Melihat situasi ini terus memprihatinkan, Marta berharap pemerintah memberikan solusi.
Minimal, kata dia, adalah bantuan air bersih khususnya saat musim kemarau.
"Kalau hujan senang nian kami rasonyo, air biso dapat minimal untuk duo tigo hari ke depan," tambah Marta.
Terpisah, Lurah Nipah Panjang I Wazri saat dikonfirmasi, Senin (2/7) mengakui bahwa saat ini masyarakatnya masih bergantung dengan air hujan dan air Sungai Batanghari karena belum ada ketersediaan air bersih.
Baca: PT Taspen - Lowongan Kerja BUMN, Mulai 5 Juli 2018, Jurusan yang Dibutuhkan dan Cara Mendaftarnya
"Air PDAM belum ngalir ke sini, kapasitas air katonyo belum mencukupi makonyo masih banyak yang belum dapat air bersih," katanya.
Menurutnya, di Kelurahan Nipah Panjang II sebagian sudah teraliri. Tapi, sambungnya, untuk yang di pinggiran laut banyak yang belum.
Wazri bilang setidaknya ada 1.100 Kepala Keluarga (KK) yang kini masih bergantung dengan air hujan untuk memenuhi kebutuhan harian.
"Kalau air sungai untuk mandi sama cuci baju saja, karena airnya tidak bagus untuk dikonsumsi," ungkapnya.
Beruntung, Warzi mengatakan bahwa saat ini kondisi air Sungai Batanghari tak bercampur dengan air laut.
"Biasanya bercampur air laut kalau sudah musim kemarau. Kalau sudah bercampur dak biso digunakan," tuturnya.
Warzi mengaku bahwa pihaknya sudah berulang kali mengajukan keluhan ini kepada Pemkab Tanjab Timur dan Pemprov Jambi, namun nyatanya belum membuahkan hasil.
"Ya meskipun masyarakat diuntungkan dengan adanya penjualan air galon, tapi kalau beli terus kasihan mereka. Kalau tidak mereka mandi air asin," ujarnya.
Menurutnya, perlu satu hingga dua tower dengan kapasitas besar dari PDAM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dua kelurahan di sana dengan total sekitar 3.000 KK.
"Kalau bisa buat sumur bor satu. Tapi dengan kedalaman sampai 300 meter baru bisa dapat air bersih. Kalau masih di bawah tu tetap saja airnya kotor," tuturnya.