Pada pertengahan 1964 konfrontasi Indonesia-Malaysia makin memuncak, apalagi setelah pasukan TNI AU menerjukan sekitar 100 pasukan ke wilayah Labis dan Johor.
Kiriman pasukan elite itu nyaris menyulut aksi balasan besar-besaran yang akan dilancarkan oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut Inggris ke wilayah Indonesia, khususnya Jakarta.
Jika pesawat-pesawat tempur RAF yang berpangkalan di Singapura sampai menyerang Jakarta, konflik Indonesia-Malaysia pasti berubah menjadi kondisi yang sangat merugikan Indonesia.
Demi mengatasi hal terburuk itu, Mayor Benny Meordani yang sedang bertempur di Kalimantan Utara pun dipanggil pulang ke Jakarta pada Agustus 1964.
Baru Datang Beberapa Personel, Denjaka sudah Habisi Perompak Somalia, Kayak Film Captain Phillips
Daftar 8 Jenderal Polisi yang Naik Pangkat dan Puluhan Jenderal TNI yang Mutasi
Nuryani Jatuh ke Septic Tank, Tiga Orang Menolong, Tapi Semuanya Malah Tewas di Dalamnya
Untuk pulang ke Jakarta dari pedalaman Kalimantan bukan hal yang mudah bagi Benny.
Ia harus berjalan kaki selama empat hari ke kawasan Long Sembiling, lalu melewati belasan jeram sebelum mencapai sungai besar yang menjadi sarana transportasi utama di Kalimantan.
Setelah menyusuri sungai tersebut, Benny pun tiba di Tarakan dan langsung terbang ke Jakarta.
Menyadari bahwa jika pasukan Inggris sampai mengerahkan seluruh kekuatannya akan berakibat fatal, pemerintah Indonesia pun segera melalukan penyempurnaan terhadap organisasi pertahanannya.
Komando Siaga (KOGA) yang menurut Bung Karno dianggap tidak berjalan efektif, diubah menjadi Komando Mandala Siaga (KOLAGA).
Dalam struktur komando ini Marsekal Omar Dhani tetap menjabat sebagai panglima, namun kekuasaannya mulai berkurang karena wilayah komandonya dibatasi hanya di mandala Sumatera dan Kalimantan.
Kewenangan Komando Omar Dhani semakin surut, setelah pada 1 Januari 1965 Bung Karno menunjuk Mayjen Soeharto sebagai Wakil Panglima I Kolaga.
Bung Karno menunjuk Soeharto karena merupakan panglima perang yang sedang sangat dipercayainya.
Wibawa Omar Dhani pun makin merosot akibat kehadiran Soeharto yang sukses menggelar Operasi Trikora (1960-1963) dalam upaya merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
Sebagai Wakil Panglima I Kolaga dan sekaligus Panglima Kostrad, Soeharto segera melaksanakan perjalanan di seluruh wilayah Kalimantan Utara dan Sumatera Utara.
Dari semua wilayah yang dikunjungi, sesuai perintah Dwikora akan dilaksanakan serangan besar-besaran terhadap Malaysia.