Berita Bungo

Juliana Jadi Sarjana Perempuan Pertama dari Suku Anak Dalam: Membuka Jalan, Menyalakan Harapan

Langkah kaki Juliana menembus batas tradisi. Ia menjadi perempuan pertama dari komunitas Suku Anak Dalam (SAD) di Dusun Dwi Karya Bhakti, Bungo Jambi.

Penulis: Khusnul Khotimah | Editor: Nurlailis
Ist
JULIANA menjadi perempuan pertama dari komunitas Suku Anak Dalam (SAD) di Dusun Dwi Karya Bhakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, yang berhasil meraih gelar sarjana dari Universitas Muhammadiyah Jambi. 

TRIBUNJAMBI.COM, BUNGO - Langkah kaki Juliana menembus batas tradisi. Ia menjadi perempuan pertama dari komunitas Suku Anak Dalam (SAD) di Dusun Dwi Karya Bhakti, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, yang berhasil meraih gelar sarjana dari Universitas Muhammadiyah Jambi. 

Keberhasilan ini bukan hanya pencapaian pribadi, tetapi juga menjadi simbol harapan baru bagi masa depan komunitas adat yang selama ini terpinggirkan.

Keberhasilan Juliana menjadi cerminan bahwa pendekatan inklusif pemerintah daerah melalui sektor pendidikan mulai menunjukkan hasil konkret.

Baca juga: KTP dan BPJS Lengkap, Warga SAD Sarolangun Jambi Tetap Sulit Berobat

Juliana berasal dari komunitas SAD yang telah berbaur dengan masyarakat umum. 

Secara regulasi, pengakuan terhadap masyarakat hukum adat di Kabupaten Bungo sudah tertuang dalam peraturan daerah kabupaten Bungo nomor 3 tahun 2006 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Perda ini menjadi landasan normatif bagi program pembinaan masyarakat adat, termasuk komunitas SAD

Namun demikian, hingga kini, penguatan implementasinya masih terus diupayakan.

Saat ini, pemerintah Kabupaten Bungo Tengah menyusun Perda tentang tata cara identifikasi dan verifikasi masyarakat adat, sebagai bagian dari agenda pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).

Baca juga: Suara SAD Sarolangun Jambi yang Terabaikan, Hadapi Tantangan Kesehatan dan Kesenjangan Sosial

Pemerintah melalui Bappeda menilai keberhasilan Juliana bukan hanya capaian pribadi, tetapi juga representasi bahwa masyarakat adat bisa maju tanpa meninggalkan identitas budayanya.

Iman Setiawan, Sekretaris Bappeda Kabupaten Bungo, mengatakan pihaknya menaruh perhatian besar terhadap masa depan komunitas SAD

Ia melihat Juliana sebagai simbol perubahan yang harus ditindaklanjuti oleh generasi muda SAD lainnya.

"Saya tantang dia. Ayo Juliana, kita naikkan levelnya. Kita ingin dia bukan hanya selesai kuliah, tapi bisa menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dusun dan kabupaten," ujar Iman. Kamis (24/7/2025).

Iman juga menyampaikan, pihaknya ingin agar keberhasilan seperti Juliana tidak berhenti pada individu, tetapi bisa menjadi contoh berkesinambungan dalam masyarakat. 

Ia mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa terus-menerus hanya memberi bantuan tanpa adanya kontribusi balik yang berkelanjutan.

Baca juga: Tapal Batas SAD dan Hutan Konservasi di Tebo Jambi Belum Jelas

"Kalau kita terus mikirkan mereka tapi mereka tidak memberi manfaat balik, ya percuma. Harus ada kesinambungan, harus selaras," tambahnya.

Sampai saat ini, jumlah SAD yang tinggal di wilayah Kabupaten Bungo mencapai sekira 506 jiwa yang terbagi dalam 114 kepala keluarga. 

Sebagian besar dari mereka sudah memiliki KTP, namun masih ada yang masih hidup berpindah-pindah sehingga menyulitkan pendataan dan pemberian bantuan.

Menurut Iman, pemerintah daerah sudah melakukan berbagai upaya untuk mendukung komunitas SAD, termasuk pembelian lahan seluas 6,8 hektare pada 2013 sebagai tempat pemukiman tetap.

Ia juga menekankan bahwa PR besar pemerintah saat ini adalah mempertahankan nilai-nilai adat dalam kehidupan modern.

"Kami ingin saat wisatawan datang, mereka bisa melihat bahwa ini memang suku anak dalam, tanpa menghilangkan adat istiadat mereka. Tapi mereka juga bisa berbaur ditengah moderenisasi. Ini PR besar kita," ujarnya.

Iman menambahkan bahwa Desa Dwi Karya Bhakti menjadi contoh bagaimana tempat yang dulunya terpencil kini bisa berkembang berkat dukungan pemerintah dan masyarakat.

Menurutnya, jika dikelola serius, desa ini bisa menjadi kawasan wisata budaya yang menarik tanpa harus mengubah identitas lokal.

Selain dukungan fisik, stigma terhadap SAD juga menjadi tantangan. Produk buatan SAD, terutama makanan, masih sering dianggap negatif oleh masyarakat.

Karena itu, Bappeda bersama Dinas Sosial aktif mempromosikan dan mendampingi pengembangan produk komunitas SAD agar lebih diterima di pasar.

"Setiap ada acara ataupun pameran kami selalu melibatkan suku anak dalam ini agar produk yang di buatnya bisa diketahui bahkan di senangi oleh masyarakat," kata iman.

Update berita Tribun Jambi di Google News

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved