Advertorial

Pendampingan Berkelanjutan UNJA Perkuat Ekonomi, Sosial dan Pendidikan Suku Anak Dalam di Jambi

Universitas Jambi (UNJA) mengambil peran aktif dalam upaya mendorong kemandirian Suku Anak Dalam (SAD)

Editor: Suci Rahayu PK
Humas Unja
Universitas Jambi (UNJA) mengambil peran aktif dalam upaya mendorong kemandirian Suku Anak Dalam (SAD) 

TRIBUNJAMBI.COM, Mendalo - Universitas Jambi (UNJA) mengambil peran aktif dalam upaya mendorong kemandirian Suku Anak Dalam (SAD), komunitas yang masih hidup sederhana dengan tradisi berburu dan meramu di tengah hutan Taman Nasional Bukit 12. 

Inisiatif besar ini tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, melainkan juga mencakup visi holistik untuk meningkatkan bidang sosial dan pendidikan komunitas SAD.

Sejak 2021, tim dari Fakultas Pertanian UNJA yang dipimpin oleh Dr. Fuad Muchlis, S.P., M.Si., dan Ir. Elwamendri, M.Si., telah memulai program pendampingan intensif bagi komunitas SAD

Tujuannya adalah mengembangkan potensi kearifan lokal mereka, khususnya yang terkait dengan tanaman obat tradisional, menjadi produk herbal bernilai ekonomi. Fokus utama program ini adalah daun selusuh, tanaman yang secara turun-temurun diyakini oleh kelompok SAD memiliki khasiat membantu memperlancar persalinan. 

Ir. Elwa menyampaikan bahwa kegiatan ini berawal dari kekhawatiran terhadap kondisi rentan dan terisolirnya Suku Anak Dalam, sehingga diperlukan upaya agar mereka mandiri secara ekonomi, sosial, dan pendidikan.

Baca juga: Dinas Perpustakaan Batang Hari Gaungkan Budaya Membaca dan Wajib Belajar 13 Tahun

Baca juga: Diskusi Layanan Arsip dan Perpustakaan, Masyarakat Diajak Memberi Saran

“Kami melihat komunitas Suku Anak Dalam ini sebagai komunitas yang rentan, terisolir secara fisik, terisolasi secara sosial. Ada stigma-stigma kurang baik terhadap mereka. Mereka harus bertahan hidup sementara layanan alam untuk menopang kehidupannya itu makin lama makin berkurang. Maka kita rumuskanlah satu visi untuk suku anak dalam itu bahwa mereka memang harus mandiri di tengah perubahan zaman yang pesat ini. Nah, mandiri dari segi ekonomi, mandiri secara sosial, dan mandiri dari tingkat pendidikannya,” ujar Ir. Elwamendri.

Pada 2022, program ini semakin intens dengan dua langkah utama. 

Pertama, konservasi ex situ dengan membudidayakan tanaman herbal seperti selusuh, akar penyegar, dan akar pengendur urat di luar kawasan konservasi, untuk menjaga kelestarian sekaligus mengubah pola pikir SAD dari pemungut menjadi pembudidaya. 

Kedua, UNJA mendirikan Rumah Produksi yang melibatkan mahasiswa dalam pengolahan bahan baku menjadi produk higienis dan layak jual, seperti Teh Selusuh dan balsem dari akar pengendur urat.

Selain produksi, UNJA juga membentuk kelembagaan ekonomi lokal bernama Kelompok Obat Herbal Pusako. Dr. Fuad menyampaikan bahwa kelompok ini resmi disahkan oleh kepala desa dan Kementerian Hukum dan HAM, berfungsi sebagai organ ekonomi lokal sekaligus melindungi kekayaan intelektual kearifan lokal SAD agar tidak diklaim pihak luar.

“Kita buat Rumah Produksi, kita beli alat-alat untuk mengolah, kita libatkan mahasiswa, kita latih, kemudian kita produksi. Ada tiga produk utama yang kami buat: Teh selusuh, pil dari akar penyegar, dan balsem pengendur urat. Produk ini mulai dipasarkan di berbagai bazar, memberikan nilai ekonomi tambahan sekaligus mempercepat perubahan sosial di komunitas,” tambah Dr. Fuad.

Menurut Dr. Fuad, mereka sudah bisa menghasilkan produk, bahkan BPOM pernah memberi arahan. Namun, untuk memperoleh izin edar dibutuhkan standar produksi dan fasilitas lebih memadai. Karena itu, butuh pendampingan yang berkelanjutan. 

Baca juga: 102 Santri Berhasil Dievakuasi, 38 Orang Diduga Masih Terjebak Reruntuhan Musala Ponpes di Sidoarjo

“Baru-baru ini kami ke lapangan, melihat aktivitas rumah produksi dan menyimpulkan bahwa pendampingan yang berkelanjutan sangat dibutuhkan karena keterbatasan sumber daya manusia dan faktor lainnya. Kami berharap dapat bermitra dengan pihak-pihak peduli, seperti perusahaan di sekitar yang memiliki program CSR, untuk mendukung pemberdayaan ekonomi Suku Anak Dalam (SAD). 

Selain membantu pendanaan, mereka juga bisa memasarkan produk melalui jaringan bisnis mereka. Meskipun kami bertekad dan bekerja dengan sungguh-sungguh, tantangan seperti keterbatasan modal dan SDM membuat pendampingan harus dilakukan secara continue,” ujar Dr. Fuad.

Tersimpan harapan besar agar kearifan lokal SAD tidak hilang, melainkan menjadi jalan menuju kesejahteraan dan kemandirian. UNJA menegaskan bahwa upaya ini membutuhkan kolaborasi berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, pengelola Taman Nasional, perusahaan, perguruan tinggi, dan LSM. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Komentar

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved