Laporan Wartawan Tribunjambi.com, Mareza Sutan A J
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Di aula SD Xaverius I Jambi, sekira 250 orang berkumpul mendengarkan tuturan bedah buku 'The Power of Menyerah', sebuah biografi Mgr Aloysius Sudarso SCJ, Minggu (2/11/2018).
Bedah buku itu disampaikan Uskup Agung Palembang, Mgr Aloysius Sudarso, SCJ, Dr Yulius Sunardi, SCJ dan Dr Hendro Setiawan, serta dimoderatori Wahyu Tri Haryadi.
Dalam bedah buku bertajuk 'Menimba Kekayaan Rohani dari Mgr Aloysius Sudarso, SCJ itu, Hendro Setiawan menyampaikan, judul tersebut merupakan sebuah paradoks. Namun, kata dia ada beberapa hal yang harus dipahami dalam penuturan 'menyerah' dalam buku itu.
"Dalam buku The Power of Menyerah, saya menemukan tiga proses menyerah. The Power of Menyerah bercerita tentang proses menyerah kepada Tuhan," terangnya.
Menurutnya, seringkali orang-orang mengukur sebuah kesuksesan dengan material. Sementara itu, dalam buku tersebut disebutkan, kesuksesan dapat diukur melalui kekayaan rohani.
"Hadiah seringkali diukur dalam bentuk uang, sehingga orang sering cenderung mengukur sukses dengan material. Padahal sebenarnya, untuk sukses, orang berusaha mengandalkan ilmu pengetahuan, dan proses menyerah kepada Tuhan," tuturnya.
Baca Juga:
Garuda Indonesia Vintage Flight Experience Hadir 7-17 Desember 2018, Pramugari Bernuansa Vintage
CEK NAMA di Sini, Link Pengumuman Peserta Lolos SKD CPNS 2018 di Beberapa Instansi
Kondisi Zumi Zola di Dalam Rumah Tahanan, Jelang Vonis pada 6 Desember 2018
Selanjutnya, dalam acara yang diselenggarakan oleh Rumah Dehonian dan DPP Santa Theresia Jambi itu, Hendro Setiawan menyampaikan, buku tersebut mengajarkan proses jalan ke puncak.
"Buku ini menceritakan kisah pembentukan jalan keutamaan menuju Allah dan kerajaan kasih-Nya," katanya.
Dalam mencapai jalan menuju Allah itu, menurutnya, membutuhkan keutamaan dan praktik unggul, kearifan, serta kesederhanaan. Untuk mencapai proses itu, lanjutnya, dibutuhkan iman, harapan, dan kasih, seperti yang terdapat dalam diri Aloysius Sudarso.
"Karena di dalam diri beliau ada iman, ada harapan, dan ada kasih. Itulah yang membuat kita memahami Allah," kata dia.
Menurutnya, dari Aloysius Sudarso, dapat dipetik pelajaran mengenai keutamaan kardinal.
Penulis buku ini, Elis Handoko, menceritakan penulisan buku itu berawal dari rasa penasarannya, yang kemudian dia tulis selama 1,5 bulan.
"Buku ini berawal dari rasa penasaran saya. Bagaimana seorang bisa selalu damai, tenang menghadapi kehidupannya. Sebenarnya saya sudah lama ingin menulis ini. Kemudian ketika ada kesempatan berjumpa, saya cerita. Beberapa kali saya menjumpai beliau lalu menuliskan buku ini selama 1,5 bulan. Saya beberapa kali berjumpa dengan monsinyur dan saya bertutur, bercerita tentangnya," tuturnya.
Lebih lanjut, Aloysius Sudarso turut menceritakan kisahnya.
Dia menyampaikan, pada Maret 2019 mendatang, dia akan genap menjadi uskup selama 25 tahun.
"Waktu pertama kali saya diminta jadi uskup, saya menolak. Saya sampai kirim permohonan, tapi permohonan saya ditolak. Bayangkan, gara-gara itu saya turun 5 Kg," kenangnya, yang disambut tawa pendengar.
Dia menceritakan, dari sanalah akhirnya menyerah dan menerima ketentuan Tuhan. Menurutnya, iman membutuhkan penyerahan.
"Menyerah adalah sebuah syarat bagi saya untuk menguatkan iman. Saya mengalami penyerahan itu, adalah penyerahan iman. Kita hidup butuh menyerah, mati pun kita berarti menyerah," terangnya.
Dalam acara yang berlangsung sejak pukul 17.00 WIB hingga sekitar 20.30 WIB itu, satu di antara panitia, Erni Sipayung, kepada Tribunjambi.com menyampaikan, acara ini sebagai sarana pembelajaran rohani kepada Uskup Agung Palembang, Aloysius Sudarso.
Dia berharap kegiatan itu dapat memberi pemahaman rohani.
"Harapan kita lebih kepada umat. Di sini kita berharap agar umat memahami maksud dari menyerah itu. Menyerahlah pada kehendak Tuhan, jangan melawan. Tinggal kita nikmati jalannya," tutupnya.
Baca: Pramugari AirAsia Ini Diburu Netizen Gara-gara Parasnya Seperti Ini
Baca: Garuda Indonesia Vintage Flight Experience Hadir 7-17 Desember 2018, Pramugari Bernuansa Vintage
Baca: Perubahan Seragam Pramugari Garuda Indonesia, dari 1949 hingga Saat Ini, Mana yang Paling Keren?