Pilpres 2019

Tim Hukum Prabowo-Sandi Tarik 28 Kontainer Bukti C1 yang Disodorkan ke MK Dipersoalkan Majelis Hakim

Editor: bandot
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Tim Hukum Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (tengah) menghadiri sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres 2019 mengagendakan pembacaan tanggapan pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait dalam hal ini Tim Kampanye Nasional (TKN). Tribunnews/Jeprima

Tim Hukum Prabowo-Sandi Tarik 28 Kontainer Bukti C1 yang Sudah Disodorkan ke MK, Dipersoalkan Majelis Hakim

TRIBUNJAMBI.COM - Sebanyak 28 kontainer bukti C1 yang disodorkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) ditarik oleh Tim Hukum Prabowo-Sandi.

Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto menyebutkan pihaknya telah menarik bukti C1 yang diajukan ke MK.

Sebelumnya alat bukti tersebut dipersoalkan oleh Majelis Hakim.

Tim hukum paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menarik alat bukti C1 (formulir pencatatan penghitungan suara) yang sebelumnya sudah diserahkan ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK).

Jumlahnya sebanyak 28 kontainer.

Alat bukti tersebut ditarik setelah majelis hakim mempersoalkan alat bukti yang diajukan tim 02, Rabu (19/6/2019).

Baca: Masih Keponakan Mahfud MD, Pencipta Robot Pemantau Sistem IT KPU Bersaksi untuk Prabowo-Sandi di MK

Baca: Prabowo-Sandi Tetap akan Kalah Kata Mantan Ketua Hakim MK Ini, Walau Diberi Suara Penuh di Kabupaten

Baca: Sidang Lanjutan Sengketa Pilpres 2019, Mahkamah Konstitusi Diminta Tolak Semua Permohonan Paslon 02

Menurut majelis, banyak alat bukti tidak disusun sebagaimana kelayakan dan kelaziman dalam hukum acara.

Oleh karena itu, alat bukti tersebut tidak bisa diverifikasi.

Majelis memberi waktu bagi tim 02 untuk memperbaiki hingga pukul 12.00 WIB.

Jika tidak diperbaiki, Mahkamah tidak akan mengesahkan seluruhnya menjadi alat bukti.

Namun, tim 02 memilih untuk menarik bukti tersebut.

Suhartoyo, Satu diantara Hakim Mahkamah Konstitusi yang tangani sengketa Pilpres 2019 (Kompasiana)

"Barang (bukti) sekarang ini memang C1 Pak Ketua, dan saya akan cabut saja ini, akan kami ambil," kata Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, di hadapan majelis hakim di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).

Meskipun sudah menyatakan akan menarik alat bukti, majelis hakim tetap memberi waktu kepada tim hukum Prabowo-Sandi untuk memperbaiki susunan alat bukti tersebut hingga pukul 12.00 siang ini.

Bambang mengatakan, pihaknya akan menggunakan kelonggaran waktu tersebut untuk melakukan perbaikan.

Namun, jika waktunya tak mencukupi, alat bukti tetap ditarik.

 

"Kalau memang pada saatnya memang tidak terpenuhi (perbaikannya), bukti ini tidak kami ajukan," ujar Bambang.

Atas alat bukti yang ditarik tersebut, tim hukum Prabowo-Sandi menggunakan alat bukti lain yang sudah disusun menurut kelaziman hukum acara.

"Sekarang ada bukti nomor 146 yang sudah tersusun dan nanti bisa dicek dan kami serahkan sepenuhnya kepada mekanisme untuk konfirmasi dan klarifikasi dan mudah-mudahan ini juga bisa disahkan sesuai dengan hukum acara. Kami minta maaf untuk ini," kata Bambang.

Analisis Mahfud MD dan Refly Harun, MK Bisa Diskualifikasi Pemenang dengan Syarat Seperti Ini

Pekan lalu, kuasa hukum paslon 02 Bambang Widjojanto dan tim telah mengungkap sejumlah dugaan kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan paslon 01 Joko Widodo-KH Maruf Amin pada Pilpres 2019.

