News

Dokter Tifa Ungkap Makna Kuasa di Balik Kata ‘Keterlaluan’ Jokowi Jawab Megawati soal Ijazah

'Keterlalua', sebuah kata sederhana tiba-tiba jadi sorotan. Kata itu sebelumnya dilontarkan Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi jawab Megawati.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Ist/ Kolase Tribun Jambi
UNGKAP MAKNA: Dokter Tifa, Jokowi dan Megawati Soekarnoputri. 'Keterlalua', sebuah kata sederhana tiba-tiba jadi sorotan. Kata itu sebelumnya dilontarkan Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi. Dia mengatakan itu saat menanggapi pertanyaan wartawan soal pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. 

Artinya, ini bukan lagi komentar personal. Ini adalah "kode kuasa".

Baca juga: Dandim Yahukimo Dikabarkan Terkena Tembakan KKB Papua, Video Detik-detik Evakuasi Viral

Kata ini digunakan untuk menjawab pertanyaan atas pernyataan Ketum PDIP. Kata ini tidak hanya diarahkan kepada Roy Suryo, Rismon Sianipar, dr Tifa, Peneliti yang mewakili pertanyaan rakyat, 
tetapi juga menjadi sinyal halus kepada Megawati - yang notabene Ketua Umum PDIP: Partai pengusung utama sejak terlapor menuju kursi Presiden 2014, 2019 bahkan sejak Gubernur DKI, bahkan sejak Walikota.

Artinya,
Siapapun yang mempertanyakan ijazah, meskipun berasal dari rumah politiknya sendiri, dianggapnya telah melewati batas. Dianggapnya keterlaluan.

Padahal, dalam Republik Demokratik, tidak ada batas untuk berpikir. Tidak ada batas untuk bertanya tentang sesuatu yang disembunyikan dan butuh jawaban.

Yang terbatas, adalah batas untuk berkuasa, dan batas menggunakan kekuasaan, dan ketika tidak ada batas dalam kekuasaan, itu adalah penyalahgunaan kekuasaan.

Keterlaluan ini, adalah sebuah abuse of power.

Ketika keterlaluan diucapkan untuk membungkam akal publik, justru di situlah letak keterlaluan yang sesungguhnya.

Megawati Soekarnioputri hanya menyatakan:

Kalau memang punya ijazah, mengapa harus repot-repot.

Sebuah pertanyaan  sederhana. Yang seharusnya dijawab dengan sederhana juga. Toh, ketika ditanya wartawan, ijazah  sedang dipegang di tangan.

Kenapa map ijazah itu harus dibalik, hanya memperlihatkan sisi belakang saja?

Kenapa harus mempersulit keadaan, dengan menyatakan bahwa nanti ijazah diperlihatkan di depan hakim?

Bukankah terlapor, di Pengadilan Negeri Surakarta yang sedang berlangsung, sudah diminta oleh Hakim untuk memperlihatkan ijazah? Dan berkali-kali pula?

Tetap saja di depan pengadilan negeri Surakarta, diminta oleh Hakim,  tidak mau menunjukkan ijazahnya?

Mau Hakim di pengadilan mana lagi yang bisa memaksa terlapor menunjukkan ijazahnya?

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved