News
Dokter Tifa Ungkap Makna Kuasa di Balik Kata ‘Keterlaluan’ Jokowi Jawab Megawati soal Ijazah
'Keterlalua', sebuah kata sederhana tiba-tiba jadi sorotan. Kata itu sebelumnya dilontarkan Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi jawab Megawati.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Dokter Tifa Ungkap Makna Kuasa di Balik Kata ‘Keterlaluan’ Jokowi Jawab Megawati soal Ijazah
TRIBUNJAMBI.COM - 'Keterlalua', sebuah kata sederhana tiba-tiba jadi sorotan. Kata itu sebelumnya dilontarkan Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi.
Dia mengatakan itu saat menanggapi pertanyaan wartawan soal pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
Megawati sebelumnya sempat bicara terkait isu ijazah paplus yang kembali mencuat.
Namun bagi publik kritis seperti Dokter Tifa, kata “keterlaluan” bukan sekadar respons spontan.
Lewat akun X (Twitter)-nya @doktertifa, ia menyebut bahwa respons tersebut adalah “kode kuasa” yang mengandung makna lebih dalam daripada sekadar pernyataan pribadi.
“Dalam politik, tidak ada kata netral,” tulis Dokter Tifa membuka unggahannya yang berjudul Ketika 'Keterlaluan' Menjadi Senjata Kekuasaan.
Unggahan itu mengupas bagaimana satu kata yang tampaknya sederhana bisa menjelma menjadi bentuk simbolik dari kekuasaan yang mencoba membungkam pertanyaan.
Padahal, kata yang dimaksud itu diucapkan dalam konteks menjawab pernyataan Megawati sendiri:
“Kalau memang punya ijazah, diperlihatkan saja. Kenapa harus repot-repot?”
Baca juga: Dokter Tifa Sentil Ijazah Jokowi Pakai Gaya Woody Woodpecker: Anak UGM Pasti Tahu Kenapa Saya Ketawa
Baca juga: Ngarang Aja Malunya Roy Suryo Disentil Mustoha Teman Kuliah Jokowi Soal Ijazah, Akui Wisuda Bareng
Terlapor (yang dalam konteks ini merujuk pada Presiden Jokowi) merespons pernyataan itu dengan satu kata: "Keterlaluan." Sebuah reaksi yang menimbulkan banyak tafsir.
Terutama ketika diarahkan secara implisit kepada tokoh utama dari partai yang mengusungnya ke tampuk kekuasaan.
Menurut dr. Tifa, penggunaan kata tersebut bukan sekadar sindiran pada Roy Suryo, dirinya, Rismon Sianipar, atau para peneliti yang mewakili suara publik.
Tapi juga bisa dimaknai sebagai bentuk tekanan halus kepada Megawati sendiri, tokoh yang punya peran besar dalam perjalanan politik Jokowi sejak Walikota Solo hingga Presiden dua periode.
“Siapapun yang mempertanyakan ijazah, meskipun berasal dari rumah politiknya sendiri, dianggap telah melewati batas. Dianggapnya keterlaluan,” ujar dr. Tifa.
Padahal, ia menegaskan, dalam republik demokratis, tidak ada batas untuk berpikir, bertanya, dan meminta transparansi.
Terlebih jika itu berkaitan dengan kepemimpinan publik.
“Yang terbatas, adalah batas untuk berkuasa, dan batas dalam menggunakan kekuasaan,” tulisnya.
Dan jika batas itu dilampaui, menurutnya, itu adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan alias abuse of power.
“Ketika ‘keterlaluan’ diucapkan untuk membungkam akal publik, justru di situlah letak keterlaluan yang sesungguhnya,” tandasnya.
Pertanyaan Megawati sejatinya sederhana. Jika memang memiliki ijazah asli, mengapa tidak segera ditunjukkan saja? Apalagi saat itu ijazah disebut-sebut sudah berada di tangan.
Baca juga: Saya Kasihan. Tapi, Ya Ini Kan Sudah Keterlaluan Kata Jokowi Usai Klarifikasi Tuduhan Ijazah palsu
Namun yang diperlihatkan hanya bagian belakang map dokumen, bukan isinya.
Lebih jauh, dr. Tifa juga menyinggung sikap Presiden dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta, yang disebut-sebut telah berulang kali diminta hakim untuk menunjukkan ijazahnya, namun belum juga dilakukan.
“Mau hakim di pengadilan mana lagi yang bisa memaksa terlapor menunjukkan ijazahnya?” tulisnya, mempertanyakan.
Bagi sebagian orang, unggahan ini mungkin terdengar pedas.
Namun bagi banyak pihak lainnya, ia menyuarakan pertanyaan yang selama ini mungkin hanya bergema di ruang-ruang diskusi privat.
Di tengah arus politik yang kian kabur batas antara kuasa dan logika publik, satu kata bisa menjadi kaca pembesar mengungkap lebih banyak daripada yang tampak.
Berikut cuitan lengkap Dokter Tifa tersebut:
Ketika "Keterlaluan" Menjadi Senjata Kekuasaan
Dalam politik, tidak ada kata netral.
Terlapor menyebut kata "keterlaluan" tepat saat wartawan menanyakan tanggapannya terkait pernyataan Ketum PDIP - Ibu Megawati Soekarnoputri- pernyataan : "kalau memang punya ijazah, diperlihatkan saja, kenapa harus repot-repot"
Jawaban terlapor: "Keterlaluan".
Artinya, ini bukan lagi komentar personal. Ini adalah "kode kuasa".
Baca juga: Dandim Yahukimo Dikabarkan Terkena Tembakan KKB Papua, Video Detik-detik Evakuasi Viral
Kata ini digunakan untuk menjawab pertanyaan atas pernyataan Ketum PDIP. Kata ini tidak hanya diarahkan kepada Roy Suryo, Rismon Sianipar, dr Tifa, Peneliti yang mewakili pertanyaan rakyat,
tetapi juga menjadi sinyal halus kepada Megawati - yang notabene Ketua Umum PDIP: Partai pengusung utama sejak terlapor menuju kursi Presiden 2014, 2019 bahkan sejak Gubernur DKI, bahkan sejak Walikota.
Artinya,
Siapapun yang mempertanyakan ijazah, meskipun berasal dari rumah politiknya sendiri, dianggapnya telah melewati batas. Dianggapnya keterlaluan.
Padahal, dalam Republik Demokratik, tidak ada batas untuk berpikir. Tidak ada batas untuk bertanya tentang sesuatu yang disembunyikan dan butuh jawaban.
Yang terbatas, adalah batas untuk berkuasa, dan batas menggunakan kekuasaan, dan ketika tidak ada batas dalam kekuasaan, itu adalah penyalahgunaan kekuasaan.
Keterlaluan ini, adalah sebuah abuse of power.
Ketika keterlaluan diucapkan untuk membungkam akal publik, justru di situlah letak keterlaluan yang sesungguhnya.
Megawati Soekarnioputri hanya menyatakan:
Kalau memang punya ijazah, mengapa harus repot-repot.
Sebuah pertanyaan sederhana. Yang seharusnya dijawab dengan sederhana juga. Toh, ketika ditanya wartawan, ijazah sedang dipegang di tangan.
Kenapa map ijazah itu harus dibalik, hanya memperlihatkan sisi belakang saja?
Kenapa harus mempersulit keadaan, dengan menyatakan bahwa nanti ijazah diperlihatkan di depan hakim?
Bukankah terlapor, di Pengadilan Negeri Surakarta yang sedang berlangsung, sudah diminta oleh Hakim untuk memperlihatkan ijazah? Dan berkali-kali pula?
Tetap saja di depan pengadilan negeri Surakarta, diminta oleh Hakim, tidak mau menunjukkan ijazahnya?
Mau Hakim di pengadilan mana lagi yang bisa memaksa terlapor menunjukkan ijazahnya?
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Prediksi Skor dan Statistik Metz vs Reims di Saint Symphorien 22/5/2025 Pukul 01.00 WIB
Baca juga: Tebo Jambi Tak Kekurangan Hewan Kurban, Stok Tahun Ini Berlebih
Baca juga: Jenazah Polisi Muaro Jambi Aipda Hendra Dimakamkan, Autopsi Sudah Dilakukan
Baca juga: Pegawai Bank di Medan vs Anggota DPRD Sumut, Iming-iming Karier hingga Mengotori Selimut Hotel
Dokter Tifa
Joko Widodo
Jokowi
ijazah palsu
Megawati Soekarnoputri
PDI Perjuangan
ijazah
berkuasa
Tribunjambi.com
Dokter Tifa Sentil Ijazah Jokowi Pakai Gaya Woody Woodpecker: Anak UGM Pasti Tahu Kenapa Saya Ketawa |
![]() |
---|
'Ngarang Aja' Malunya Roy Suryo Disentil Mustoha Teman Kuliah Jokowi Soal Ijazah, Akui Wisuda Bareng |
![]() |
---|
Ini 4 Orang yang Dilaporkan ke Polisi Terkait Isu Ijazah Palsu Jokowi, Mulai Rismon Sianipar-dr Tifa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.