Kisah Militer

Danjen Kopassus yang Dikagumi Hendropriyono, Bernasib Kurang Mujur Tak Sempat Jadi Panglima TNI

Editor: bandot
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kepala BIN Hendropriyono usai bertemu Ketua DPR Bambang Soesatyo di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (12/7/2019).(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

Dalam upaya menerobos kepungan, komandan tim pengiriman patroli ke Utara, tetapi terjadi kontak senjata.

Patroli ke Barat juga terjadi kontak senjata Patroli ke timur, menemukan jejak-jejak kaki.

Patroli Ke Selatan, Ada bekas bivak. Komandan tim menyadari pasukannya terkepung.

Kemudian ia memanggil para perwira bawahan dan menyampaikannya. Kesimpulan saya, kita terkepung. Kita harus bisa keluar dari sini,".

Ia memanggil para perwira yang menjadi komandan patroli untuk memperoleh perkiraan-perkiraan jumlah kekuatan musuh.

Ternyata kepungan gerombolan yang paling tipis untuk diterobos, adalah ke selatan menuju bivak.

Karena disekitar bivak hanya terlihat empat orang musuh Hendropriyono memutuskan menerobos ke selatan.

Namun sampai ke lereng bukit, mereka tidak menemukan gerombolan.

Ia tidak mau turun ke lembah, karena sudah sore hari.

Diperkirakan kalau tim yang bermalam di lembah, pagi-pagi akan habis dari ketinggian.

Hendropriyono melaporkan posisinya, kemudian Ia mendapat perintah dari Sintong agar pasukan terus-menerus mendaki bukit.

Pada saat pasukan sedang mendaki menuju puncak bukit, terjadi pertempuran.

Hasilnya cukup menggembirakan.

Dua orang gerombolan tewas, tiga orang menyerah dan yang lain melarikan diri.

Kagumi Sintong

Di kemudian hari, Hendropriyono menanyakan kepada Sintong, sebagai komandan mengapa ia tidak mau mengirim helikopter.

Sebagai anak buah, Hendropriyono tidak mungkin marah kepada Sintong, sebagai atasannya.

Namun ia sakit hati. Sebaliknya Sintong yakin bahwa Hendropriyono dapat mengatasi keadaan dan keluar dari kepungan.

Sintong Panjaitan Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang memimpin pembebasan sandera pembajakan pesawat Garuda Woyla di Dong Muang, Bangkok, pada 1981. (Kompas/Kartono Ryadi) ()

Kesimpulan Sintong yakin bahwa Hendropriyono dapat mengatasi keadaan itu setelah mengolah situasi berdasar pada laporan Hendropriyono dan membaca peta.

Sintong menyadari situasinya sangat kritis. Tetapi jika Sintong meminta helikopter, berapa lama waktunya? Tidak dapat dihitung

"Keberadaan helikopter itu di Pontianak. Kapan helikopter akan sampai? Pada waktu helikopter datang mungkin kalian sudah mati," kata Sintong.

Mendengar jawaban itu Hendropriyono menerima senang.

Hendropriyono dan Sintong memiliki hubungan yang sangat dekat sejak keduanya bertugas dalam Satgas 42.

Sintong menyukai pekerjaan Hendropriyono sebagai anak buah dan Hendropriyono menyukai Sintong sebagai satu-satunya komandan yang sangat ia kagumi di semua operasi.

Hendropriyono memiliki banyak atasan selama di daerah operasi seperti di Irian Jaya dan Timor Timur, tetapi Sintong merupakan komandan yang paling ia kagumi.

Hendropriyono menilai nasib Sintong kurang bagus.

Akibat dari Peristiwa 12 November 1991 di Dili, ia dicopot dari jabatan Pangdam IX / Udayana.

Hendropriyono merasa sangat sedih.

Sebetulnya Sintong bisa menjadi Menhankam / Panglima ABRI.

Kesan Hendropriyono terhadap Sintong adalah orang yang sangat hebat dan luar biasa, kreatif, bijak, cerdas dan baik.

Selain itu, Sintong merupakan perwira yang jujur.

Ikuti sejarah dan kisah militer lainnya di Tribunjambi.com

Berita Terkini