"Kami pegawai honorer, kalau gaji kami di TRC ini 750 ribu. Kalau honor jadi Satgas Karhutla 145 ribu per hari, itulah makan minum, rokok, dan minyak motor (bbm)," katanya.
"Inilah loyalitas kami sebagai anggota TRC BPBD Muratara, dimanapun kami ditugaskan, kami akan bekerja dengan penuh semangat," tambahnya.
Anggota Satgas lainnya, Pandi yang juga tergabung dalam TRC BPBD Muratara ingin menunjukkan loyalitasnya mengabdikan diri dalam menanggulangi Karhutla.
Seperti baru-baru ini, ia bersama anggota Satgas yang lain berjibaku memadamkan Karhutla menggunakan alat manual dengan cara memukul kobaran api pakai kayu.
"Malam itu sangat kewalahan sekali kami, karena tidak ada air, jadi kami padamkan api dengan cara dipukul pakai kayu dan ranting pohon," ungkapnya.
Pandi yang juga menerima gaji Rp 750 ribu per bulan itu mengaku tak pernah sedikit pun terlintas di benaknya untuk mengeluh atas pekerjaan yang dilakoninya.
Sebagai anggota TRC yang berstatus pegawai honorer di kantor BPBD Kabupaten Muratara, ia memang harus menjadi yang terdepan menanggulangi setiap terjadi bencana.
"Saya tetap loyalitas setiap ada bencana. Tidak hanya kebakaran ini saja, bahkan banjir, orang tenggelam, orang hilang pun kami turun ikut bantu mencari," kata Pandi.
Sebelumnya, Satgas Darat Karhutla dari anggota TNI, Kopral Ferly bersama rekannya mengaku pernah terkepung api dan nyaris jadi santapan si jago merah.
Kejadian itu terjadi saat dirinya dan tim Satgas Darat Karhutla tengah memadamkan api pada kebakaran lahan perkebunan sawit.
"Saat itu kami berupaya memadamkan api sejak pagi hingga petang, saya dan satu lagi teman saya tertinggal dari rombongan, kami terkepung api," kata Ferly.
Diceritakan, saat ia dan seorang temannya usai memadamkan api di satu titik dan hendak berpindah ke titik lain ternyata di sekelilingnya sudah dikepung api.
"Kami mau pindah, pas mau naik motor, kami lihat semua jalan yang akan kami lewati sudah terkepung api, kami terjebak," ujarnya.
Karena sudah terkepung, ia berupaya memadamkan api menggunakan kayu, namun kepulan asap membuat matanya perih dan napas terasa sesak.
"Beruntung tidak terjadi apa-apa pada kami, bersyukur masih diberikan keselamatan, akhirnya kami bisa keluar dari kepungan api itu," ceritanya.