Berita Viral

2 Pelaku Penyeroyokan Suku Anak Dalam di Tebo Jambi hingga 1 SAD Tewas, Ditangkap Polisi

2 terduga pelaku pengeroyokan terhadap Suku Anak Dalam (SAD) di wilayah Kabupaten Tebo, Jambi ditangkap pihak kepolisian.

Penulis: Suci Rahayu PK | Editor: Suci Rahayu PK
Kolase Tribunjambi.com/ist
PELAKU PENGEROYOKAN - 2 terduga pelaku pengeroyokan terhadap Suku Anak Dalam (SAD) di wilayah Kabupaten Tebo, Jambi ditangkap pihak kepolisian. Diketahui, 3 warga SAD di Tebo dikeroyok usai mengambil brondolan sawit di areal perkebunan perusahaan. 

TRIBUNJAMBI.COM, Jambi2 terduga pelaku pengeroyokan terhadap Suku Anak Dalam (SAD) di wilayah Kabupaten Tebo, Jambi ditangkap pihak kepolisian.

Diketahui, 3 warga SAD di Tebo dikeroyok usai mengambil brondolan sawit di areal perkebunan perusahaan.

Satu dari 3 warga SAD tewas saat dikeroyok security perusahaan kelapa sawit Desa Betung Bedarah Barat Kecamatan Tebo Ilir Kabupaten Tebo, tepatnya di Jerambah Sungai Kemang, Selasa (1/5/2025) siang.

Satu SAD tewas usai di tembak dan dikeroyok oleh pihak perusahaan PT PAL di wilayah Desa Betung Berdarah Timur, Kecamatan Tabir, Kabupaten Tebo.
Satu SAD tewas usai di tembak dan dikeroyok oleh pihak perusahaan PT PAL di wilayah Desa Betung Berdarah Timur, Kecamatan Tabir, Kabupaten Tebo. (IST)

Disinyalir pengeroyokan 2 warga SAD di areal perkebunan PT APL (sebelumnya tertulis PT Tambora, red) yang letaknya di Kabupaten Batanghari namun sebagian perkebunannya di Tebo.

Kabar penangkapan 2 terduga pelaku pengeroyokan ini seperti diunggah akun Instagram @manangsoebeti_official milik Direskrimum Polda Jambi Kombes Manang Soebeti pada Kamis (1/5/2025).

Penangkapan 2 terduga pelaku ini dilakukan pada Rabu (30/4/2025) usai penyeroyokan dan viral di media sosial.

"2 orang pelaku pengeroyokan terhadap korban suku anak dalam (SAD) di wilyah tebo Jambi yang mengakibat korban meninggal dunia sudah ditangkap," tulis Manang Soebeti di Instagram.

Pihak kepolisian juga menghimbau pelaku pengeroyokan lainnya untuk menyerahkan diri.

"Kepada para pelaku yang lain agar segera menyerahkan diri," ditulisan yang sama.

Baca juga: Konflik Berkepanjangan Suku Anak Dalam Jambi vs Perusahaan, Terbaru 3 SAD Dikeroyok di Tebo

Baca juga: GEGER! Pria di Pasar Angso Duo Jambi Ditusuk Bagian Perut

Sebelumnya, gegara beberapa karung brondolan sawit, 3 Suku Anak Dalam (SAD) di Kabupaten Tebo, Jambi, dikeroyok.

Bahkan satu dari 3 SAD itu meregang nyawa usai dikeroyok security perusahaan kelapa sawit.

Insiden pengeroyokan ini terjadi pada Selasa (29/4/2025) siang di Desa Betung Bedarah Barat Kecamatan Tebo Ilir Kabupaten Tebo, tepatnya di Jerambah Sungai Kemang.

Kronologi Versi SAD

Depati Gentar, paman dari Orang Rimba atau SAD korban yang luka-luka, memaparkan Orang Rimba mengambil brondol bukan untuk mencari kaya, tetapi hanya untuk menyambung hidup.

Penyebabnya, karena sumber daya alam hutan yang menjadi sumber kehidupan Orang Rimba semakin tipis. 

Sebelum perstiwa ini terjadi, Gentar menuturkan sudah ada pembicaraan antara Orang Rimba dan perusahaan. 

“Kami Orang Rimba diminta diberi kesempatan untuk mengambil brondol, istilahnya kami bantu perusahaan untuk mengambil buah yang jatuh dari pohonnya, kemudian sebagai imbalannya perusahaan bersedia membeli brondolan sawit tersebut, kami berharap ini menjadi solusi, supaya perusahaan bisa berjalan dan kami Orang Rimba juga bisa hidup,”kata Gentar. 

Namun hasil pertemuan dengan perusahaan yang di gelar sekitar 2 bulan lalu ini tidak kunjung mencapai kata sepakat, sampai akhirnya timbul penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan korban luka.  

Gentar mengatakan Orang Rimba butuh hidup, ketika hutannya beralih menjadi perkebunan, kenapa perusahaan tidak mau memberikan sedikit ruang untuk Orang Rimba menyambung hidup dari mengambil brondolan sawit.

Baca juga: Banyak Tapal Batas Desa di Batanghari Jambi Belum Tuntas, Biaya dan Persepsi Warga Jadi Kendala

Baca juga: Viral Warga Desa Sukaramai Batanghari Jambi Tahan Tongkang Batu Bara: Sebabkan Erosi Ancam Kebun

Keterangan Polda Jambi

Paur Penum Humas Polda Jambi, IPDA Maulana mengatakan bahwa kejadian bermula dari kegiatan patroli yang dilakukan sekitar 200 orang yang terdiri dari petugas keamanan perusahaan dan warga Desa Betung Bedaro Timur. 

