Namun, pada hujaman yang ketiga, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang sangat keras.
"Tepat pada hantaman linggis yang ketiga kali, tiba-tiba duaarrr!! Terdengarnya suara ledakan itu, membuat mereka saling berpandangan.
Mereka juga berusaha menerka dari mana asal suara keras tersebut.
"Bukan seperti bunyi petir, lebih mirip dengan kalau sebuah bom besar meledak di atas cungkup Astana Giribagun. Dan kami semua terdiam karena kenyataannya tidak ada yang porak-poranda," sambung Sukirno.
Selain itu, seusai peristiwa ledakan itu, sama sekali tidak ada benda yang bergeser dari tempatnya sebagai akibat bunyi ledakan keras tersebut.
Terkait ledakan tersebut, Begug Purnomosidi yang saat itu menjadi Bupati Wonogiri mengatakan, ledakan itu merupakan isyarat.
"Alhamdulillah, ini mengisyaratkan bahwa Pak Harto benar-benar orang besar. Bumi mengisyaratkan penerimaannya terhadap jenazah beliau," ucap Begug menengahi keheningan.
Selanjutnya, penggalian itu dilakukan Sukirno dengan hati sedih.
"Saya melanjutkan penggalian makam dengan hati yang sedih. Tidak mungkin lagi berebut cerutu bekas isapan Pak Harto, yang kemudian saya nikmati di depan teman-teman yang memandang dengan iri," ujar Sukirno.
Soeharto kumpulkan seluruh anaknya
Dalam sejarah Indonesia, Soeharto bisa dicatat sebagai seseorang yang menjadi presiden terlama.
Sebab, Soeharto berkuasa di Indonesia selama 32 tahun.
Namun, kekuasaan Soeharto jatuh pada tahun 1998. Itu setelah munculnya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Bulan Mei 1998 pun akhirnya memiliki catatan penting bagi perjalanan bangsa Indonesia.
Sebab, saat itu Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya.
Belakangan, alasan sebenarnya pengunduran diri Soeharto sebagai seorang presiden pun diungkap sang anak, Siti Hediati Hariyadi Soeharto, atau yang biasa disapa Titiek Soeharto.
Pada 11 Maret 1966, Presiden Sukarno, diikuti Mayjen Soeharto mengumumkan Surat Perintah Sebelas Maret di Istana Bogor.
Titiek mengungkapkannya dalam buku "Pak Harto, The Untold Stories" tahun 2012.
Dalam buku itu, Titiek mengungkapkan, sebelum mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden, Soeharto memanggil seluruh anaknya.