TRIBUNJAMBI.COM - Banyak kisah tentang sosok Soeharto orang-orang di lingkarannya, saat menjabat presiden ke-2 Indonesia.
Selain sebagai presiden, Soeharto pernah memenangkan sejumlah peperangan yang dipimpinnya, baik sebelum maupun pasca kemerdekaan.
Ada orang yang mempercayai, selain punya kemampuan memimpin perang, Soeharto juga punya kekuatan magis.
Suatu ketika, Prabowo Subianto (yang saat itu merupakan menantunya) hendak ditugaskan memimpin sebuah operasi, Soeharto memanggilnya supaya menghadap.
Dalam benak Prabowo, ia akan mendapat "sangu" (bekal) dari orang nomor 1 di Indonesia kala itu.
"Saat itu, saya sedang dihadapkan pada operasi penting. Saya diminta untuk menghadap Pak Presiden. Ketika itu, di benak saya disuruh menghadap pasti dapat sangu dari mertua," ujar Prabowo di Depok dalam acara rakornas PKS, Januari 2016.
Namun, ternyata apa yang diberi Soeharto di luar dugaannya.
Baca: Kesepakatan Prabowo Subianto dengan Presiden PKS tentang Kursi Wagub DKI Jakarta, Diungkap Taufik
Baca: Pengawal Pribadi Beberkan Makanan Favorit Presiden Soeharto Adalah Sayur Lodeh, Ini Resepnya
Baca: Jejak Karier Yusril Ihza Mahendra, dari Bangsawan, Penulis Pidato Soeharto hingga Jadi Menteri
Baca: Ini Jenis Jimat yang Diselipkan Puluhan Peserta Tes CAT CPNS 2018 Dalam Bra dan Celana Dalam
Yang didapat justeru adalah 3 nasihat tak terduga.
"Kata bapak saat itu, saya titip tiga hal, yakni ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo."
"Mengerti? Saya jawab, siap mengerti. Kemudian beliau menjawab, ya sudah selamat bertugas. Jadi sangu saya tiga hal itu, saya tadi berharap dapat sangu ongkos," kata Prabowo yang disambut tawa para peserta rakornas.
Lalu apa arti ketiga kalimat yang layaknya ‘jimat’ itu?
Seorang Kompasianer Bambang Irawan pernah mengulas tiga nasihat Soeharto kepada Prabowo tersebut.
Berikut penjelasannya:
OJO LALI ( Jangan Lupa), mempunyai makna bahwa kita tidak boleh lupa akan keberadaan kita didunia ini, dari mana kita berasal, hidup kita untuk apa, apa yang telah kita kerjakan selama hidup didunia ini dan pada akhirnya kita akan kembali menghadap-Nya serta mempertanggunjawabkan apa yang pernah kita perbuat selama hidup di akhirat nanti.
OJO DUMEH ( Jangan Sok ), mempunyai maksud bahwa kita tidak boleh arogan (sok) dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sok kuasa atas segalanya, karena diatas kekuasaan yang kita miliki tidak akan pernah abadi, masih ada kekuasaan yang kekal, yang serba MAHA, yaitu TUHAN.
OJO NGOYO ( Jangan Ambisius ), mempunyai tujuan agar kita dalam menggapai suatu cita-cita, harapan dan keinginan tidak boleh terlalu berambisi karena akan merugikan banyak orang termasuk diri kita sendiri, karena akan menempuh berbagai macam cara tanpa memperdulikan dampak dari perbuatan tersebut terhadap orang lain yang pada akhirnya juga akan berimbas pada diri kita sendiri.
Makam dipenuhi pengunjung
27 Januari 2018 tepat menandai 10 tahun meninggalnya Presiden ke dua Indonesia, Soeharto. Ratusan orang mengunjungi makamnya di Jawa Tengah, sebagian besar adalah pengagum penguasa Orde Baru itu.
Soeharto dimakamkan di kompleks makam keluarga Astana Giribangun di Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah, sekitar 35 km di timur kota Surakarta.
Astana Giribangun berbentuk joglo dan memiliki tiga cungkup atau rumah kubur, salah satunya adalah cangkup Argosari.
Di cungkup inilah terletak makam Soeharto, Siti Hartina atau Ibu Tien, kedua orang tua dan kakak Ibu Tien.
Dan cangkup ini pada hari Sabtu, 10 tahun setelah meninggalnya Soeharto, ramai dengan para peziarah.
Meski tidak ada acara khusus peringatan haul Soeharto, namun sama seperti tahun-tahun sebelumnya, terjadi peningkatan jumlah peziarah.