Patroli dilakukan karena adanya dugaan pencurian brondolan sawit oleh sekelompok warga.

"Saat patroli berlangsung, ditemukan sejumlah warga SAD tengah memungut berondol sawit. Mereka langsung diamankan oleh pihak keamanan dan warga," ujar Maulana.

Namun, saat hendak diamankan, diduga terjadi perlawanan dari pihak SAD yang berujung pada aksi kekerasan. 

Dua warga SAD mengalami luka-luka akibat insiden tersebut.

"Keduanya sempat dirawat di RSUD Tebo. Namun satu korban, berinisial PL (27), meninggal dunia setelah mendapat penanganan medis. Sementara satu korban lainnya, B (25), masih menjalani perawatan," jelasnya.

Kedua korban diketahui merupakan warga SAD yang tinggal di wilayah Kabupaten Merangin.

Maulana menambahkan, peristiwa ini kini tengah dalam penyelidikan oleh Satreskrim Polres Tebo. Ia belum menyebutkan identitas terduga pelaku penganiayaan.

“Kasus ini masih dalam penyelidikan,” tegasnya.

Tak berhenti di situ, pada sore harinya sekitar 25 orang dari kelompok SAD dilaporkan kembali ke lokasi dan melakukan penyerangan.

Saat itu, aparat TNI dan kepolisian telah berada di lokasi.

“Akibat serangan tersebut, dua anggota Polsek Tebo Ilir mengalami luka akibat dipukul. Namun kondisi saat ini sudah terkendali,” tutup Maulana sambil mengimbau semua pihak untuk menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah tersebut.

Konflik Berkepanjangan

Peristiwa tewasnya warga Suku Anak Dalam akibat keributan dengan sekuriti perusahaan di Tebo, meninggalkan keprihatinan mendalam.

Orang Rimba (warga Suku Anak Dalam) tersebut tewas setelah mengambil brondolan sawit perusahaan, kemudian diadang sekuriti perusahaan.

Konflik antara Orang Rimba dengan perusahaan perkebunan sawit, bukan terjadi sekali atau dua kali.

Antropolog KKI WARSI, Robert Aritonang, memaparkan Orang Rimba mengambil brondolan sawit di areal perkebunan yang didirikan di dalam wilayah jelajah mereka. 

Selama ini, peralihan ruang jelajah menjadi perkebunan kelapa sawit, mengakibatkan suku yang hidup di dalam hutan mengalami marginalisasi (terpinggirkan) dan kehilangan ruang hidup. 

Ini yang mendorong Orang Rimba SAD sesekali melakukan kegiatan yang disebut membrondol atau mengumpulkan butiran  buah sawit yang terlepas dari tandanya.  

Peristiwa tewasnya Orang Rimba, sangat memilukan dan mencederai rasa keadilan. 

Perlu ada pertanggungjawaban penuh atas tindakan kekerasan yang terjadi. Penghilangan nyawa manusia, apalagi terhadap masyarakat adat yang sedang berjuang mempertahankan hidup, tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apa pun.

Konflik yang terjadi ini, antara Suku Anak Dalam dan Perusahaan, merupakan dampak lanjutan terhadap pembiaran dan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat yang sejak dulu ada di wilayah itu. 

Dalam kondisi keterdesakan ekonomi, pendidikan yang tidak memadai  dan hilangnya sumber pangan dari hutan, mengambil brondolan sawit menjadi salah satu cara bertahan hidup bagi sebagian Orang Rimba. 

Baca juga: Pelatih Inter Milan Simone Inzaghi Puji Wonderkid Barcelona Lamine Yamal yang Tampil Gemilang

Baca juga: AS Roma Bimbang degan Masa Depan Bek Tengah Berperingkat Tinggi Evan N’Dicka

Harus ada solusi yang konkret terhadap persoalan ini, sehingga Orang Rimba punya ruang untuk melanjutkan kehidupan mereka. 

Robert menyerukan untuk menghentikan tindakan kekerasan yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. 

KKI Warsi menyerukan pihak kepolisian untuk segera mengusut tuntas peristiwa ini secara transparan dan adil serta membawa pelaku ke jalur hukum.

Selain itu, penting bagi pemerintah daerah dan pusat untuk segera turun tangan menyelesaikan konflik tenurial antara perusahaan dan masyarakat adat, serta memberikan pengakuan dan perlindungan hukum atas wilayah kelola Orang Rimba

Perusahaan harus bertanggung jawab secara moral dan hukum atas hilangnya nyawa serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap cara-cara pengamanan yang digunakan. 

Kekerasan bukan jalan penyelesaian. 

Pengakuan hak masyarakat adat dan penyelesaian konflik agraria adalah langkah utama untuk menciptakan keadilan sosial dan perlindungan hak asasi manusia. (*)

 

 

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Banyak Tapal Batas Desa di Batanghari Jambi Belum Tuntas, Biaya dan Persepsi Warga Jadi Kendala

Baca juga: Viral Warga Desa Sukaramai Batanghari Jambi Tahan Tongkang Batu Bara: Sebabkan Erosi Ancam Kebun

Baca juga: Konflik Berkepanjangan Suku Anak Dalam Jambi vs Perusahaan, Terbaru 3 SAD Dikeroyok di Tebo

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved