Mahfud MD Sebut Jokowi Belum Baca Draf RUU KPK saat Menolak Terbitkan Perppu

Editor: Suci Rahayu PK
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengungkapkan diskusi yang terjadi antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU KPK.

Jokowi seusai bertemu dengan sejumlah tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019) mengaku akan mempertimbangkan usul tersebut.

Padahal, pada Rabu (25/9/2019), melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jokowi menuturkan penolakan untuk mencabut UU KPK hasil revisi.

Baca: Terjawab Sudah, Atta Halilintar Mengaku Pernah Bertemu Bebby Fey di Hotel: Seperti Ruang Private
Baca: Beberapa Bulan Setelah Ahok Ungkap Selingkuhan dan Uang, Akhirnya Terungkap Kondisi Sebenarnya

Baca: Anak Pak Tarno Tak Berwajah Bule Tapi Sangat Menarik, untung Mirip Sang Ibu yang Pramugari Cantik

Ia menuturkan jika Jokowi saat menolak usul perppu belum membaca naskah resminya.

"Ya saya tanya ketika presiden menolak mengeluarkan perppu itu, naskah resminya dari DPR belum dikirim ke presiden sehingga belum baca kan naskahnya diputuskan sidang paripurna itu," ujar Mahfud MD.

Kemudian Mahfud Md mengatakan presiden membahas kembali bersama tokoh lainnya.

"Setelah beliau mendalami lagi dan berdiskusi dengan kita, lalu dibukalah," paparnya.

Saat itu Mahfud MD menuturkan bahwa UU KPK hasil revisi memang telah sah secara hukum.

"Saya bilang begini, undang-undang revisi KPK itu sudah sah secara politik maupun hukum, karena sudah dibahas oleh DPR, di rapat paripurna, lalu diketok, itu sudah sah."

Ia kemudian menjelaskan bahwa secara aspek sosiologi belum tentu benar.

Lantaran hukum seharusnya dibuat bersama rakyat.

Baca: Polemik UU KPK & Pertimbangan Perppu, Menkumham Yasonna H Laoly Mundur dan Dilantik Jadi DPR RI

Baca: One Piece Chapter 957 - Gold D Roger Buronan Senilai 5,5 Miliar hingga Kekhawatiran Angkatan Laut

"Tetapi undang-undang yang sah itu belum tentu benar secara sosiologi. padahal hukum itu kesepakatan antara negara dengan rakyatnya untuk bersama. Ternyata rakyat itu menolak, sehingga harus disikapi suasana masif yang menolak UU KPK itu," sebutnya.

Ia menjelaskan saat itu ada tiga jalan yang didiskusikan.

"Dan penetapan itu hanya ada 3. Satu kalau mau direspons melalui legislative review jadi itu disahkan saja diundangkan, kemudian diagendakan lagi di DPR berikutnya untuk diubah lagi. Itu biasa terjadi," kata Mahfud MD.

"Ada undang-undang yang berubah 3 kali empat kali dalam satu tahun, undang-undang APBN juga berubah 2 kali. Itu enggak apa-apa."

Namun usul ini berisiko tertolak oleh DPR RI yang sejak awal yakin dengan adanya UU KPK.

"Tapi itu berisiko karena kira-kira DPR tidak setuju, jadi enggak ada gunanya kan."

Kemudian langkah kedua melalui judicial review.

Halaman
123

Berita Terkini