Juru kunci Makam Astana Giribangun, Sukirno mengatakan sudah ada 700 pengunjung hingga siang hari.
Dari jumlah itu sebanyak 200 orang dari partainya Mas Tommy (Tommy Soeharto), Partai Berkarya yang berasal dari Bandung dan Kuningan, " ujar Sukirno.
Sebelumnya, ada rombongan Pangdam XII Tanjangpura, Mayjen TNI Achmad Supriyadi yang berziarah di makam Soeharto. "Rombongan berjumlah 35 orang. Pangdam ini dulunya Danrem Surakarta, " kata Sukirno.
Namun anak-anak Soeharto hingga saat itu belum ada yang berziarah. Sukirno mengatakan, yang terakhir datang ke makam adalah Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.
Baca: Jadwal Tanding 7 Wakil Indonesia, Link Live Streaming Fuzhou China Open 2018 Marcus/Kevin 16.00 WIB
"Ibu Titiek terakhir ziarah ke makam sekitar satu setengah bulan yang lalu," kata Sukirno.
"Yang sering ziarah Ibu Titiek dan Ibu Mamiek (panggilan Siti Hutami Endang Adiningsih)," tambahnya.
Meski begitu, Sukirno langsung meluruskan bahwa anak-anak Soeharto lainnya yaitu Bambang Trihatmodjo, Siti Hardiyanti Rukmana dan Hutomo Mandala Putra yang sering dipanggil Tommy Soeharto, juga sering berkunjung.
Sempat sepi di masa reformasi
Sukirno mengisahkan bahwa saat era reformasi, Astana Giribangun sempat sepi pengunjung.
"Bu Tien meninggal 1996, sejak itu Giribangun ramai pengunjung. Bahkan sampai 12.000 orang tiap harinya", papar Sukirno.
"Tahun 1998, masa reformasi, sepi pengunjung. Bahkan kita menutup kompleks makam selama satu bulan sebagai tindakan preventif."
Menurut Sukirno, saat ini rata-rata jumlah pengunjung sebanyak 300 orang setiap hari. Namun saat hari libur umum, jumlah pengunjung dapat mencapai 3.000 orang.
"Jika dilihat dari Sabang sampai Merauke, sekitar 35 persennya dari Jawa Timur," terangnya.
Lonjakan pengunjung ini diiringi dengan meningkatnya penjualan suvenir.
Satu souvenir yang paing laris adalah kaos bergambar Soeharto yang bertuliskan 'Piye Kabare Bro, Isih Penak Jamanku To' (Apa kabarnya Bro, lebih enak zamanku kan?)
"Kalau banyak peziarah pasti yang beli souvenirnya juga banyak," kata Sukirno.
"Ambil positifnya saja"
Bagi para peziarah, mengunjungi makam Soeharto adalah bentuk penghormatan kepada mantan penguasa Orde Baru itu.
Jazim Aziz sampai meluangkan waktu dari Yogyakarta untuk memperingati haul Soeharto.
"Pak Harto sebagai Bapak Pembangunan bisa membawa spirit bagi kami ini untuk melanjutkan perjuangan beliau. Kami berdoa untuk beliau agar amal baiknya diterima, dosanya diampuni," kata Jazim.
Ditanyakan mengenai "dosa" pelanggaran HAM dan korupsi besar-besaran di pemerintahan Soeharto, Jazim hanya menanggapi bahwa baginya, Soeharto adalah pahlawan.
"Satu hal yang wajar jika orang memiliki sisi negatif dan positif. Tapi bagi kami Pak Harto tetap memiliki kelebihan," jawab Jazim.
Ketua Umum Partai Berkarya Neneng A Tuty juga memberikan respon serupa, menganggap Soeharto sebagai pahlawan dan berziarah untuk "memohon doa restu agar partainya bisa berkiprah di dunia perpolitikan".
"Kita ambil yang positifnya saja," kata Neneng.
Sekira 10 tahun sebelum kematiannya, Soeharto mundur dari kursi kepresidenan yang dijabatnya selama 32 tahun.(*)
Baca: Ratusan Pelajar Sungaipenuh Lukis Aksara Incung di Atas Kanvas Sepanjang 100 Meter
Baca: Ular Piton Raksasa Muncul di Batanghari, BKSDA Paparkan Penyebab Keluar Sarang
Baca: Ini Jenis Jimat yang Diselipkan Puluhan Peserta Tes CAT CPNS 2018 Dalam Bra dan Celana Dalam