TRIBUNWIKI Panglima TNI Kelahiran Jambi Jabat KSAD, Panglima TNI Menteri Pertahanan Bersamaan

Penulis: Duanto AS
Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jenderal TNI (Purn) Edi Sudradjat, kelahiran Jambi.

Di depan Jenderal TNI ini, Benny Moerdani yang membela Kopassus Agus Hernoto pernah membanting baret merah. Saat itu suasana tegang.

TRIBUNJAMBI.COM - Jenderal TNI ini satu-satunya orang yang pernah menjabat KSAD (Kepala Staf TNI AD), Panglima ABRI dan Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia dalam waktu bersamaan. Dia putra kelahiran Jambi.

Banyak yang tidak mengetahui bahwa Jenderal TNI (Purn) Edi Sudradjat merupakan putra kelahiran Jambi, sebagaimana informasi dihimpun TRIBUNWIKI.

Edi Sudradjat lahir di Jambi pada 22 April 1938 dan meninggal di Jakarta, 1 Desember 2006.

Baca Juga:

 Kisah Sniper Kopassus Misterius, Bawa 50 Peluru Habisi 49 Orang, 1 Peluru untuk Diri Sendiri

 Denjaka Kopaska Kopassus Meluncur di Laut, Perompak Somalia Tak Bekutik Minta Ampun

 Jenderal Jebolan Kopassus Terbang ke Thailand, 4 Penyanderaan yang Diselesaikan Pasukan Elite TNI

 TRIBUNWIKI - 9 Danau di Jambi dengan Keunikan yang Berbeda Beda, Tertinggi di Asia Tenggara

 TRIBUNWIKI - Daftar Artis Asal Jambi yang Sukses di Jakarta, Ada Juga Sutradara dan Penyanyi

Masa kecil Jenderal TNI Edi Sudradjat di Jambi, namun secara spesifik tak disebutkan di mana.

Kariernya sebagai perwira pada zaman Orde Baru cukup moncer.

Karier Militer

Informasi yang dituliskan di wikipedia, Edi Sudradjat merupakan lulusan Akademi Militer Nasional angkatan pertama (1960), sekaligus lulusan terbaik angkatan itu.

  • 1960: Setelah lulus, Edi Sudrajat ditugaskan sebagai Komandan Peleton di Batalyon Infanteri 515/Tanggul, Jember.
  • 1961–1962: berpartisipasi dalam Operasi Trikora selama dua tahun
  • 1960-an: Edi Sudradjat ditugaskan dalam operasi melawan pemberontakan Republik Maluku Selatan, Organisasi Papua Merdeka, dan Gerakan 30 September.
  • 1980: Edi Sudradjat menjadi Brigadir Jenderal, menjabat Panglima Komando Tempur Lintas Udara Kostrad.
  • 1981-1983: Panglima Kodam II/Bukit Barisan di Medan dengan pangkat Mayor Jenderal
  • 1983-1985: Kariernya melejit lagi, menjadi Pangdam Kodam III/Siliwangi di Bandung
  • 1985-1986: Diangkat sebagai Asisten Operasi Kasum ABRI.
  • 1986- 1988: Menjadi Letnan Jenderal untuk jabatan Wakil Kepala Staf TNI AD.
  • 1988-1993: Menjadi Kepala Staf TNI-AD.
  • 1993: Panglima ABRI, menggantikan Try Sutrisno.

Edi Sudradjat adalah perwira tinggi pertama lulusan AMN yang menjadi Panglima ABRI. Pada tahun yang sama, ia diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan dalam Kabinet Pembangunan VI. ( TRIBUNWIKI)

Jabatan rangkap tersebut ia laksanakan sebelum ia menyerahkan jabatan Panglima ABRI kepada Jenderal TNI Feisal Tanjung, mantan Kasum ABRI yang melejit setelah memimpin DKP pada kasus Santa Cruz, Timor Leste.
Back to Basic

Saat menjabat KSAD, Edi Sudradjat termasuk pimpinan TNI yang menyerukan gerakan back to basic atau "kembali ke barak" bagi tentara. Artinya tentara harus mulai meninggalkan bisnis militernya dan benar-benar berkonsentrasi pada tugas-tugasnya sebagai garda bangsa yang profesional.

Jenderal TNI (Purn) Edi Sudradjat meninggal dunia pada Jumat, 1 Desember 2006, akibat gangguan paru-paru di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Jenazahnya Dimakamkan di TMP Kalibata. ( TRIBUNWIKI)

Panglima TNI dari Masa ke Masa

Melansir artikel kompas.com karya Iwan Santosa, Tentara Nasional Indonesia mengalami pasang surut dari masa ke masa sejak kemerdekaan RI pada 1945 dengan kepemimpinan yang didominasi perwira tinggi TNI Angkatan Darat.

Harus diakui, TNI AD turut memengaruhi wajah politik RI, terutama pada era Orde Baru, saat kepemimpinan militer waktu itu dinamai Angkatan Bersenjata RI (ABRI, di dalamnya termasuk Polri), terhegemoni oleh AD.

Pada perang kemerdekaan RI, Panglima TKR (cikal bakal TNI), yakni Jenderal Sudirman, tampil bersama Tan Malaka dalam Persatuan Perjuangan, Januari 1946, menentang perundingan dengan Belanda jika pemerintah kolonial tidak mengakui kemerdekaan RI terlebih dahulu.

