TRIBUNJAMBI.COM - Aksi bom bunuh diri Surabaya yang melibatkan anak-anak jadi hal yang paling meresahkan.
Anak-anak diajak serta untuk menjadi pelaku bom bunuh diri, hingga terjadi lima bom meledak di Surabaya.
Baca: Tidak Ada Hujan, Satu Pohon Besar Tumbang dan Menutupi Jalan di Kawasan Pasar Jambi
Fakta keterlibatan anak-anak yang dijadikan pelaku bom bunuh diri Surabaya ternyata lebih memilukan.
Markas besar kepolisian Surabaya, misalnya juga mendapat serangan yang datang dari satu keluarga dan melibatkan dua anaknya, usia 8 tahun dan 18 tahun.
Bahkan, di insiden ledakan Polrestabes Surabaya, satu anak berusia 8 tahun membawa bahan peledak bersama orangtuanya.
Meski dapat diselamatkan dan proses penyembuhan pasca operasi di RS Bhayangkara.
Di lokasi berbeda pada, Rusun Wonocolo blok B lantai lima juga terjadi ledakan yang mengungkap keterlibatan satu keluarga yang di dalamnya ada empat anak.
Satu anak diantaranya tewas di lokasi dan tiga lainnya selamat dan masih dirawat di RS Bhayangkara.
Terungkap juga pada akhirnya cara-cara keji yang dilakukan oleh jaringan ini dilansir tayangan live Kompas TV.
Anak-anak pelaku bom bunuh diri ternyata tidak bersekolah di sekolah formal, setiap hati dicekoki video radikal.
Baca: Bawa Kaos #2019GantiPresiden Hingga Sebabnya Ricuh di Debat Pilkada Jabar, Ini Alasan Sudrajat-Ahmad
Kapolda Jatim, Irjen Machfud Arifin membocorkan fakta penting yang menjadi cara orang tua yang merupakan tersangka mendoktrin anaknya.
Satu caranya pendoktrinanan dengan mencokoki anak mereka dengan video jihad secara rutin agar membentuk ideologi anak.
"Orang tua tentu punya peran penting di balik kejadian ini bisa mengajak anak mereka. Seperi rajin memberikan tontonan video jihad kepada anak-anak untuk membentuk ideologi sejak dini," ujar Irjen Machfud Arifin, Selasa (15/05/2018).
Baca: Bacaan Niat Puasa, Buka Puasa, Salat Sunat Tarawih, dan Witir Ramadhan 1439 H
"Cara ini di lakukan oleh semua pelaku. Mereka satu jaringan dan rutin hadir pengajian di rumah Dita (pelaku bom tiga gereja," imbuhnya.