Sudjiwo Tedjo Tolak RUU Permusikan, Ini 4 Alasan Musisi Menolak, dan Penjelasan Soal Pasal Karet
TRIBUNJAMBI.COM - Sujiwo Tejo ikut menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan.
Melalui kicauan Twitternya, Senin (4/2/2019) Sujiwo Tejo melontarkan beberapa tweet terkait sikap penolakannya.
Dalam tweet pertama, Sujiwo Tejo menerangkan bahwa jika RUU Permusikan sudah disahkan, akan mengakibatkan adanya polemik yang absurd.
Sujiwo Tejo mengistilahkannya dengan 'Debat kusir imajiner'.
"1) 'Selaku Jande mude yg bername Fatime gue lapor polisi karena gue gak gitu2 amat kek di Lagu Fatime Jande Mude'
'Lho, Ini bukan Fatime kamu. Fatime yg lain..'
Debat kusir imajiner ini betul2 akan terjadi bila pasal karet dlm RUU Permusikan disyahkan #TolakRUUPermusikan," kicau Sujiwo Tejo.
Baca: Angie Ang Sebut Mantan Pacarnya Cari Gara-gara, Ge Pamungkas Langsung Ngamuk, Istrinya Komentar
Baca: Pengakuan PSK Dibooking 2 Jam, Kenakan Baju Seksi, Namun Hal Aneh Ini yang Diminta Pelanggannya
Baca: Uang Korupsi Untuk Bayar Utang Judi, Terjadi di Malaysia, Negara Tanggung Kerugian 1 Miliar Dolar AS
Tweet kedua masih dalam konteks yang sama dengan tweet yang pertama.
Sujiwo Tejo menjelaskan, jika RUU Permusikan disahkan, seseorang bisa dengan mudah mempolisikan seorang pemusik hanya karena isi dari lirik-lirik lagunya.
"2) 'Naik motor gede enak bisa mengosongkan jalanan..'
Dgn lirik itu pemusik bs dilaporkan polisi oleh organisasi moge, jk ada anggota moge nggak suka ke pemusik tersebut.
Realitas khayalan ini akan jd realitas konkret jk pasal karet RUU Permusikan disyahkan #TolakRUUPermusikan," kicau Sujiwo Tejo lagi.
Terakhir, Sujiwo Tejo menyindir untuk membuat RUU tulisan di bokong truk.
Karena tulisan di bokong truk kerap menampilkan tulisan-tulisan yang menimbulkan ketersinggungan jika tidak ditanggapi dengan candaan.
"3) Ndak usah syair lagu aja. Kenapa gak sekalian bikin 'UU Tulisan2 Bokong Truk'... bikin pasal karet penistaan juga .. pasti banyak janda/kembang desa lapor polisi gegara ditersinggung-tersinggungkan oleh yg bayar dia agar melapor.
#TolakRUUPermusikan," kicau Sujiwo Tejo.
4 Alasan kenapa RUU Permusikan harus ditolak
TribunSolo.com melansir dari Kompas.com, sebanyak 260 musisi yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan menolak pengesahan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan.
Baca: Kepala Samsat Batanghari Beberkan Alasan Batanghari Tak Punya Mesin Cetak Pelat Kendaraan
Baca: Berniat Jadi Tukang Las Bawah Air, Setahun Gajinya Rp771 Juta, Berikut 7 Fakta Pekerjaan Itu
Baca: Polemik RUU Permusikan, Ini Sebabnya Anang Hermansyah Dikecam, Kini Bantah Dirinya Perumus
Koalisi menilai tidak ada urgensi bagi DPR dan Pemerintah untuk membahas serta mengesahkan RUU Permusikan untuk menjadi Undang-Undang.
Sebab, draf RUU Permusikan dinilai menyimpan banyak masalah yang berpotensi membatasi, menghambat dukungan perkembangan proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik.
Atas penolakan itu, koalisi juga menginisiasi petisi daring penolakan RUU Permusikan melalui www.change.org.
Hingga Selasa (5/2/2019) pukul 10.00 WIB, sebanyak 170.323 orang telah mendukung petisi tersebut.
Setidaknya terdapat empat alasan yang mendasari ratusan musisi dari berbagai genre itu menolak RUU Permusikan. Keempat alasan tersebut adalah:
1. Pasal Karet
Salah satu pasal yang dipersoalkan oleh koalisi adalah Pasal 5.
