Sebab, pada era itu memang terjadi sejumlah peristiwa pembangkangan militer.
Para teroris yang diadili mengaku kenal Lubis. Namun, selama persidangan, tidak pernah ada bukti dan petunjuk bahwa Lubis mendalangi aksi teror itu.
Hingga sekarang, Lubis belum pernah diajukan ke pengadilan untuk memperjelas kasusnya.
Daan Mogot, bekas rekannya yang belajar bersama di Seinen Dojo di Tangerang pada era penjajahan Jepang, tidak pernah yakin Lubis berada di balik Peristiwa Cikini.
Ia justru menduga ada rekayasa yang dilakukan oleh pihak tertentu sebagai tindak lanjut pelaksanaan Piagam Yogya.
"Dengan meletusnya teror Cikini, perundingan menjadi mentah. Sebaliknya, radikalisme semakin merangsang semua pihak yang selama itu baru dalam tahap berbeda pendapat," demikian kata Daan Mogot.
"Masa seluruh pelaku teror tersebut dalam sehari semuanya sudah bisa digulung? Mana mungkin kalau bukan hasil rekayasa...," lanjut dia.
Berikut ini pergantian nama organisasi intelijen negara dari 1946-sekarang:
- BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia)
- BKI (Badan Koordinasi Intelijen)
- BPI (Badan Pusat Intelijen)
- KIN (Komando Intelijen Negara)
- BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara)
- BIN (Badan Intelijen Negara)
Semboyan Veloc et Exactus
As'ad menuturkan, kerahasiaan merupakan kunci keberhasilan BIN di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam mengamankan negara.
Ketika kedok seorang agen terbongkar dan misinya diketahui pihak lain, dapat dikatakan agen itu gagal.
Ia mencontohkan sebuah operasi intelijen yang baik dalam mencari informasi dan mengolahnya sebagai laporan yang baik.
"Misalnya ketika Khruschev (Presiden Uni Soviet) sakit. Tentu itu memiliki makna yang penting bagi stabilitas sosial saat itu," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/2/2016) kemarin.
Seorang agen yang andal tak hanya mencari informasi di media massa.
Ia akan pergi ke rumah sakit untuk melakukan cek, ricek, dan kroscek mengenai kondisi Khruschev.