Ratusan Warga Kepung PLTA Kerinci
Mereka 'tak Boleh Ganggu' Proyek PLTA Kerinci usai Teken Surat demi Bebaskan Tujuh Warga
Warga tak boleh melakukan tindakan melawan hukum ataupun aksi yang bisa mengganggu pembangunan maupun operasional perusahaan dalam proyek PLTA Kerinci
Penulis: Herupitra | Editor: Mareza Sutan AJ
KERINCI, TRIBUN – Tujuh warga yang sempat diamankan saat aksi demonstrasi menolak proyek PLTA Kerinci akhirnya dilepaskan pada Minggu (24/8/2025) malam.
Namun, sebagian masyarakat yang menolak kompensasi proyek diminta menandatangani surat pernyataan.
Seorang warga yang dihubungi Tribunjambi.com pada Senin (25/8) membenarkan hal tersebut.
"Alhamdulillah sudah dibebaskan," ujarnya.
Menurut penuturan warga, pembebasan ketujuh orang itu tidak terlepas dari adanya jaminan dari Bupati Kerinci, Monadi, serta kesediaan warga menandatangani surat pernyataan.
Dokumen itu berisi komitmen menjaga keamanan dan ketertiban, serta tidak lagi menolak ataupun mengganggu proses pembangunan pintu air oleh pihak PLTA.
Ia menambahkan, surat tersebut memang harus ditandatangani agar warga yang ditahan bisa segera dibebaskan.
"Ya, kita tanda tangani, makanya bisa dibebaskan," ungkapnya.
Meski begitu, warga tetap menekankan agar perusahaan menepati janji yang sudah disampaikan, salah satunya terkait jaminan bahwa penggalian sungai tidak akan merusak ekosistem ikan.
"Kami berharap mereka (PLTA, red) tepati janji," katanya.
Selain itu, masyarakat juga meminta agar pekerjaan pembangunan tidak merambah ke tanah warga yang belum mendapat ganti rugi.
"Dalam pekerjaan jangan malah melebar ke lahan pribadi masyarakat yang belum diganti rugi," harapnya.
Kapolres Kerinci, AKBP Arya Tesa Brahmana, hingga kini belum memberikan keterangan resmi mengenai pembebasan warga tersebut.
Sementara itu, Kabag Ops Polres Kerinci, AKP Yudistira hanya menyampaikan kondisi terkini di lapangan yang ia bilang dalam kondisi kondusif.
"Tidak ada aksi lagi dari masyarakat. Kondisi aman terkendali," jelasnya.
Isi Surat Pernyataan
Setelah aksi unjuk rasa penolakan kompensasi Rp5 juta dari proyek PLTA Kerinci, belasan warga Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan diminta menandatangani surat pernyataan sebagai upaya membebaskan tujuh orang warga yang diamankan saat ikut unjuk rasa.
Dalam surat bertanggal 24 Agustus 2025 itu, masyarakat menyatakan tiga poin sikap kolektif, sebagai berikut:
1. Berjanji menjaga keamanan dan ketertiban (Kamtibmas) di sekitar lokasi pembangunan pintu air Danau Kerinci.
2. Tidak akan melakukan tindakan anarkis maupun penolakan terhadap pembangunan yang dilakukan PT Kerinci Merangin Hidro (KMH).
3. Ikut mengajak warga lain agar tidak melakukan tindakan melawan hukum ataupun aksi yang bisa mengganggu pembangunan maupun operasional perusahaan.
Jika ada oknum yang melanggar, surat itu menegaskan tanggung jawab akan dibebankan secara pribadi dan diproses hukum.
Sebanyak 22 nama warga tercantum dalam dokumen dan menandatangani pernyataan tersebut.
"Ya kami tanda tangani. Makanya 7 warga kami yang diamankan bisa dibebaskan," jelas satu di antara warga.
Bupati Jaminkan Diri
Tujuh warga yang sebelumnya diamankan Polres Kerinci terkait dugaan perusakan alat berat akhirnya dibebaskan setelah Bupati Kerinci, Monadi, turun langsung berdialog dengan massa yang memblokade Jalan Nasional Kerinci-Jambi.
“Bupati Monadi menjaminkan dirinya untuk melepaskan tujuh orang yang ditangkap oleh Polres Kerinci terkait pengerusakan alat berat,” ungkap Monadi saat bertemu warga.
