Masih banyak peralatan tangkap ikan tradisional yang dulunya banyak di gunakan masyarakat di Jambi. Termasuk beberapa alat tangkap ikan Suku Anak Dalam (SAD) maupun suku batin turut terpampang di sisi kanan ruang pameran.

Kepala Museum Siginjei Nurlaini mengatakan tak semua peralatan tangkap ikan ini bisa dijumpai dan masih digunakan sebagian masyarakat Jambi yang dikenal lekat dengan kehidupan sungai.

Beragam Alat Tangkap Ikan Tradisional Dipamerkan Museum Siginjei Jambi (Tribunjambi.com/Dedy Nurdin)

Kearifan lokal dan warisan budaya gotong royong ini pun mulai tersingkir akibat keserakahan. Diwilayah pesisir pantai misalnya, sebagian masyarakat lebih memilih menggunakan alat tangkap ikan pukat harimau.

Individualisme dan target penghasilan tinggi dari hasil tangkap ikan pun jadi pertimbangan utama oknum tertentu dalam mencari ikan. Akibatny banyak peralatan tangkap ikan mulai ditinggalkan.

Seperti Jermal, kelong, Arpun dan Jermal pun kini sulit ditemukan. Terutama di daerah pertemuan sungai dan air laut yang menjadi lokasi penggunaan alat tangkap ikan ini.

"Padahal dulu masyarakat kita seperti Jermal, Kelong dan Belat memiliki nilai kearifan. Semua dikerjakan dengan gotong royong, dapat banyak atau sedikit dibagi rata," kata Nurlaini.

Termasuk di aliran sungai, beragam alat tangkap sungai danau hingga daerah rawa dulunya digunakan masyarakat menangkap ikan untuk kebutuhan sehara-hari.

Peralatan tangkap ikan seperti Tamban, Saruwo hampir tak lagi ditemukan penggunaannya di masyarakat Jambi.

Metode penangkapan ikan dengan menggunakan putas atau racun maupun alat setrum lebih banyak digunakan dengan alasan bisa menghasilkan ikan lebih banyak.

Hal ini lah yang menjadi faktor utama sebagian alat tangkap ikan tak lagi di gunakan. Padahal dampak kerusakan yang ditimbulkan dengan racun putas maupun alat setrum lebih beresiko pada keanekaragaman hayati di sungai dan daerah perairan lainnya.

"Kalau dulu dikerjakan beramai-ramai, sebagian bahkan ada diritualkan untuk menangkap ikan. Kalau sekarang banyak alat tangkap ikan dikembangkan justru meninggalkan kearifan lokal yang di wariskan masyarakat kita dulu," kata Nurlaini.

"Akibatnya di sawah maupun daerah aliran sungai lainnya banyak dikeluhkan masyarakat tidak ada ikannya," sambungnya.

Ia berharap agar dengan adanya pameran alat tangkap ikan tradisional, bisa memunculkan kecintaan budaya pada anak-anak didik, maupun remaja dan masyarakat Jambi secara luas.

"Gunakan museum sebagai jendela pustaka tentang ilmu di masyarakat khususnya sembilan pokok kebudayaan," katanya.

Halaman
123

Berita Terkini