Berita Viral
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bela Bupati Pati, Bilang Sadewo Tak Bisa Dicopot, Ini Alasannya
Posisi Sadewo, Bupati Pati, Jawa Tengah disebut tidak bisa dicopot hanya karena berdasarkan emosi politik.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Posisi Sadewo, Bupati Pati, Jawa Tengah disebut tidak bisa dicopot hanya karena berdasarkan emosi politik.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong.
Kata dia, proses pemakzulan bakal memerlukan jalan panjang dan lama.
Bahtra Banong juga menegaskan pemberhentian kepala daerah, seperti Bupati Pati, tidak dapat dilakukan secara sepihak.
Juga berdasarkan kepentingan politik tertentu.
Dijelaskannya, aturan pemberhentian kepala daerah telah diatur secara rinci dalam Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Pemberhentian kepala daerah itu sama dengan pengangkatannya, semuanya sudah ada mekanisme yang diatur dalam undang-undang,” ujar Bahtra dikutip dari Antara, Sabtu (16/8/2025).
Pernyataan Bahtra tersebut merespons polemik yang mencuat di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, terkait wacana penggunaan hak angket DPRD Pati terhadap Bupati Sudewo yang juga merupakan kader Gerindra.
Baca juga: Warga Siap Demo Jilid II Tuntut Bupati Pati Mundur, Mendagri Minta Sudewo Santun: Jangan Anarkis
Baca juga: Silfester Matutina Tak Kunjung Dieksekusi, Kajari Jaksel dilaporkan ke Jamwas
Baca juga: Kasus Kematian Prada Lucky Dianiaya Senior: Eks KSAD Jenderal Dudung Desak 20 Tersangka Dipidana
Diketahui 13 Agustus 2025, menjadi hari yang tak terlupakan bagi warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu mendesak Bupati Sudewo mundur dari jabatannya.
Aksi demo itu adalah puncak dari akumulasi kekecewaan dan kemarahan publik terhadap serangkaian kebijakan yang dinilai meresahkan masyarakat.
Puluhan ribu demonstran berhasil mendesak anggota DPRD Pati untuk mengeluarkan hak angket pemakzulan Bupati Pati Sudewo.
Alasan pemberhentian kepala daerah
Namun Bahtra menjelaskan, dalam Pasal 78 ayat (1) UU 23/2014, terdapat ketentuan yang mengatur alasan kepala daerah dapat diberhentikan dari jabatannya. Beberapa di antaranya adalah:
1. Kepala daerah meninggal dunia.
2. Kepala daerah berhalangan tetap atau mengundurkan diri.
3. Kepala daerah diberhentikan sesuai mekanisme hukum.
Lebih lanjut, dalam Pasal 78 ayat (2) disebutkan tata cara pemberhentian, misalnya masa jabatan yang telah berakhir, tidak melaksanakan tugas selama enam bulan berturut-turut, hingga pelanggaran hukum tertentu.
Baca juga: Gelombang Protes Kenaikan PBB dari Pati Meluas, Kini Warga Bone Tolak Lewat Gerakan Logistik
Baca juga: Warga Dituduh Mencuri Listrik dan Denda Rp87 Juta Viral, Begini Kata PLN
“Jadi kalau memang terbukti melakukan pelanggaran, mekanismenya sudah jelas. Indonesia ini negara hukum, ada aturan main dan tata caranya. DPRD silakan gunakan hak angket, tapi harus sesuai prosedur,” tegasnya.
Kritik bebas dari kepentingan politik
Bahtra juga mengingatkan agar proses politik di daerah tidak dipenuhi dengan muatan emosional maupun kepentingan kelompok tertentu.
Menurutnya, kritik masyarakat harus benar-benar murni demi kepentingan rakyat.
“Jangan sampai teman-teman yang berdemonstrasi kemarin niatnya tulus ingin mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Namun justru ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak lain. Semoga tidak terjadi demikian,” ungkap Bahtra.
Ia menambahkan, apabila hak angket DPRD Pati resmi bergulir, maka Bupati Sudewo wajib memberikan keterangan untuk menjelaskan kebijakan yang telah menuai kontroversi, termasuk kebijakan yang sudah dibatalkan.
Jika terbukti ada pelanggaran hukum, lanjut Bahtra, maka persoalan itu akan diuji kembali oleh Mahkamah Agung.
