TRIBUNJAMBI.COM, MUARA BUNGO - Niat Muslim (45) untuk mandi di Sungai Jujuhan berlanjut dengan tragedi. Saat dia berada di pinggir sungai, buaya sekira 6 meter menyambarnya. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (8/9)
Warga Aurgading, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo itu tewas akibat gigitan buaya.
Hamrozi, Rio atau Kepala Desa Aurgading, menceritakan kronologi Muslim digigit buaya.
Awalnya, Muslim berencana mandi di Sungai Jujuhan. Namun, ketika Muslim hendak mandi sekaligus berwudu, Sabtu (8/9) sekira pukul 18.00 WIB, seekor buaya berukuran 6 meter mendekat.
Buaya itu kemudian menyambar Muslim.
"Buaya itu menariknya ke tengah Sungai Jujuhan. Tapi Muslim masih bisa melawan," katanya.
Muslim ternyata masih bisa menyelamatkan diri. Ketika ditarik, dia masih sadar dan berusaha melepaskan gigitan buaya.
Hamrozi mengatakan kakinya luka parah.
"Kaki kirinya di bagian betis dan paha hampir hancur," tutur Hamrozi.
Baca: Kantor PMII Ikut Terbakar, Terimbas Kebakaran Ruko
Baca: Ini Aturan Dana Kampanye Calon Anggota Legislatif dan DPD
Baca: Penyebab Malam 1 Suro Dikenal Angker, Makhluk Tak Terlihat Keluar, Ada Ritual
Muslim sempat diselamatkan warga.
Saat akan dibawa ke rumah sakit, pihak keluarganya tidak mau karena takut diamputasi.
Kemudian, Muslim meminta diurut ke seorang dukun urut di Sungai Rumbai.
Tetapi, kondisi kesehatan Muslim menurun. Kemudian dia dilarikan ke Klinik Arba, Kabupaten Darmasraya, Sumatera Barat.
Namun nyawa Muslim tak tertolong. Dia meninggal pada Minggu (9/9) pukul 01.30 WIB.
"Saat ini kami tengah menggali kuburnya untuk dimakamkan di desa," kata Hamrozi, ketika dihubungi via telepon seluler.
Semenjak peristiwa itu, Hamrozi mengatakan banyak warga tidak berani main ke sungai.
Karena penambangan emas
Selama enam bulan terakhir, ada tiga kali konflik manusia dan buaya di Kecamatan Jujuhan.
“Ini kejadian ketiga,” kata Hamrozi.
Konflik terakhir memakan nyawa warga Aurgading yang bernama Muslim (45) pada Sabtu (8/9).
Dia mengatakan baik dari yang terlihat atau desas-desus warga buaya ini muncul karena satu sebab.
Hamrozi mengatakan buaya-buaya yang disebut warga buaya katak ini muncul karena adanya penambangan emas tanpa izin (PETI) di hulu Sungai Jujuhan.
Sungai kemudian menjadi keruh, tercemar merkuri. Kondisi itu mengusik habitat buaya di Sungai Jujuhan.
Kepala Seksi Wiayah (SKW) 1 Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Udin, mengatakan pihaknya sudah menurunkan tim.
“Tim kita sudah di TKP dan sedang bertugas menganalisa konflik satwa buaya yang telah terjadi. Laporan lengkap, menyusul,” katanya.
TRIBUN JAMBI DI INSTAGRAM:
Baca: Kumpulan Kisi-kisi Soal CPNS 2018, Lengkap dari Tes Tata Negara sampai Logika Formil
Baca: Doa Akhir Tahun dan Doa Awal Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 H, 11 September 2018
Baca: Buku Sejarah Ini Pernah Jadi Medan Tarung PKI dan Pancasila, Adu Syaraf Nasution Vs Anwar Sanusi