Dalam sambungan telepon, Monadi mengonfirmasi bahwa ketujuh warga tersebut sudah dipulangkan.
“Sudah, sudah dipulangkan tadi malam,” katanya, dilansir dari Kompas.com, Minggu (24/8/2025).
Monadi menegaskan komitmennya menjaga kondusivitas daerah agar aksi serupa tidak terulang.
“Saya menjamin diri saya supaya memberikan ketenangan kepada masyarakat,” tambahnya.
Meski dibebaskan, kesepakatan dibuat agar masyarakat tidak lagi melakukan pengerusakan, pemblokiran jalan, maupun perusakan fasilitas umum.
“Kalau demo itu hak masyarakat, tetapi kalau melakukan pengerusakan atau semacamnya tentu ada aturannya,” jelasnya.
Sementara itu, Kapolres Kerinci AKBP Arya T Brachmana menyebut status warga tersebut merupakan penangguhan.
“Ya, penangguhan penanganan,” ujarnya singkat, Senin (25/8/2025).
Alasan Warga Menolak PLTA
Warga Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan menolak pembangunan PLTA karena menilai proses ganti rugi bermasalah.
Mereka mengaku kehilangan mata pencarian akibat penutupan permanen Sungai Tanjung Merindu untuk operasional proyek PT Kerinci Merangin Hidro.
“Sungai Tanjung Merindu saat ini mengering, ini berdampak pada sawah warga yang ikut mengering, dan nelayan yang tidak lagi bisa mencari ikan,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Ia menegaskan, kompensasi yang diberikan seharusnya bukan sekadar soal uang.
“Ini bukan cuma masalah uang, tapi kehidupan anak cucu kami ke depannya itu intinya,” tambahnya.
Warga juga mempersoalkan adanya dugaan kejanggalan dalam proses negosiasi.
Pada awal proyek, kesepakatan dibuat bahwa perundingan ganti rugi harus melibatkan pemerintah desa, ketua adat, alim ulama, dan karang taruna.
Namun, setelah itu, Kepala Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan disebut bertemu diam-diam dengan pihak perusahaan.
Dalam pengumuman, perusahaan disebut menyanggupi ganti rugi Rp5 miliar untuk dua desa.
“Asumsinya, Rp5 miliar dibagi ke dua desa, jadi per-KK dapat Rp5 juta. Namun, data yang ada menunjukkan penerima dan penolak mencapai 1.117 KK, sementara jumlah KK di dua desa hanya 937 KK,” jelas warga tersebut.
Respons Bupati Kerinci
Menanggapi penolakan warga, Bupati Monadi menyebut sebagian masyarakat tidak puas dengan nominal ganti rugi yang ditawarkan.
“Mereka tak terima ganti rugi Rp5 juta, tetapi meminta Rp300 juta per KK, tetapi pihak perusahaan tidak menyanggupi,” katanya.
Ia menambahkan, hingga saat ini sudah ada 625 KK yang menerima ganti rugi, terdiri dari 279 KK di Desa Pulau Pandan dan 346 KK di Desa Karang Pandan.
Persoalan ini sudah dibahas bersama Tim Terpadu yang melibatkan Pemda, Kepolisian, TNI, dan Kejaksaan, namun belum ada kesepakatan final.
Situasi itu pula yang memicu kericuhan beberapa waktu lalu.
“Jadi, ini kan obyek vital nasional, dan kita putuskan pembukaan pintu air untuk PLTA, kemudian yang tidak terima ganti rugi Rp5 juta demo, dan terjadi bentrokan,” ungkap Monadi.
Sebagian artikel ini disadur dari Kompas.com berjudul "Bupati jadi Jaminan, 7 Pedemo Penolakan PLTA di Kerinci Dilepas"
Baca juga: Lirih Anak Lima Tahun usai Dapati Ibu Hilang Nyawa di Tangan Ayah: Nek, Mamakku Dibunuh
Baca juga: Anjing Liar Gigit 11 Warga Dua Malam Beruntun hingga Ada yang Hilang Jari
Baca juga: Pilu Lansia 80 Tahun Hidup Sendiri di Gubuk Reyot tanpa Pernah Dapat Bansos
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.