Kecurangan pasangan calon (Paslon 01) dipaparkan tim pengacara Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi) pada sidang sengketa hasil Pilpres 2019 perdana, Jumat (14/6/2019).

Bambang Widjojanto dkk membongkar sejumlah kecurangan dan dugaan pelanggaran paslon 01 seperti memanfaatkan/penyalahgunaan jabatan, sumbangan kampanye, sampai buzzer polisi.

Setidaknya ada 7 daftar kecurangan yang dibongkar di depan sidang Mahkamah Konstitusi tersebut.

Di samping itu, tim pengacara Prabowo Subianto juga mempersoalkan keabsahan KH Maruf Amin sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) Paslon 01.

Baca: Kontroversial, Diktator Uganda Idi Amin, Bugil Dikejar-kejar Ketahuan Tiduri Istri Tentara

Baca: Pengakuan Bidan Pakai Mentimun Terekam Video, Terungkap Alsan Bilang Dirinya yang Bersalah?

Baca: Haris Azhar hingga Said Didu dan Ahli IT BPN Akan Jadi Saksi Ahli di Sidang Sengketa Pilpres 2019

Pasal 227 UU No 7 tahun 2017 mengatur tentang persyaratan yang harus dilengkapi oleh Capres/Cawapres pada Pilpres 2019.

Ada 16 persyaratan yang harus dilampirkan untuk memenuhi ketentuan UU tersebut dan poin ke-16 atau huruf p dalam pasal ini mengatur kewajiban mundur dari karyawan/pejabat BUMN/BUMD.

Bunyi Pasal 227 UU No 7 tahun 2017: Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dilengkapi persyaratan sebagai berikut:

Surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.

Karena itu, Kuasa Hukum Paslon 02 Bambang Widjojanto dan tim meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Paslon 01, menyatakan Paslon 02 sebagai pemenang, atau menggelar Pilpres ulang.

Tetapi KPU dan tim pengacara Paslon 01 berpendapat bahwa KH Maruf Amin tidak perlu mundur dari jabatan di BNI Syariah dan BSM.

Alasan mereka, BNI Syariah dan BSM bukan lah BUMN, tetapi perusahaan yang didirikan oleh 2 BUMN, yaitu Bank Mandiri dan Bank BNI.

Pengamat hukum tata negara, Refly Harun ()

Artinya modal BNI Syariah dan BSM tidak langsung berasal dari uang negara/pemerintah, melainkan bersumber dari dua BUMN tersebut.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mempunyai pendapat terhadap posisi KH Maruf Amin.

Dalam dialog di TV One bersama pengacara Paslon 01 dan Paslon 02, Refly Harun berpendapat bahwa MK pernah membuat sebuah keputusan bahwa keuangan BUMN adalah keuangnan negara.

Di samping itu, MK juga pernah mendiskualifikasi peserta Pilkada di Bengkulu Selatan karena dianggap calon yang bersangkutan tidak memenuhi syarat meski menang dalam Pilkada.

"Dewan pengawas/komisaris pasti pejabat. Pertanyaannya, apakah koorporasi itu BUMN atau tidak, inilah masalahnya," kata Refly Harun.

Dia menambahkan, "Saya tahu Paslon 01 akan gunakan pendekatan tekstual, sementara 02 akan gunakan pendekatan sistematis. Pendekatan tekstual by definination BUMN adalah yang sahamnya seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara (51 %) seperti Telkom.

Tapi dalam kasus BSM dan BNI Syariah, saham tidak dimiliki oleh negara secara langsung tapi yang dmiliki adalah BUMN. Tapi, dalam bagian ini, beliau (pengacara 02) berpendapat bahwa keuangan BUMN bagian dari keuangan negara yang bagian dari putusan MK."

Menurut Refly Harun, apakah kemudian tafsir yang limitatif, restriktif, terbatas dan tekstual (dari kubu 01) yang akan dipakai, atau tafsir yang sismatis, eksentif, dan luas (kubu 02) yang akan dipakai oleh MK dalam memutus perkara ini?

