Mahfud MD Beberkan Cara Kerja MK Tangani Sengketa Pemilu, Tepis Plesetan Mahkamah Kalkulator
TRIBUNJAMBI.COM - Pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD angkat bicara soal plesetan Mahkamah Konstitusi menjadi Mahkmah Kalkulator.
Sebelumnya, ketua tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto berharap MK tak menjadi Mahkamah Kalkulator yang hanya menelusuri angka-angka yang bersifat numerik dalam menangani sengketa hasil Pilpres.
Baca: Ustaz Yusuf Mansur Sebut Nama Menteri Layak Kembali Menjabat di Kabinet Jokowi, Siapa dia?
Baca: Bos Besar di Balik Iwan HK, Pimpinan Pembunuh Bayaran yang Incar Nyawa Tokoh Nasional
Baca: Sandiaga Uno Komentari Deretan Nama-nama Calon Menteri Jokowi, Ada Sosok yang Baru
MK, kata Bambang sudah seharusnya menelusuri secara serius dugaan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Kami mencoba mendorong MK bulan sekadar mahkamah kalkulator yang bersifat numerik, tapi memeriksa betapa kecurangan begitu dahsyat," kata Bambang seusai menyerahkan permohonan gugatan hasil Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/5/2019) dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com.
Dalam kesempatan itu, Bambang juga mengajak publik untuk terus menyimak proses persidangan sengketa hasil Pilpres yang akan dimulai pada 14 Juni 2019 ini.
"Marilah kita perhatikan secara sungguh-sungguh proses sengketa ini. Mudah-mudahan MK bisa menempatkan dirinya menjadi bagian penting, dimana kejujuran jadi watak kekuasaan," kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Mahfud MD serta merta membantah.
Menurut Mahfud MD tugas MK tidak hanya soal menghitung data semata.
Mahfud MD menambahkan, MK bertugas menghitung bukti-bukti yang bisa berujung pada perubahan jumlah suara kontenstan pemilu.
Namun MK juga meneliti pelanggaran yang tidak bisa dihitung dengan jumlah.
Baca: Inilah Sosok 6 Pembunuh Bayaran dan Penyuplai Senjata yang Ditugaskan untuk Habisi 4 Tokoh Nasional
Misalnya jika ada struktur pemerintah yang turut membantu secara masif dan terstruktur memenangkan kelompok tertentu.
Jika terbukti putusannya bisa pemilu ulang atau penghitungan ulang suara (PSU).
"MK itu punya dua level keputusan," kata Mahfud MD, dikutip Tribunjambi.com dari Kompas Tv, Senin (27/5/2019).
"Satu menghitung angka sehingga nanti kalau ada bukti-bukti yang sifatnya numerik, form penghitungan itu bisa mengubah (jumlah suara)."
"Lalu yang kedua, yang tidak numerik, yang tidak bisa dihitung dengan jumlah tertentu tetapi merupakan pelanggaran yang signifkan," imbuhnya.
Simak video lengkap pernyataan Mahfud MD di bawah ini.
Baca: Daftar Nama Bakal Calon Menteri Jokowi Tambah Satu Lagi, Sosok Muda dan Cantik, Ini Daftarnya
Baca: Andre Rosiade Merasa Kebingungan Soal Ambulans Gerindra Angkut Batu di Aksi 22 Mei, Tak Ada Intruksi
Tak perlu ditafsirkan berlebihan
Menyoal plesetan Mahkamah Kalkulator ini, Mahfud MD tak ingin memberikan tafsiran yang berlebihan.
Menurutnya, plesetan tersebut adalah bagian dari penilaian publik.
"Ini harus dianggap sebagai bagian dari penilaian publik yang tak usah ditafsir berlebihan," imbuh Mahfud MD.
Selanjutnya, Mahfud MD menceritakan pengalamannya saat menjabat sebagai Ketua MK dan didemo oleh massa.
Saat itu, MK juga dituding sebagai Mahkamah Kalkulator yang sudah diatur oleh Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Meski begitu, pihaknya selaku MK tetap menjalankan sidang sebagaimana mestinya.
"Saya punya pengalaman tahun 2009 itu sama, Mahkamah Konstitusi dituding sebagai Mahkamah Kalkulator dituding sudah diatur oleh Presiden SBY dan sebagainya waktu itu," kata Mahfud MD.
"Seminggu sebelum putusan MK itu demo setiap hari."
"Tapi kita jalan saja," imbuh Mahfud MD.
Mahfud MD menambahkan, setelah MK mengeluarkan putusan, semua pihak yang bersengketa langsung menerima keputusan dari MK.
Bahkan, tak berselang lama setelah MK 'mengetok palu', pihak Megawati Soekarno Putri yang saat itu berpasangan dengan Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla yang berpasangan dengan Wiranto langsung membuat pengumuman menerima keputusan MK yang memenangkan pasangan SBY-Boediono.
Baca: Huawei Diblacklist Amerika Terancam Tak Bisa Gunakan Android, Harga P30 Pro Merosot jadi 1,8 Jutaan
Baca: Siapa Sebenarnya Ayah dan Ibu Shandy Aulia dan Luna Maya? Wajah Mirip, Benarkah Bersaudara
"Kemudian saya ingat tanggal 12 Agustus 2009 jam 4 sore saya mengetok palu."
"Bahwa sesudah memeriksa dengan seksama kami memutuskan bahwa Pak SBY tetap menang."
"Itu jam 4 sore, jam setengah 5 Ibu Megawati sudah dengan sikap kenegarawanannya mengatakan kami menerima keputusan ini karena itu sudah putusan hukum."
"Pada waktu yang bersamaan Jusuf Kalla yang berpasangan dengan Wiranto juga menyatakan menerima," kata Mahfud MD.
Setelah semua pihak menerima putusan MK, Mahfud MD menyebut kondisi masyarakan yang panas menjadi reda.
Juga situasi negara berjalan normal seperti biasanya.
Mahfud MD memprediksi, hal yang sama akan terjadi nanti setelah MK membuat keputusan hukum terkait pemenang Pemilu antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi.
"Saat itu juga ketegangan mereda dan besoknya situasi negara berjalan normal."
"Saya juga menduga begini nanti tanggal 28 Juni, InsyaAllah akan terjadi hal yang sama."
Baca: Sebulan Dalam Pelarian, Keberadaan Prada DP Oknum TNI Terduga Pelaku Mutilasi Vera Oktaria Tercium
"Pihak yang kalah akan menrima putusan MK."
Rakyat akan tenang kalau begitu," kata Mahfud MD.
Simak video lengkapnya di bawah ini.
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com