Dulu Dianggap Tak Berharga, Sekarang Udang Rebon Sudah Ada Pengumpulnya di Tungkal Ilir

Penulis: Darwin Sijabat
Editor: Fifi Suryani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Darwin Sijabat

TRIBUNJAMBI.COM, KUALA TUNGKAL - Udang Papai atau udang Rebon dikenal sebagai salah satu sumber hasil laut yang dijadikan sebagai sumber penghasilan masyarakat Kuala Tungkal.

Dalam keseharian, masyarakat di RT 10, Kampung Nelayan, Kelurahan Tungkal II, Kecamatan Tungkal Ilir, Tanjab Barat mengolahnya sendiri untuk dikonsumsi warga Tanjab Barat maupun dikirim ke luar daerah.

Baca: Pengumuman CPNS Tak Kunjung Dibuka, Ini Kata BKPSDM

Proses pembuatannya tidaklah sulit, hanya mengandalkan panas matahari, dengan pengeringan seadanya, siap dijual hingga ke Pulau Jawa dan pasar lokal di Provinsi Jambi. Namun belakangan, produksi udang papay menurun, dipengaruhi cuaca sehingga hasil tangkap udang tak seberapa.

M Jais (45), nelayan yang sejak tahun 1982 mengatakan, melaut merupakan pekerjaan yang ditekuni sejak dahulu dan merupakan turun temurun.

Dia menceritakan, dahulu yang bekerja sebagai nelayan pencari ikan ini cukup banyak, namun kini tinggal hitungan belasan saja.

Dibawah kelompok usaha bersama (KUB) Jabung Sakti yang beranggotakan belasan nelayan tersebut bertahan, sebab tidak memiliki keahlian lain. Sehingga tidak berani untuk beralih profesi.

"Sekarang ada 10 anggota, paling ada 15 perahu, sudah semakin berkurang," ungkapnya.

Baca: Bupati Masnah Juga Tinjau Pelebaran Jalan Candi Muarojambi

Baca: Hingga Agustus, 212,70 Hektare Lahan Terbakar di Kabupaten Muarojambi

Meskipun demikian, dia tetap menjalankan profesi yang dilakoni sejak 25 tahun silam untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Sehari-harinya, Jais menceritakan sekali melaut dengan tujuan hingga tanjab Timur, bahkan Riau untuk membawa pulang udang sebanyak 30 - 40 kilogram dalam sehari.

Dengan mesin berkapasitas 1,5 gt dia melaut dari pagi hingga sore hari, lalu mengeringkan ikan tersebut dengan menjemur agar siap dipasarkan.

Bersama nelayan lainnya, dia memasarkan produk lokal tersebut ke pasar tradisional.

Untuk pemasaran tersebut sudah cukup baik bagi pedagang bila dibandingkan dahulu yang dianggap udang papay tak berharga, dan hanya dijadikan terasi.

"Sekarang sudah ada pengepul, dulu tidak ada. Makanya banyak yang ngolah jadi terasi. Harga kering sekitar Rp 20 ribu yang besar, dan kecil Rp 10 ribu. Kalau dipasar dijual sekitar Rp 25 ribu per kilogramnya," tuturnya.

Baca: Bupati Masnah Juga Tinjau Pelebaran Jalan Candi Muarojambi

Baca: Warga Kumpeh Ulu Diringkus Polisi. Saat akan Ditangkap Sempat Buang Sabu

Baca: Batas Usia Pernikahan Dini Belum Sinkron

Dalam melaut tentunya diharapkan dengan tantangan yang membuat hasil tangkapan yang tidak maksimal. Sering menjadi kendala seperti adanya ombak, angin ribut, hujan dan panas matahari serta pasang surut air.

Bahkan untuk bulan tertentu para nelayan tidak melaut, seperti bulan November, Desember dan Januari. Hal itu dikarenakan ombak yang cukup tinggi, dan bisa dipastikan jika melaut tidak akan menghasilkan apapun.

Jila dipaksakan juga bisa berakibat pada alat tangkap menjadi rusak. Untuk itu dalam memenuhi kebutuhan yaitu dengan kerja serabutan.

Karena sudah kebiasaan untuk menahan panas, hujan serta tantangan lainnya dilalui demi memenuhi kebutuhan anak istri. Salah satu pengalaman yang pernah dialaminya yaitu pernah tersesat sehingga harus bermalam ditengah laut, dan melemparkannya jangkar.

Sementara dalam prosesnya, nelayan lainnya Sii As atau Ashar mengatakan proses jemur membutuhkan waktu hingga enam jam, bila panasnya sedang atau tidak terlalu terik.

Baca: Bawaslu Pertanyakan Data DPT

Baca: 310 PNS Pemkot Jambi Pensiun Tahun Ini, 5 Diantaranya Pejabat Eselon II

Baca: 19 Chef Ikuti Cooking Competition Masakan Jambi yang Sudah Diinovasi

Baca: Mendambakan Jambi Punya Pemimpin Seperti Ridwan Kamil

"Bisa sampa enam jam, tergantung cuaca. Kalau hujan apa yg mau dijemur Jemurnya di pelantar atau jerambah sehabis melaut," katanya.

"Dalam melaut, modal yang dibutuhkan sebesar Rp 60 ribu - Rp 100 ribu per pompong (kapal tangkap). Untuk biaya makan dan lainnya," ceritanya.

Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk seharinya untuk membayar upah penjemuran udang tersebut. 10 Jenis alat tangkap, nama bahan waring, dengan sebutan nelayan togok, dan hasil tangkapan udang papay. Bahan Jaring, atau Belat, dengan hasil tangkapan berupa udang kuning, dan ikan. Sementara alat tangkap berupa Jaring, Troll disebut nelayan Sondong, dengan hasil udang kuning, Udang ketak.

Berita Terkini