"Kubu 01 gunakan tafsir yang sempit, kubu 02 gunakan tafsir yang luas dan sistematis. Jadi tidak hanya melihat UU BUMN, tapi lihat UU Keuangan Negara, UU Pemberantasan Korupsi dan UU Pemeriksaan Keuangan," katanya.

Mahfud MD (Instagram @mohmahfudmd)

Yang jelas, kata Refly, segala keputusan memiliki konsekuensi.

Jika MK nantinya mengacu pada tafsir yang dibangun kubu 01, yaitu tekstual, terbatas, dan limitatif, maka semua anak perusahaan BUMN itu tidak akan dianggap BUMN dan boleh berpolitik, tidak menjadi objek BPK, dan tidak objek KPK.

MK Diskualifikasi Pemenang Pilkada

Dalam pandangan Refly Harun, ada dua persoalan besar.

Persoalan pertama terkait menang kalah dari Paslon 01 dan Paslon 02. Ini penting selali bagi mereka.

"Apalagi di mereka ada preseden diskualifikasi dari calon yang tidak memenuhi syarat. Itu terjadi dalam konteks pilkada (di Bengkulu Selatan)," ujar Refly Harun.

Tetapi, dalam konteks gugatan Pilpres belum ada pasangan yang didiskualifikasi karena gugatan Pilpres tahun 2004, 2009, dan 2014 ditolak oleh MK.

"Dalam konteks Pilkada tidak hanya doktrin TSMS saja (selain hitungan). Tapi, tidak terpenuhinya satu sebab bisa menjadi sebab terjadinya diskualifikasi, yang terjadi untuk Bengkulu Selatan, Dirwan Mahmud, didiskualifikasi," ujar Refly Harun.

Prof Mohammad Mahfud MD dalam dialog di Kompas TV juga membenarkan bahwa MK pernah membuat keputusan yang mendiskualifikasi pemenang Pilkada tahun 2008.

"Ada dua istilah yang harus dibedakan: diskualitifikasi dan menyatakan curang secara TSM. Diskualitifikasi, MK pernah membut keputusan itu karena calon yang bersangkutan sejak awal tidak penuhi syarat," ujar Mahfud MD, pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia.

Dalam penelusuran Wartakotalive.com, pada Pilkada Bengkulu Selatan 2008 diikuti 8 pasang calon.

Peserta Pilkada Bengkulu 2008 adalah Ramlan Saim - Rico Dansari (1), Hasmadi Hamid-Parial (2), Gusnan Mulyadi - Gunadi Yunir (3), Suhirman Madjid-Isurman (5), Ismilianto – Tahiruddin (6), Dirwan Mahmud-Hartawan (7), Reskan Effendi-Rohidin Mersyah (8), Bastari Uswandi – Wirin (9)

KPU Kabupaten Bengkulu Selatan membuat keputusan No 59 Tahun 2008 tertanggal 10 Desember 2008 yang memenangkan pasangan Dirwan Mahmud-Hartawan.

Dirwan Mahmud-Hartawan memperoleh suara 39.069 suara diikuti pasangan Reskan Effendi-Rohidin Mersyah dengan perolahan 36.566 suara.

Pasangan Reskan Effendi-Rohidin Mersyah tidak terima dan menggugat hasil pilkada ke MK.

Salah satu materi gugatan pasangan Reskan Effendi-Rohidin Mersyah adalah persyaratan pencalonan Dirwan Mahmud yang dinilai tidak memenuhi syarat. Pencalonan Dirwan Mahmud sebagai bupati BS disebut cacat hukum karena pernah menyandang status narapidana. MK mendiskualifikasi Dirwan.

Daftar Kecurangan dan Penyalahgunaan Jabatan Paslon 01
Seperti diberitakan Wartakotalive.com, sidang sengketa Pilpres 2019 digelar untuk pertama kalinya di Mahkamah Konstitusi Jumat (14/6/2019).

Kuasa hukum Paslon 02 Bambang Widjojanto dan tim memaparkan gugatan sebagai pemohon di hadapan 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan para termohon, pihak terkait, dan Bawaslu.

