Advertorial
Menjemput Kembali Kejayaan Pendidikan dari Tanah Muaro Jambi
Pada 2024, ratusan siswa di Muaro Jambi dilaporkan tidak mampu melanjutkan studi. Seperti di SMPN 60 Desa Tantan, terdapat 46 murid yang harus
Opini Editorial : Nurul Hasanah, System Strengthening Unit Tanoto Foundation
TRIBUNJAMBI.COM - Beberapa abad silam, sebuah wilayah yang berada di Tanah Sumatra menjadi magnet bagi para pencari ilmu dari berbagai penjuru negeri: Tiongkok, India, Nepal, hingga Bhutan. Mereka datang menempuh perjalanan jauh demi belajar di sini.
Para murid tinggal di ribuan kamar yang tersusun rapi, mengakses perpustakaan yang kaya naskah, dan tak sedikit dari mereka yang berkesempatan melanjutkan studi ke pusat pendidikan tertinggi di Nalanda, India.
Semua itu bukan sekadar legenda. Jejaknya masih berdiri di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Kompleks candi Buddha terbesar di Asia Tenggara adalah saksinya: betapa daerah ini pernah menjadi pusat peradaban dan pendidikan pada abad ke-7 hingga ke-13 Masehi.
Di sinilah pula I Tsing, cendekiawan asal Tiongkok abad ke-8, menulis tentang kemajuan Kerajaan Sriwijaya.
Namun, di balik kejayaan masa lampau itu, realitas pendidikan di Kabupaten Muaro Jambi hari ini masih bergulat dengan sejumlah tantangan: angka putus sekolah, capaian literasi dan numerasi rendah, serta akses pendidikan yang belum merata.
Akankah kejayaan Muaro Jambi di masa lampau itu, terutama dalam aspek pendidikan, dapat terulang dengan realitas yang sekarang terjadi?
Baca juga: Cegah Stunting, Pertamina Hadirkan Program PMT Sekaligus Edukasi Penanganan Tersedak pada Anak
Baca juga: Kapolda Jambi Buka Kegiatan Taklimat Awal Audit Kinerja Itwasum Polri Tahap II Tahun Anggaran 2025
Tantangan Besar
Pada 2024, ratusan siswa di Muaro Jambi dilaporkan tidak mampu melanjutkan studi. Seperti di SMPN 60 Desa Tantan, terdapat 46 murid yang harus berhenti bersekolah.
Masalah akses dan biaya dianggap sebagai faktor penyebab, yang kemudian terus dibenahi oleh pemda setempat.
Tidak hanya soal putus sekolah, kualitas pendidikan di Kabupaten Muaro Jambi juga menghadapi tantangan besar.
Hal ini tercermin dari Rapor Pendidikan Daerah 2025 yang dirilis Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam rapor tersebut diketahui skor kemampuan literasi siswa SD “hanya” di angka 54,31 bahkan 47,71 untuk kecakapan numerasi. Capaian ini tergolong rendah.
Adapun untuk jenjang SMP, rapor memang menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya dengan skor literasi 66,42 dan numerasi 59,72. Namun angka tersebut juga dinilai belum memenuhi standar ideal.
Angka-angka itu menjadi indikasi bahwa fondasi literasi dan numerasi di Muaro Jambi, khususnya di jenjang SD, masih lemah. Skor itu juga menjadi titik kritis untuk menggambarkan ketidakmampuan anak dalam membaca dan berhitung sejak dini.
Padahal dua hal itu menjadi indikator kemampuan dasar seorang pelajar.
Rendahnya kapasitas dalam numerasi dan literasi akan menghambat proses pembelajaran di semua mata pelajaran. Tanpa kemampuan membaca dan berhitung yang kuat, anak akan kesulitan memahami konsep sains dan ekonomi yang berguna bagi masa depannya.
Bukan Sekadar Jargon
Meski begitu, Muaro Jambi memilih untuk tidak menutup mata. Pemerintah daerah menjadikan data itu sebagai acuan untuk merumuskan intervensi yang tepat.
Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi boleh dibilang mulai mengambil jalur berbeda. Hal ini berbeda dari daerah lain yang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) secara normatif.
Agenda mendesak bagi kemajuan daerah kerap dianggap sekadar rutinitas belaka, tanpa berbasis kebutuhan dan masalah nyata.
Dalam implementasinya, Pemkab Muaro Jambi melangkah dengan visi berani untuk menjadikan kualitas pendidikan salah satu prioritas pembangunan. Tak ingin sekadar "meningkatkan" capaian, tetapi ingin melompat jauh.
Melalui program “Maju SDM”, pembangunan sumber daya manusia ditempatkan sebagai prioritas utama, dengan indikator konkret seperti harapan lama sekolah, capaian literasi, hingga indeks literasi digital.
Pemkab Muaro Jambi membangun kerangka kebijakan yang kokoh melalui penguatan data, penyusunan indikator, hingga perencanaan program yang lebih terarah dan berdampak.
Visi tersebut bukan sekadar jargon, tetapi diwujudkan lewat indikator konkret. Sejumlah indikator itu antara lain harapan lama sekolah, capaian literasi dan numerasi siswa, Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat, hingga indeks literasi digital.
Semua parameter itu bisa diukur dan dipantau bersama oleh para pemangku kepentingan, terutama masyarakat.
Buah Kolaborasi
Transformasi ini tidak berjalan sendiri. Dukungan datang dari mitra strategis seperti Tanoto Foundation yang selama ini memberikan beasiswa, pelatihan, hingga pendampingan kebijakan.
Pendekatan yang diambil oleh Tanoto Foundation yakni menyelaraskan rencana daerah dengan arah pembangunan nasional. Rancangan kebijakan daerah ini diselaraskan dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang memberi perhatian besar pada terwujudnya pendidikan berkualitas.
Hal ini sekaligus menegaskan bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang, bukan sekadar pos anggaran.
Hasilnya, mungkin tidak terlihat dalam satu-dua tahun, tetapi akan menentukan arah bangsa puluhan tahun mendatang.
Langkah Muaro Jambi memberi pesan tegas: perubahan tidak harus menunggu menteri baru atau kurikulum baru.
Perubahan bisa dimulai ketika pemimpin daerah berani berpihak pada anak dan membangun sistem yang mendukung kualitas belajar secara menyeluruh.
Jika kabupaten-kabupaten lain mengikuti jejak ini, bukan tidak mungkin kejayaan Muaro Jambi sebagai pusat pendidikan dan peradaban bisa terulang, bukan hanya menjadi kenangan, tetapi menjadi kenyataan baru yang membentuk generasi masa depan.