TRIBUNJAMBI.COM - Pada 1 Januari 1982. Presiden Soeharto secara khusus memberikan ucapan selamat kepada Kepala Daerah Kepolisian VII Metro Jaya (sekarang Polda Metro) Mayor Jenderal Anton Soejarwo.
Mayjen Anton dianggap berjasa karena Polda Metro berhasil membongkar kasus perampokan uang Rp 32 juta di Jakarta pada30 Desember 1981 hanya dalam tempo 16 jam.
Pada 1980-an di berbagai kota di Indonesia saat itu aparat keamanan memang sedang dibuat gerah oleh maraknya aksi preman jalanan yang populer dengan sebutan gabungan anak liar (gali) sehingga sampai menganggu roda perekonomian RI.
Baca: Tentukan Awal Ramadan, Kemenag Jambi Lakukan Rukyatul Hilal Minggu Besok, Ini Hotel Pilihan Kemenag
Misalnya, kawasan terminal sudah dikuasai para gali sehingga para penguasaha bus terus mengalami kerugian, banyaknya begal yang membajak bus dan truk di jalanan, dan lainnya.
Berdasar prestasi yang berhasil diraih Polda Metro maka Pak Harto lalu memerintahkan agar segera dibentuk tim yang beranggotakan aparat TNI/Polri (ABRI).
Tim untuk melaksanakan operasi penumpasan kejahatan terhadap para begal yang makin marak dan sadis itu.
Baca: 11 Tanda Anda Memiliki EQ Lemah, Satu Diantaranya Sering Buat Kesalahan yang Sama
Hingga tahun 1982 Polri di bawah pimpinan Kapolri Jenderal Awaloedin Djamin telah melakukan berbagai operasi penumpasan kejahatan.
Seperti Operasi Sikat, Linggis, Operasi Pukat, Operasi Rajawali, Operasi Cerah, dan Operasi Parkit di seluruh wilayah Indonesia serta berhasil menangkap 1.946 penjahat.
Meski sudah banyak penjahat yang diringkus operasi penumpasan kejahatan terus berlanjut seperti yang dilaksanakan oleh Komando Daerah Militer (Kodim) 0734 Yogyakarta di bawah pimpinan Kolonel Muhamad Hasbi,
Baca: Waria Nekat Bunuh Pelanggan Pakai Pisau, Tarif Rp 900 Ribu Sekali Main Hanya Dibayar Sedikit
Kolonel Hasbi saat itu (1983) menyatakan perang terhadap para preman atau gali yang ulahnya makin meresahkan masyarakat Yogyakarta dengan cara menggelar Operasi Pemberantasan Keamanan (OPK) bekerja sama dengan intelijen AD, AU, AL dan kepolisian.
Kodim Yogyakarta lalu melakukan pendataan terhadap para gali melalui operasi intelijen dan para gali yang berhasil didata diwajibkan melapor serta diberi kartu khusus.
Baca: Ijtima Ulama Diskualifikasi Jokowi di Pilpres 2019, KPU: Kita Harus Hormati Hukum yang Berlaku
Setelah mendapat kartu para gali tersebut dilarang bikin ulah lagi tapi juga harus mau memberitahukan para gali lain yang kerap melakukan kejahatan dan tidak mau melapor.
Para gali yang tidak melapor kemudian diburu oleh tim OPK Kodim untuk ditangkap dan bagi yang lari atau melawan akan langsung ditembak mati.
Mayat para gali yang ditembak mati dibiarkan tergeletak di mana saja dengan tujuan membuat jera (shock therapy) para gali lainnya.
Baca: Niat Kenalan Dengan Cewek Cantik di Jambi, Motor Rival Justru Dirampok Lalu Dijual Rp 1,8 Juta
Meski OPK yang digelar aparat keamanan di Yogyakarta sudah diketahui masyrarakat, setiap ada mayat yang ditemukan di pinggir jalan, tepi hutan, bawah jembatan, dan lainnya.
Mayat dengan luka tembak itu kerap dinamai sebagai korban penembakan misterius (petrus) yang kemudian istilah `petrus' itu menjadi sangat populer sekaligus menakutkan.
Baca: Prabowo Subianto Masih Terdiam Soal Pertemuan AHY dengan Jokowi, Apa yang Terjadi Sebenarnya?
Kinerja OPK yang dilaksanakan di Yogyakarta ternyata mendapat perhatian khusus dari Kepala Intelijen RI LB Moerdani dan dikomentari sebagai `kerja bagus dan lanjutkan!'.
Cara penanganan gali dengan cara OPK pun diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia dan korban `petrus' pun bertumbangan di mana-mana.
Yang pasti OPK memang terbukti efektif menumpas para gali dan sebenarnya juga mendapat dukungan dari masyrakat luas.
Baca: Gunung Kerinci Semburkan Abu Vulkanik, Warga Kayu Aro Panik
Hingga kini masyarakat kadang masih mengharapkan munculnya `petrus' untuk menangani aksi kejahatan yang makin marak dan brutal.
Terkait OPK yang sukses di era Orde Baru, Presiden Soeharto dalam buku otobiografinya bertajuk Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, `petrus'ditujukan untuk menimbulkan efek jera kepada para penjahat.
`Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu itu bukan lantas dengan tembakan, begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak,' ujarnya dalam buku yang terbit pada 1989 itu.
Baca: Bawang Putih Mahal, Pemprov Jambi Buat Program Bawang Putih 100 Hektare di Kerinci dan Merangin
Baca: Kementerian Pertanian Hentikan Bantuan Bibit Kedelai di Muarojambi, Ganti Bibit Jagung 1.500 Hektare
Baca: AHY Bertemu Jokowi, Beri Sinyal Demokrat Akan Terima Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara KPU
(Sumber : Benny Moerdani Yang Belum Terungkap, Tempo, PT Gramedia 2015).