Bambang Widjojanto, Denny Indrayana dan tim mewakili Pasangan Calon atau Paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi).

Tim pengacara Prabowo-Sandi mengungkapkan sejumlah fakta kecurangan dan berharap mahkamah mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-KH Maruf Amin atau menggelar Pilpres ulang.

Pada sidang yang berlangsung 4 jam itu, kuasa hukum 02 membongkar satu per satu kecurangan, kejanggalan, pelanggaran, penyimpangan, atau penyalahgunaan jabatan yang telah dilakukan Paslon 01 selama Pilpres 2019.

Daftar pelanggaran, kejanggalan, atau kecurangan sistematis Pilpres 2019 menurut kuasa hukum paslon 02:

1. Bongkar Kejanggalan Harta Jokowi

Bambang Widjojanto mempermasalahkan asal dana kampanye pasangan calon 01, yakni pasangan Joko Widodo-KH Maruf Amin (Jokowi-Amin).

“Ada juga informasi mengenai terkait sumbangan dana kampanye, kami memeriksa laporan LHKPN Ir Joko Widodo yang diumumkan KPU 12 April 2019,” kata Bambang Widjojanto.

Bambang menjelaskan, dari laporan LHKPN milik Joko Widodo (Jokowi) yang didapatkannya jumlah kekayaan Jokowi mencapai sekitar Rp 50 miliar.

Harta Jokowi dalam bentuk kasnya hanya sekitar Rp 6 miliar.

Baca: Polwan Berpangkat Kompol yang Beri Servis Dortin Felix akan Segera Diadili, Ini Kelakuannya

Baca: Siapa Sebenarnya Paulus Panjaitan? Karir Militer Anak Luhut Panjaitan, Dibandingkan dengan AHY

Baca: Tak Ada Lagi Konten, Ria Ricis Pamit dari YouTube, Tulis Pesan di Instagram, Tidak Ada Vlog Lagi

Namun, kata Bambang, pada tanggal 25 April 2019, KPU mengumumkan jika sumbangan pribadi Jokowi mencapai Rp19,5 miliar.

Kejanggalan dana kampanye Jokowi itu diungkap Bambang Widjojanto, dari dana kas pribadi Jokowi yang dimiliki hanya Rp 6 miliar, tetapi sumbangannya mencapai Rp 19,5 miliar.

“Dalam waktu 13 hari ketika diumumkan jumlah setara kas Capres Joko Widodo beradasarkan LHKPN ternyata tanggal 25 April sudah keluarkan uang Rp19 miliar,” ujar mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

2. Sumbangan Dana Kampanye Jokowi-Amin

Selain mempermasalahkan sumbangan pribadi, Bambang juga mempermasalahkan sumbangan kelompok dari Paslon Capres Cawapres 01.

Bambang menjelaskan, ada 2 indikasi yang menunjukkan adanya pelanggaran dalam pemberian dana sumbangan kelompok.

Dana sumbangan kelompok itu kata Bambang berasal dari 2 kelompok Golf yakni Golfer TRG dan Golfer TBIG.

“Sumbangan kelompok Golfer tersebut diduga mengakomadasi penyumbang yang melebihi batas kampanye dan teknik penyamaran sumber asli dana kampanye yang diduga umum dalam pemilu,” jelas Bambang.

Tuduhan Bambang ini berdasarkan hasil investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW).

Menurut Bambang, ketika diselediki dana sumbangan Rp33 Miliyar berasal dari satu sumber yang sama.

Hal itu dapat dilihat dari NPWP yang sama dari laporan dana kampanye.

Namun jelas Bambang NIK dari penyumbang berbeda.

Ia menduga ada penyamaran dari kejanggalan identitas tersebut.

“Ada sumbangan Rp33 Miliyar yang terdiri dari kelompok tertentu, begitu dilacak memiliki NPWP kelompok identitas sama, bukankah ini penyamaran?” tegas Bambang.

