Berita Tanjung Jabung Barat

Dua Santri jadi Korban Oknum Pengasuh Ponpes di Tanjab Barat yang Ternyata tak Berizin

Tersangka berinisial SH (44) sudah diamankan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) di Mapolres Tanjabbar pada Jumat (18/4/2025) malam.

Penulis: Rara Khushshoh Azzahro | Editor: Mareza Sutan AJ
istimewa
ILUSTRASI ASUSILA- Dua santri di Tanjab Barat diduga menjadi korban pencabulan oknum pengasuh pondok berinisial SH (44). Pondok Pesantren Darul Islah Taman Raja tersebut ternyata tak berizin. 

TRIBUNJAMBI.COM, KUALA TUNGKAL - Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Islah Taman Raja, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), menjadi tempat kejadian perkara (TKP) kasus asusila oknum pengasuh terhadap dua santrinya. Tersangka berinisial SH (44) sudah diamankan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) di Mapolres Tanjabbar pada Jumat (18/4/2025) malam.

Berdasarkan penelusuran Tribun Jambi, nama Ponpes Darul Islah Taman Raja ternyata tidak ditemukan dalam data di laman resmi education management information system (EMIS) Kemenag.

Lebih lanjut, Kasi PD Potren Kantor Kemenag Tanjabbar, Siti Aminah juga membenarkan ponpes tersebut tidak terdata resmi oleh Kemenag.

"Mereka (pihak ponpes, red) tidak pernah mengajukan izin operasional ke kami. Bahkan tidak pernah konsultasi apapun, sekalipun melalui telepon. Jadi di luar pantauan, karena kami pun tidak tahu," jelasnya, Selasa (22/4/2025).

Dia mengatakan, Ponpes tanpa izin operasional tidak dalam pantauan Kemenag lantaran Ponpes Darul Islah Taman Raja tidak diketahui identitasnya sampai ke alamatnya.

Dengan demikian, Kemenag tidak mendapatkan informasi latar belakang pemilik pesantren, pengajar, materi ajar seperti kitab-kitab yang dikaji hingga data santri.

Adapun, Ponpes yang telah memiliki surat keputusan (SK) operasional atau surat izin biasanya sudah memenuhi syarat-syarat ketetapan dari Kemenag.

"Ada 26 syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yayasan apabila hendak beroperasi. Salah satunya akte tanah, apabila hibah ya surat hibahnya. Lalu identitas dan latar belakang pengurus atau pengasuhnya," jelas dia.

Bukan hanya itu, Kemenag Tanjabbar akan melakukan verifikasi lapangan, mengunjungi dan melihat langsung aktivitas kepesantrenan sesuai dengan semestinya atau tidak.

Setelah diverifikasi tingkat kabupaten, data akan diseleksi tingkat provinsi, kemudian terakhir Kemenag pusat akan memberi persetujuan kelolosan syaratnya.

Ponpes yang telah mendapatkan izin resmi Kemenag akan mendapatkan pembinaan oleh Kemenag melalui seksi PD Potren, setidaknya setiap triwulan.

Kemenag akan memberi arahan bagaimana semestinya Ponpes masih pada jalur keislaman dan mendidik santri dengan benar.

Sebelumnya diwartakan, dua orang santri menjadi korban SH yang merupakan pengasuh Ponpes Darul Islah Taman Raja. Kasus ini terkuak setelah tiga tahun.

Kasat Reskrim Polres Tanjab Barat, AKP Frans Setiawan Sipayung mengungkap, tindakan amoral SH dilakukan para rentang Februari-November 2022, saat kedua korban masih berusia sekitar 16 tahun.

Korban yang merupakan santri di Ponpes itu baru berani mengungkap apa yang dialami pada 2025, setelah keduanya tidak lagi menjadi santri di pondok pesantren itu.

UPTD PPA Akan Dampingi Korban

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Tanjabbar akan mendampingi korban kasus pencabulan yang dilakukan oleh SH. 

"Usia korban (saat ini) sudah bukan katagori anak lagi, tapi pada waktu kejadian masih anak. Nanti waktu pemeriksaan di Polres akan kami dampingi dengan pengacara UPT, baik di pemeriksaan dan penanganan psikologi korban," ujar Yanti, Kepala UPTD PPA Tanjab Barat, Ahad (20/4/2025).

Terancam 15 Tahun

Seorang pengasuh pondok pesantren (Ponpes) Darul Islah Taman Raja, Kecamatan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat berinisial SH (44) ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan dan terancam hukuman penjara 15 tahun.

Adapun korban adalah dua orang santri laki-laki di pondok tersebut yang dicabuli pada 2022 lalu.

Dari pengakuan satu di antara korban, dia mendapat perlakuan amoral itu sebanyak 12 kali pada 2022. Sementara satu korban lainnya juga mengaku mendapat tindakan itu berulang kali.

Kasat Reskrim Polres Tanjung Jabung Barat, AKP Frans Setiawan Sipayung dalam keterangan persnya menjelaskan, modus tersangka adalah meminta pijat sebelum merudapaksa korban.

Dari keterangan korban yang mendapat kejahatan seksual sebanyak 12 kali, tindakan itu dilakukan SH selama Februari hingga November 2022 saat dia mengikuti pendidikan di Ponpes tersebut saat berusia 16 tahun.

Korban baru berani buka suara setelah tiga tahun, atau berusia 19 tahun, setelah tidak lagi berada di pondok pesantren tersebut.

"Tersangka tinggal di satu area dengan korban yang merupakan santri di pondok pesantren tempat tersangka mengajar dan masih di bawah umur," jelas dia, Senin (21/4/2025).

Kasus ini terkuak setelah viral di media sosial. Polisi bergerak melakukan penyelidikan setelah kasus ini menjadi buah bibir di jagat maya. SH dilaporkan kepada pihak kepolisian oleh keluarga korban.

Polisi yang mendapat informasi menangkap SH pada Jumat (18/4) malam sekira pukul 22.15 WIB melalui Unit Reskrim dan Unit PPA Satreskrim Polres Tanjung Jabung Barat.

Akibat perbuatannya, SH kini dijerat Pasal 82 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang Jo Pasal 76E Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Ancaman hukumnya maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar,"  pungkas Kasat Reskrim.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved