TRIBUNJAMBI.COM -Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memberikan pendapatnya terkait pelaksanaan pemilu yang masih manual di Indonesia walau sudah memasuki era digital.
Hal ini bermula saat seorang netter yang mengajaknya berdiskusi soal pelaksanaan Pemilu di Indonesia, Senin (25/3/2019).
Netter tersebut menulis, saat ini zaman sudah memasuki era digital/elektronik.
Baca: Pasangan Capres Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Akan Kampanye di GBK Pada 7 April
Baca: Debat Indonesia Lawyer Club (ILC) Rocky Gerung Sebut UU Terorisme Bagai Meriam untuk Tembak Nyamuk
Baca: Kontroversi Golput, Mahfud MDTanggapi Soal Golput : Fatwa MUI Tak Bisa Dipaksakan Secara Hukum
Sayangnya, sistem Pemilu di Indonesia masih menggunakan sistem manual yaitu coblos kertas.
Netter itu juga menanyakan, kenapa Indonesia tidak menggunakan sistem pemilu elektronik atau e-election?
Padahal, secara biaya, lebih murah dan cepat, serta relatif aman dari manipulasi.
"Prof diskusi yuk, knp skrg eranya era elektronik/digital kok Pemilu kt msh manual coblos kertas knp tdk pakai e-election biayanya pasti lbh murah cepat dan relatip aman dari manipulasi gmn prof??"tanya netter dengan akun @brambarkoesuma.
Pertanyaan netter ini pun langsung dijawab Mahfud MD yang menulis, saat dirinya menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sudah ada vonis terkait pelaksanaan pemilu secara elektronik.
Menurut Mahfud MD, pemungutan suara boleh menggunakan sistem elektronik sesuai dengan tingkat kesiapan.
Baca: Kontrov
ersi Golput, Mahfud MDTanggapi Soal Golput : Fatwa MUI Tak Bisa Dipaksakan Secara Hukum
Baca: Sholawat Badar dan Artinya, Syair Pujian bagi Nabi dan Ahli Badar Ciptaan Ulama Indonesia
Baca: Soal Pakai Jas Adalah Budaya Eropa BPN Nizar Zahro Sebut Jokowi Kritik Dirinya Sendiri
Bila hingga kini belum terlaksana, artinya pelaksanan pemilu elektronik belum siap.
Masih kata Mahfud MD, kesiapan ini bukan pada teknologi, melainkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Hal ini terkait dengan kepercayaan atas keabsahan jika tidak memakai perhitungan manual.
"Waktu sy ketua MK sdh ada vonis, pemungutan suara blh pakai elektronik sesuai dgn tingkat kesiapan."
"Kalau nyatanya tdk dilakukan berarti blm siap; bkn blm siap teknologinya tapi kapasitas SDM-nya terutama terkait dgn kepercayaan atas keabsahan jika tdk memakai perhitungan manual," tulis Mahfud MD.
Mahfud MD menjelaskan, daerah-daerah yang ingin menggunakan metode e-voting dalam penyelenggaraan pilkada harus memenuhi dua syarat kumulatif.
Pertama, pelaksanaan pilkada itu tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Kedua, daerah tersebut sudah siap dari berbagai aspek.
"Daerah yang menerapkan metode e-voting sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia maupun perangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, serta persyaratan lain yang diperlukan," kata Mahfud membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Selasa (30/3/2010).
Dokumen putusan soal e-voting bisa Anda baca lewat ini.
Selain Mahfud MD, guru besar hukum dan tata negara, Jimly Asshiddiqie juga ikut mengomentari pertanyaan soal pelaksanaan pemilu elektronik di Indonesia.
Menurut Ketua Pendiri MK itu, pemilu elektronik belum bisa dilakukan di Indonsia karena masih banyak politisi dan masyarakat yang menentang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pemilu.
Mereka, lanjut Jimly Asshiddiqie, tidak yakin, TIK tidak dipakai untuk kecurangan.
"Iya benar sekali. Tapi masalah masih banyak politisi dan warga masyarakat kita yg selalu menentang pemanfaatan ICT dlm pemilu karena tidak yakin ICT tidak dipakai utk kecurangan."
"Tidak percaya iptek sama dg tidak percaya diri sendiri," tulis Jimly Asshiddiqie.