"Lebih baik kita diatom (dibom atom) daripada merdeka kurang dari 100 persen," kata Sudirman dalam pidato Persatuan Perjuangan yang membuat heboh.

Sejarah mencatat perang kemerdekaan RI (1945-1949) yang dimotori perjuangan senjata dan diplomasi internasional RI memenangi konflik yang diakhiri dengan Pengakuan Kedaulatan pada Desember 1949.

Sejarawan Belanda dari Nederlands Instituut Voor Militaire Historie, Anselm J van der Peet, dalam berbagai wawancara di Den Haag, Belanda, dan di Jakarta mengatakan, komandan AL Belanda di Hindia Belanda ketika itu, Laksamana Muda Albertus S Pinke, bersikeras memperkuat armada laut dan mengepung RI yang sedang berjuang membebaskan diri dengan menutup lautan. ( TRIBUNWIKI)

Komandan tertinggi militer Belanda, Jenderal Simon H Spoor, justru memilih memperkuat kekuatan darat.

"Indonesia bisa terus menerobos blokade laut dan Belanda kalah," kata Van der Peet mengingatkan pentingnya maritim dalam perang di Nusantara.

Selanjutnya, wajah kepemimpinan TNI didominasi AD yang sejak 1950-an mendominasi beragam badan usaha yang diambil alih dari Belanda.

Jenderal TNI (Purn) Edi Sudradjat, kelahiran Jambi. (capture lebahmaster.com)

Menurut sejarawan alumnus Universitas Diponegoro, Semarang, Bonnie Triyana, badan-badan usaha itu dijadikan sarana memperkaya pundi pribadi pejabat AD.

"Pada era Soekarno ada semacam jabatan panglima, tetapi tiang matra militer dan Angkatan Kepolisian memiliki menteri sendiri yang punya kewenangan. Baru pada Orde Baru kekuasaan dipegang TNI AD sesuai hasil Seminar Angkatan Darat 1966 di Bandung yang menegaskan Dwi Fungsi," kata Bonnie.

Kekuasaan TNI AD dimulai ketika Soeharto menjadi Pejabat Presiden RI pada 1967 yang sekaligus merangkap pada 1968-1973 menjadi Panglima ABRI, kini TNI.

Lalu, pada 1974-1978, Panglima ABRI dijabat Jenderal M Pangabean.
Selanjutnya, Jenderal M Jusuf yang dikenal lurus dan jujur menjadi Panglima TNI pada 1978-1983.

Setelah itu Jenderal L Benny Moerdani menjadi Panglima TNI pada 1983-1988.

Memasuki era 1990-an, Jenderal Try Sutrisno menjadi Panglima TNI pada 1988-1993.

Jenderal Edi Sudrajat menjadi Panglima TNI dalam waktu singkat, 1993-1993

lalu digantikan Jenderal Feisal Tanjung (1993-1998), ketika rezim Orde Baru juga berakhir dengan pengunduran diri Soeharto dari kekuasaan 32 tahun lebih dengan kondisi ekonomi dan politik yang kacau-balau.

Pada masa peralihan, Panglima TNI dijabat Jenderal Wiranto (1998-1999).
Perubahan paradigma

Memasuki era Presiden BJ Habibie, dimulai tradisi baru dengan diangkatnya Laksamana Widodo AS menjadi Panglima TNI pada 1999-2002.

Selanjutnya, pada era Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati, dan awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Panglima TNI kembali dijabat Jenderal TNI AD, yakni Endriartono Sutarto (18 Juni 2002-13 Februari 2006).

Pemerintahan Yudhoyono kemudian melanjutkan tradisi bergiliran antarmatra TNI dengan mengangkat Marsekal Djoko Suyanto, teman seangkatan sebagai Taruna Akabri 1973, sebagai Panglima TNI tahun 2006-2007.

Tradisi masih dipegang Yudhoyono dengan mengangkat Laksamana Agus Suhartono dari TNI AL menjadi Panglima TNI pada 2010-2013.

Selanjutnya, Yudhoyono memberikan giliran TNI AD dengan mengangkat Jenderal Moeldoko sebagai Panglima TNI sejak Agustus 2013. 

Presiden Joko Widodo mengangkat Jenderal Gatot Nurmantyo, dan tak meneruskan tradisi menggilir antarmatra dalam memimpin TNI, setidaknya untuk saat ini.

Setelah Gatot Nurmantyo, jabatan Panglima TNI dipegang Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. ( TRIBUNWIKI)

IKUTI KAMI DI IG

 Pendaki Kopassus Iwan Terayun Kencang di Tebing Puncak Everest, Hantu Gunung Hanya Bisa Melongo

 Daftar Danjen Kopassus sejak 1952-Sekarang, Ungkap Misi Rahasia dengan CIA

 Kisah Sniper Kopassus Misterius, Bawa 50 Peluru Habisi 49 Orang, 1 Peluru untuk Diri Sendiri

 Syahrini Unfollow Hotman Paris di Instagram, Padahal Beberapa Hari Lalu Kirim Pesan WA, Karena Ini?

Berita Terkini