Jika hal tersebut benar adanya kata Bambang, maka Paslon 01 melanggar kententuan UU Pemilu yang hanya membatasi sumbangan kelompok sebesar Rp 25 miliar.

“Ada NIK berbeda dari NPWP sama, patut diduga ada ketidakjelasan dana kampanye dari ketiga sumbangan dana tersebut,” tandasnya.

3. Penyalahgunaan APBN

Bambang Widjojanto menyebut jika ada indikasi money politik dalam Pilpres 2019 yang dirancang secara sistematis.

Ia menyebut gaji ke-13 dan kenaikan gaji PNS yang diusulkan petahana merupakan bentuk nyata dari kecurangan Pilpres 2019 yang dilakukan petahana.

“Jika gaji bukanlah kebijakan jangka panjang pemerintahan tapi jangka pendek pragmatis dari Capres Joko Widodo sebagai petahana untuk pengaruhi penerima manfaat dari penerima gaji tersebut yaitu para pemilih Pilpres dan keluarganya,” kata Bambang dalam sidang.

4. Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN

Poin kedua dari kecurangan TSM yang ditujukan pada Paslon 02 ialah adanya penyalahgunaan birokrasi dan BUMN.

Bambang menyebut, beberapa kabinet Presiden sekaligus petahana Jokowi aktif dalam mengkampanyekan Capres 01.

Misalnya saja saat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang meminta ASN untuk masif menginfokan program-program petahana.

5. Ketidaknetralan Aparat

Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, menyebut, Polri membentuk tim buzzer di media sosial yang mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 01 dalam sidang di Mahkamah Konstitusi.

Denny menyebut hal tersebut terlihat dari bocoran informasi yang diungkap oleh akun twitter @Opposite6890.

Dia menyebut akun tersebut mengunggah beberapa video dengan narasi 'Polisi membentuk tim buzzer 100 orang per Polres di seluruh Indonesia yang terorganisir dari Polres hingga Mabes'.

Untuk akun induk buzzer Polisi bernama 'Alumni Shambar', Denny mengatakan beralamat di Mabes Polri.

Selain itu, akun Instagram @AlumniShambar juga hanya memfollow akun Instagram milik Presiden Jokowi.

6. Pembatasan Media dan Pers 

Tim hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019) menyebut media kritis dibungkam, sementara media yang pemiliknya berafiliasi kepada kekuasaan, dijadikan media propaganda untuk kepentingan kekuasaan.

Nasrullah mengatakan, pada kenyataannya, dalam Pilpres 2019 akses kepada media tidak seimbang antara paslon 01 dengan paslon 02.

"Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat paling tidak 3 bos media besar yang menjadi bagian dari tim pemenangan paslon 01, yaitu Surya Paloh yang membawahi Media Group, Hary Tanoe pemilik group MNC dan Erick Thohir pemilik Mahaka Group," kata Nasrullah.

BPN merasa ada diskriminasi dalam perlakuan para penegak hukum terhadap kedua paslon. Penegak hukum disebut bersikap tebang pilih dengan tegas kepada pihak Prabowo - Sandi dan tumpul ke Jokowi - Maruf Amin.

"Perbedaan perlakuan penegakan hukum yang demikian di samping merusak prinsip dasar hukum yang berkeadilan tetapi juga melanggar HAM, tindakan sewenang-wenang," isi gugatan itu.

Ada beberapa bukti yang diajukan BPN dalam poin tuduhan ini. Misalnya ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpose dua jari dalam acara Partai Gerindra.

Tindakan Anies dinilai melanggar UU Pemilu dan menguntungkan salah satu paslon.

Namun sebelumnya terjadi kasus dua menteri Jokowi, Luhut Binsar Panjaitan dan Sri Mulyani, berpose satu jari. Bawaslu memutuskan kejadian itu bukan termasuk pelanggaran pemilu.

BPN menulis contoh diskriminasi lain terjadi dalam bentuk kriminalisasi kepada pendukung paslon 02 dari mulai ulama hingga artis.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tim Hukum Prabowo-Sandi Tarik Bukti C1 yang Diajukan ke MK",

Berita Terkini