Revisi UU KPK

UU KPK Sudah Sah, Jokowi Tolak Perppu Pembatalan, Mahfud MD Sarankan Pendemo Tempuh Jalan Ini

Editor: Nani Rachmaini
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD

 Ada ancaman pidana terhadap pihak yang melakukan Penyadapan atau menyimpan hasil penyadapan tersebut; Ancaman pidana diatur namun tidak jelas rumusan pasal pidananya.

14. Ada risiko Penyidik PNS di KPK berada dalam koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri karena Pasal 38 ayat (2) UU KPK dihapus; Di satu sisi UU meletakkan KPK sebagai lembaga yang melakukan koordinasi dan supervisi terhadap Polri dan Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi.

Namun di sisi lain, jika Pasal 38 ayat (2) UU KPK dihapus, ada resiko Penyidik PNS di KPK berada dalam koordinasi dan pengawasan Polri;

15. Berkurangnya kewenangan Penuntutan Pada Pasal 12 (2) tidak disebut kewenangan Penuntutan. Hanya disebut “dalam melaksanakan tugas Penyidikan”.

Padahal sejumlah kewenangan terkait dengan perbuatan terhadap Terdakwa. Norma yang diatur tidak jelas dan saling bertentangan.

Di satu sisi mengatakan hanya untuk melaksanakan tugas Penyidikan, tapi di sisi lain ada kewenangan perlakuan tertentu terhadap Terdakwa yang sebenarnya hanya akan terjadi di Penuntutan;

16. Dalam pelaksanaan Penuntutan KPK harus berkoordinasi dengan pihak terkait tapi tidak jelas siapa pihak terkait yang dimaksud.

17. Pegawai KPK rentan dikontrol dan tidak independen dalam menjalankan tugasnya karena status ASN;

18. Terdapat ketidakpastian status pegawai KPK apakah menjadi Pegawai Negeri Sipil atau PPPK (pegawai kontrak) dan terdapat resiko dalam waktu dua tahun bagi Penyelidik dan Penyidik KPK yang selama ini menjadi Pegawai Tetap kemudian harus menjadi ASN tanpa kepastian mekanisme peralihan ke ASN;

19. Jangka waktu SP3 selama 2 tahun akan menyulitkan dalam penanganan perkara korupsi yang kompleks dan bersifat lintas negara.

Dapat membuat KPK sulit menangani kasus-kasus korupsi besar seperti: EKTP, BLBI, Kasus Mafia Migas, korupsi pertambangan dan perkebunan, korupsi kehutanan dan kasus lain dengan kerugian keuangan negara yang besar.

BERITA TERPOPULER:

Farhat Abbas Pamer Jaket Puluhan Juta, Nikita Mirzani: Hei Kalahkan Dulu Harga AC Nyai!

Pertanyaan Mengapa Presiden Jokowi Tetap Tolak Cabut UU KPK Terjawab, Ini Penjelasan Yasonna Laoly

Saat Debat Panas di ILC dengan Yasonna Laoly, Karni Ilyas 2 Kali Beri Imbauan ke Ketua BEM UI & UGM

Dibandingkan dengan penegak hukum lain yang mengacu pada KUHAP, tidak terdapat batasan waktu untuk SP3, padahal KPK menangani korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, bukan tindak pidana umum.

20. Diubahnya Pasal 46 ayat (2) UU KPK yang selama ini menjadi dasar pengaturan secara khusus tentang tidak berlakunya ketentuan tentang prosedur khusus yang selama ini menyulitkan penegak hukum dalam memproses pejabat negara, seperti:

Perlunya izin untuk memeriksa pejabat tertentu.

Pasal 46 UU KPK yang baru terkesan menghilangkan sifat kekhususan (lex specialis) UU KPK, padahal korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harusnya dihadapi dengan cara-cara dan kewenangan yang luar biasa;

21. Terdapat pertentangan sejumlah norma, seperti: Pasal 69D yang mengatakan sebelum Dewan Pengawas dibentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU ini diubah.

Sementara di Pasal II diatur UU ini berlaku pada tanggal diundangkan.

22. Hilangnya posisi Penasehat KPK tanpa kejelasan dan aturan peralihan, apakah Penasehat menjadi Dewan Pengawas atau Penasehat langsung berhenti saat UU ini diundangkan;

23. Hilangnya Kewenangan Penanganan Kasus Yang Meresahkan Publik (pasal 11) Sesuai dengan putusan MK nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, kewenangan ini adalah wujud peran KPK sebagai trigger mechanism bagi aparat penegak hukum lain, untuk dalam keadaan tertentu KPK dapat mengambil alih tugas dan wewenang serta melakukan tindakan yang diperlukan dalam penanganan perkara korupsi oleh kepolisian atau kejaksaan yang proses pemeriksaan yang tidak kunjung selesai, tidak memberikan kepastian hukum yang meresahkan masyarakat.

24. KPK hanya berkedudukan di Ibukota negara KPK tidak lagi memiliki harapan untuk diperkuat dan memiliki perwakilan daerah. Dengan sumber daya yang tersedia saat ini dan wilayah kerja seluruh Indonesia KPK dipastikan akan tetap kewalahan menangani kasus korupsi di seantero negeri.

25. Tidak ada penguatan dari aspek Pencegahan Keluhan selama ini tidak adanya sanksi tegas terhadap Penyelenggara Negara yang tidak melaporkan LHKPN tetap tidak diatur:

Kendala Pencegahan selama ini ketika rekomendasi KPK tidak ditindaklanjuti juga tidak terjawab dengan revisi ini.

Seharusnya ada kewajiban dan sanksi jika memang ada niatan serius memperkuat Kerja Pencegahan KPK;

26. Kewenangan KPK melakukan Supervisi dikurangi, yaitu: pasal yang mengatur kewenangan KPK untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelahaan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang terhadap instansi yang melakukan pelayanan publik tidak ada lagi.

Padahal korupsi yang terjadi di instansi yang melakukan pelayanan publik akan disarakan langsung oleh masyarakat, termasuk korupsi di sektor perizinan.

BERITA TERPOPULER:

Farhat Abbas Pamer Jaket Puluhan Juta, Nikita Mirzani: Hei Kalahkan Dulu Harga AC Nyai!

Pertanyaan Mengapa Presiden Jokowi Tetap Tolak Cabut UU KPK Terjawab, Ini Penjelasan Yasonna Laoly

Saat Debat Panas di ILC dengan Yasonna Laoly, Karni Ilyas 2 Kali Beri Imbauan ke Ketua BEM UI & UGM

VIDEO: VIRAL, Poster-poster Nyeleneh Mahasiswa Demo

FOLLOW INSTAGRAM TRIBUN JAMBI:

.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ini 26 Poin dari UU KPK Hasil Revisi yang Berisiko Melemahkan KPK

dan di Tribunnews.com dengan judul Mahfud MD Sarankan Judicial Review Jika Tak Puas Atas Isi RUU KPK Hasil Revisi



Berita Terkini