Ada pula Wahyu yang pernah diajak menonton bioskop oleh tetangganya. “Dulu diajak nonton kartun di situ, sering lah beberapa kali,” katanya.
Dia mengatakan bahwa dirinya kelahiran ’89. Jadi dia hanya sempat menikmati bioskop setempat pada sisa-sisa waktu terakhir. “Terakhir nonton kartun, itu sepi, paling lima atau 10 orang,” katanya.
Baginya ada sedikit kemewewahan diajak nonton kartun di bioskop di saat kawan-kawannya hanya nonton di televisi.
“Film Mickey Mouse kalau tak salah,” katanya.
Wahyu mengatakan kadang rindu juga nonton bioskop.
“Kalau film-filmnya baru, terus tidak sama dengan televisi, filmnya update, tentu anak muda akan tetap ramai menonton di situ,” katanya.
Menurut Wahyu, Bungo sudah lebih ramai dari medio 1990-an dulu. Meski pun begitu dia heran.
“Pas Bungo lah ramai, bioskopnyo malah dak ado. Daripada anak mudo pacaran, atau main gelap-gelapan atau mesum, bioskop biso jadi alternatif,” katanya.
Wahyu mengatakan sempat ada bioskop mini di Pasar Bawah. Namun, tidak bertahan lama, bioskop pun tutup karena menurut Wahyu filmnya sama dengan di televisi dan sulit menarik penonton.
Tribun sementara belum dapat menemukan pemilik bioskop.
Saplini (51), salah satu mantan pemandu penonton di bioskop Bungo Indah mengatakan bahwa bioskop mulai mati ketika banyak yang menggunakan parabola.
“Bioskop Bungo Indah sendiri tutup pada 15 Agustus 1997,” katanya tak ragu.
Dahulu, katanya, seebelum 1997 bioskop sangat ramai. Terlebih pada akhir minggu dan hari libur nasional. “Kadang rindu jugolah nonton bioskop. Dulu sering dapat nonton gratis,” katanya kemudian terkekeh.
Saplini yakin kalau kini ada lagi bioskop di Bungo akan kembali ramai. “Sekarang sudah ramai soalnya,” kata Saplini. (jaka hendra baittri)