Kisah Nyata Tentara Gurkha Tak Takut Mati: "Mesin" Perang yang Bikin Merinding Musuh

Editor: ridwan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasukan Gurkha bertempur pakai pisau Kukri

Orang Gurkha selalu dijadikan prajurit yang menjadi ujung tombak peperangan. Orang Gurkha kurang menyukai kelas dan buku pelajaran, karenanya mereka akan lebih tepat dididik langsung di medan laga. Jadikan mereka prajurit pelacak, penyergap, atau pasukan komando kecil.

Tempatkan mereka di medan laga yang paling berbau mesiu. Tunjuk dan tugasi mereka mendatangi lokasi musuh, kalau perlu mereka sanggup menatap mata musuh-musuhnya sambil mengayukan kukri ke lambungnya.

Pertempuran jarak dekat satu lawan satu adalah spesialisasi prajurit Gurkha. Tapi mereka juga terkenal mahir menggunakan senapan panjang yang bisa dikendalikan bidikannya. Perlengkapan prajurit Gurkha memang amat sederhana. Cukup sebuah senapan panjang, sebuah bayonet, dan sebilah pisau kukri. Tidak perlu senjata canggih dan berat lainnya.

Membiayai prajurit Gurkha juga amat mudah bin gampang. Mereka tak pemilih dan memakan segala makanan, kecuali daging sapi. Suhu udara sepanas gurun atau sebeku kutub bukan alangan bagi prajurit Gurkha untuk beraksi. Orang-orang dari kaki Pegunungan Himalaya ini memang sudah terbiasa hidup di segala cuaca. Barangkali karena itulah pemerintah Singapura hingga saat ini masih tetap mempertahankan resimen Gurkha dalam jaringan keamanan negaranya. Bahkan pernah santer diberitakan, Papua Nugini pun berniat memanfaatkan kebolehan para prajurit Gurkha untuk menjaga keamanan negaranya.

Ketika PD I meletus, hampir semua pasukan India dan Gurkha diboyong Inggris untuk menghadapi bala tentara Jerman di medan tempur Eropa. Bersamaan dengan itu, pengadaan tentara sukarelawan bertambah banyak. Jumlah prajurit Gurkha pun terus membengkak sampai menjadi 38 batalion.

Di kancah pertempuran Eropa inilah pasukan Gurkha dan tentara India mendapat pengalaman baru di medan tempur. Paling tidak mereka menjumpai tempat, kondisi, dan iklim yang relatif belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Yakni kombinasi musim dingin dengan curah hujan agak tinggi yang menyebabkan medan tempur berlumpur. Ini terutama didapati di medan tempur Barat.

Di kancah inilah terlihat perbedaan penampilan dan daya tempur pasukan India dan Gurkha. Sementara pasukan India nyaris putus asa menghadapi ganasnya medan, gerombolan Gurkha dengan mudah dapat mengatasi kesulitan alam ini.

Sebuah ilustrasi bisa dikemukakan sehubungan dengan keberanian dan keandalan serdadu Gurkha. Batalion 2 dari Resimen II Gurkha yang bertugas di Desa Neuve Chapelle, Prancis, bulan November 1914, membuktikan citra kegagahberanian mereka.

Baru tiba tiga hari di tempat itu, mereka dihujani bom oleh pasukan artileri Jerman yang mendapat dukungan infanteri. Dengan cepat Gurkha mulai menyusun strategi pertahanan, namun belum sampai terbentuk keburu dihujani meriam Jerman.

Keberhasilan Gurkha bertahan sampai kemudian menang di Neuve Chapelle menjadi inspirasi rekan-rekannya sebatalion yang berada pada posisi La Qinque Rue. Hampir semua anggota regu tersebut musnah oleh ledakan bom ranjau Jerman.

Tapi regu pendampingnya tetap gagah berani mempertahankan posnya. Mengetahui kalau yang mempertahankan pos tersebut hanya satuan pendamping, Jerman semakin mengeksploitasi serangannya. Korban Gurkha dan pihak Inggris mencapai 152 orang, dalam pertempuran yang berlangsung selama 48 jam sebelum Gurkha menyerahkan posisi itu kepada batalion lain.

Akhirnya, pada bulan November 1915 batalion 2 tersebut ditarik dari Prancis. Setelah dihitung, 177 tentara Gurkha tewas sementara 825 terluka. Meski jumlah itu merupakan kehilangan besar, toh di Nepal pendaftaran dan pendidikan tentara baru bisa dilakukan dengan cepat. Tenaga baru ini siap setiap saat dikirim ke medan perang menggantikan teman-temannya.

Di medan PD I itu pengalaman memang bisa disebut komoditi yang bisa didapat dengan mudah, meski bagi Gurkha harus dibayar dengan sangat mahal.

Kemudian di kancah PD II, nama Gurkha seakan-akan paten sebagai "mesin" perang yang menakutkan lawan. Di mana saja barisan Gurkha ini dihadirkan, selalu akan mencuat kisah nyata tentang keberanian serdadu yang berperawakan tak besar, serta beraut muka lain dari umum. Juga pisau kukri Gurkha, sudah menjadi cap maut dan lambang khas tentara Gurkha dalam menunaikan tugas, atau menyelesaikan nyawa lawannya.

"Karier" perang Gurkha yang berciri "tak takut mati" itu, sejak awal PD II terperaga lagi di pelataran perang di Afrika Utara, Timur Tengah, Eropa, Malaya, dan Myanmar (Birma). Walau akhirnya tercatat jumlah Gurkha yang tewas dan terluka sampai 20.000 orang, namun kenyataan di lapangan menunjukkan tentara Gurkha ini memang manusia perang sejati.

Halaman
1234

Berita Terkini