Tekad dari orang tiga ini tidak terpecahkan, kesempatan mencapai puncak, tidak mau mereka sia-siakan.
Terpikir di otak saya, biar satu orang saja yang muncak, biarkan yang lainnya turun. Ah…! nanti saja saya pikirkan, kalau kami sudah melalui Hillary Step.
Tiba-tiba saya bisa merasakan Asmujiono konsentrasinya semakin berkurang, dan saya instruksikan Dr. Vinogradski untuk mengamati Asmujiono.
Bashkirov dan Misirin berjalan paling depan. Setelah itu Iwan dan saya, Asmujiono dan Dr Vinogradski terakhir di belakang.
Punggungan gunung hari ini tampaknya lain dari biasanya, lebih terjal dan saljunya tebal sekali.
Baca: Penyergapan di Kalsel, 13 Penerjun Melawan saat Disergap Tentara Belanda, Cikal Bakal Paskhas
Iwan bisa maju dengan perlahan, namun pada satu tempat badannya oleng.
Untunglah, disaat yang kritis itu, ia berhasil diselamatkan dengan tali pengaman.
"Orang baru"
Ketika saya sedang memperlihatkan padanya bagaimana cara menggunakan linggis es (Ice Pickels) di punggung gunung secara benar. Disini jelas terlihat bahwa saya sedang berhadapan dengan orang yang baru empat bulan lalu untuk pertama kali dalam hidupnya melihat salju.
Sebenarnya melalui rute punggung gunung ini, dengan hanya menggunakan tali pengaman sudah cukup. Hal ini sudah saya perhitungkan sebelumnya, jadi tidak perlu menggunakan linggis es.
Tapi, sekarang saya terpaksa harus mengajarkan menggunakan itu ke anak muda yang sabar dan bertekad bulat ini.
Saya bertanya kembali kepada diri saya sendiri.
“Apa artinya semua ini, bagi orang Indonesia?”.
Bahkan, sebagai seorang atlet, saya tidak akan mempertaruhkan nyawa hanya sekedar untuk sampai ke puncak.
Tapi serdadu ini punya prinsip luar biasa. Mereka rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk keberhasilan ekspedisi ini.
Baca: Pesan Minarti Timur Bikin Gregoria Mariska Bermain Lepas, Tumbangkan Tunggal Korsel