Namun, apabila tidak ada pelanggaran, Sudewo tetap berhak melanjutkan tugasnya sebagai kepala daerah hingga masa jabatan berakhir.
“Jangan sampai teman-teman yang berdemonstrasi kemarin niatnya tulus ingin mengkritisi kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat, namun justru ditunggangi oleh kepentingan pihak-pihak lain. Semoga tidak terjadi demikian,” ungkap Bahtra.
Ia menambahkan, apabila hak angket DPRD Pati resmi bergulir, maka Bupati Sudewo wajib memberikan keterangan untuk menjelaskan kebijakan yang telah menuai kontroversi, termasuk kebijakan yang sudah dibatalkan.
Jika terbukti ada pelanggaran hukum, lanjut Bahtra, maka persoalan itu akan diuji kembali oleh Mahkamah Agung.
Baca juga: Peringatan Keras Roy Suryo Cs ke Aparat Hukum di Kasus Silfester Matutina: Baca Dulu Pasalnya!
Namun, apabila tidak ada pelanggaran, Sudewo tetap berhak melanjutkan tugasnya sebagai kepala daerah hingga masa jabatan berakhir.
Di sisi lain, tim Pansus Hak Angket DPRD Pati memiliki waktu 60 hari untuk mengelola aspirasi warga Pati yang menuntut Sudewo lengser dari jabatannya.
Meski demikian, bupati tetap diminta menjalankan tugas agar pelayanan publik tidak terganggu akibat proses politik yang tengah berlangsung.
Warga Siap Demo Jilid II
Gelombang tuntutan mundur terhadap Bupati Pati, Sudewo, kembali memanas.
Setelah demo yang sempat ricuh pada 13 Agustus lalu, kini warga berencana menggelar unjuk rasa jilid II pada Senin, 25 Agustus 2025.
Rencana aksi demo jilid II ini diinisiasi oleh Ahmad Husein, yang sebelumnya dikenal sebagai koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.
Namun, kali ini Husein tidak akan membawa nama aliansi tersebut, melainkan menggunakan nama baru: Aliansi Masyarakat Pati Timur Bersatu.
Keputusan ini bukan tanpa alasan.
Husein menjelaskan, Aliansi Masyarakat Pati Bersatu sebelumnya telah menandatangani perjanjian dengan Polresta Pati untuk tidak menggelar demo lagi.
Perjanjian tersebut menjadi syarat pembebasan 22 pengunjuk rasa yang ditahan karena dugaan provokasi saat aksi ricuh 13 Agustus lalu.
"Namanya Masyarakat Pati Timur Bersatu. Tapi, mewakili seluruh masyarakat Pati," kata Husein.
Ia mengklaim, unjuk rasa kali ini akan melibatkan sekitar 50.000 orang dengan tuntutan utama agar DPRD Pati segera menuntaskan Pansus Hak Angket dan memakzulkan Bupati Sudewo.
Husein menegaskan surat pemberitahuan ke pihak kepolisian akan segera dikirimkan.
Dia mengimbau massa yang ikut aksi 25 Agustus nanti agar tidak bertindak anarkis dan merusak fasilitas publik. Sebab, hal itu akan merugikan massa sendiri dan justru merusak esensi dari aksi.
Pihaknya bahkan mendeteksi adanya penyusup yang memicu kericuhan pada aksi unjuk rasa 13 Agustus lalu.
Tidak menutup kemungkinan, skenario serupa akan terjadi pada demo 25 Agustus nanti.
"Bahkan saya dengar akan ada penyusup yang bikin kericuhan dengan bawa bom molotov. Saya harap jangan sampai terjadi seperti itu. Saya minta yang ikut demo besok jangan rusak fasilitas umum dan jangan anarkis. Antisipasinya, kalau ada yang ricuh, Polresta Pati harus langsung tangkap," tandas dia.
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Harga Karet Tingkat Petani di Tebo Tembus Rp 12 Ribu, Banyak yang Beralih ke Sawit
Baca juga: Jaksa Banding Putusan Tek Hui dan Mafi Abidin, Kasus TPPU Narkoba di Jambi Makin Panas
Baca juga: Tembus Rp50 Ribu per Kg, Harga Bawang Merah di Kota Jambi Naik Karena Permintaan Tinggi
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.