Pasal itu berisi larangan bagi setiap orang dalam berkreasi untuk:
(a) mendorong khalayak melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya;
Baca: Remaja Ditemukan Sudah Jadi Mayat di Kolong Kasur, Bau Miras Menyengat, Ditemukan Kejanggalan
Baca: Puluhan Pejabat Eselon II Muarojambi Akan Diganti, Bupati Masnah Masih Rahasiakan Waktunya
Baca: Ahmad Dhani Dipenjara, Malam-malam Prabowo Datang ke Rumah Mulan Jameela, Janjikan Ini ke Keluarga
(b) memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan ekspoitasi anak;
(c) memprovokasi pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan;
(d) menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
(e) mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
(f) membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
(g) merendahkan harkat dan martabat manusia.
Menurut Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca, pasal tersebut bersifat karet dan membuka ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk melakukan persekusi.
Selain itu, Cholil menilai pasal tersebut bertolak belakang dengan semangat kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi yang dijamin oleh UUD 1945.
“Pasal karet seperti ini membukakan ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai," kata Cholil seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (4/2/2019).
2. Memarjinalisasi musisi independen dan berpihak pada industri besar
Koalisi menilai RUU Permusikan memuat beberapa pasal yang mensyaratkan sertifikasi pekerja musik.
Baca: Wartawati Tribun Jabar Daianiaya saat Akan Meliput, Pelaku Diduga Seorang Wanita
Baca: Jembatan Gentala Arasy, Ikon Kota Jambi yang Kini Butuh Perhatian
Baca: Olimpiade Bahasa Jerman 2019, Siswa SMAN 1 Raih Peringkat 7 Nasional
Pasal itu dinilai berpotensi memarjinalisasikan musisi independen.
Pasal 10 RUU Permusikan mengatur distribusi karya musik dengan tidak memberikan ruang kepada musisi untuk melakukan distribusi karyanya secara mandiri.
Menurut koalisi, pasal ini sangat berpotensi memarjinalisasi musisi, terutama musisi independen.
Menurut musisi folk Jason Ranti, pasal ini menegasikan praktik distribusi karya musik oleh banyak musisi yang tidak tergabung dalam label atau distributor besar.
“Ini kan curang,” kata Jason.
3. Uji Kompetensi dan Sertifikasi
Koalisi memandang bahwa ketentuan mengenai uji kompetensi dan sertifikasi berpotensi mendiskriminasi musisi.
Di banyak negara memang memang menerapkan praktik uji kompetensi bagi pelaku musik.
Namun tidak ada satu pun negara yang mewajibkan semua pelaku musik melakukan uji kompetensi.
Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak untuk tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi.
4. Mengatur Hal yang Tak Perlu Diatur
Koalisi melihat setidaknya ada 19 pasal yang bermasalah. Mulai dari ketidakjelasan redaksional, ketidakjelasan subyek dan obyek hukum yang diatur, hingga persoalan atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.
Baca: Kepala Samsat Batanghari Beberkan Alasan Batanghari Tak Punya Mesin Cetak Pelat Kendaraan
Baca: Angie Ang Sebut Mantan Pacarnya Cari Gara-gara, Ge Pamungkas Langsung Ngamuk, Istrinya Komentar
Baca: Pengakuan PSK Dibooking 2 Jam, Kenakan Baju Seksi, Namun Hal Aneh Ini yang Diminta Pelanggannya
Misalnya, pasal 11 dan pasal 15 hanya memuat informasi umum tentang cara mendistribusikan karya yang sudah diketahui dan banyak dipraktikkan oleh para pelaku musik serta bagaimana masyarakat menikmati sebuah karya.
Kedua pasal ini dianggap tidak memiliki bobot nilai yang lebih sebagai sebuah pasal yang tertuang dalam peraturan setingkat Undang-undang.
Demikian pula dengan pasal 13 tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia.
Koalisi menilai penggunaan label berbahasa Indonesia pada karya seni seharusnya tidak perlu diatur. (*)
TONTON VIDEO: Detik-detik Lieus Sungkharisma Mengamuk karena tak Diizinkan Jenguk Ahmad Dhani
IKUTI INSTAGRAM KAMI: TER-UPDATE TENTANG JAMBI
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Sujiwo Tejo Tolak RUU Permusikan: Kenapa Gak Sekalian Bikin UU Tulisan Bokong Truk