Neraca Perdagangan

Neraca Dagang Diprediksi Defisit, Harga Minyak Diramal Tersulut Hingga Akhir Tahun

Editor: Fifi Suryani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapal tunda memandu masuknya sebuah kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Agustus lalu. Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juni 2019, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus 200 juta dolar AS dengan nilai ekspor sebesar 11,78 miliar dolar AS, sementara impor mencapai 11,58 miliar dolar AS.

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih defisit sampai dengan akhir tahun 2019 meskipun pada bulan Agustus 2019 necara dagang mencatat surplus US$ 85,1 juta.

Kinerja neraca perdagangan bulan Agustus 2019 tertolong penurunan impor yang lebih dalam dibanding penurunan ekspor. Ekonom Maybank King Eng Sekuritas Luthfi Ridho menilai pelemahan impor terjadi karena impor minyak turun drastis secara volume dan nilai.

Dari sisi volume, impor bahan bakar ini tergerus karena kebijakan pemerintah dengan program biodisel 20% atau B20. Pada peridode selanjutnya, Luthfi meramal impor akan terus melemah apalagi kalau B20 ditingkatkan menjadi B30.

Nilai impor turun juga ditopang harga minyak yang berada dalam tren koreksi di bulan lalu. Sebagai gambaran, pada bulan Agustus 2019, harga minyak jenis brent melemah 8,03% menjadi US$ 60,43 per barel pada akhir Agustus 2019. Pada akhir Juli 2019 harga minyak brent di level US$ 65,71 per barel.

Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean mengamati faktor global akan menuntukan harga minyak ke depan. Beberapa hari lalu, produksi minyak Arab Saudi berkurang setengah setelah dua kilang minyak utama diserang.

“Ini bukan fenomena jangka pendek, dampaknya bisa berbulan-bulan, impor migas akan naik dengan tren harga minyak yang kembali kuat,” kata Adrian, Senin (15/9).

Oleh karena itu, Adrian mengatakan impor migas kemungkinan sulit membantu kinerja neraca dagang sampak akhir tahun ini. Sementara itu, ekspor diramal bakal turun karena permintaan global turun.

Adrian mengatakan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang terus bergulir menyebabkan kinerja ekspor menciut. Ekpor komoditas yakni batubara dan crude palm oil (CPO) diramal masih akan tertekan harga yang rendah di tengah permintaan global yang makin jarang.

Di sisi lain, ekspor sektor manufaktur pun kehilangan permintaan karena perekonomian global yang melemah. “Dalam 10 tahun terakhir, kinerja ekspor kita cenderung melemah,” ujar Adrian.

Sementara itu, Ketua Badan Otonom Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center Ajib Hamdani mengatakan dari sisi ekspor masih bisa tertolong dari sektor barang atau jasa.

“Meski ekspor komoditas melemah, setidaknya ada harapan dari sektor lain. Namun saya pikir defisit tahun ini tidak sedalam tahun lalu,” kata Ajib kepada Kontan.co.id, Senin (16/9).

Adrian memperkirakan sampai dengan akhir tahun ini, total ekspor Indonesia akan mencapai US$ 165 miliar. Sementara total impor US$ 170 miliar. Sehingga,neraca perdagangan 2019 akan defisit sebesar US$ 5 milar. Angka ini turun 41,63% dibanding defisit neraca perdagangan tahun 2018 sebanyak US$ 8,567 miliar.

Berita ini sudah tayang di laman Kontan.co.id dengan judul: Harga minyak tersulut, neraca dagang Indonesia diprediksi defisit di akhir tahun ini

Berita Terkini