5 Fakta Penyiraman Air Cabai ke Santri Aceh, Berakhir Damai

Kasus dugaan penyiraman air cabai terhadap seorang santri di Dayah Darul Hasanah, Pante Ceureumen, Aceh Barat, akhirnya berakhir damai. 

Editor: Nurlailis
Ist
Kasus dugaan penyiraman air cabai terhadap seorang santri di Aceh Barat akhirnya berakhir damai. 

TRIBUNJAMBI.COM - Kasus dugaan penyiraman air cabai terhadap seorang santri di Dayah Darul Hasanah, Pante Ceureumen, Aceh Barat, akhirnya berakhir damai. 

Dinas Dayah Kabupaten Aceh Barat menggelar mediasi dan penandatanganan kesepakatan perdamaian pada Kamis (10/10/2024) di kantor Dinas Dayah Meulaboh. 

Langkah ini diharapkan dapat menghindari stigma negatif yang bisa merusak citra lembaga-lembaga dayah di Aceh.

1. Mediasi dan Penandatanganan Kesepakatan Perdamaian

Mediasi yang digelar oleh Dinas Dayah Aceh Barat melibatkan semua pihak terkait, termasuk keluarga santri korban dan pimpinan dayah. 

Kasus ini bermula dari dugaan penyiraman air cabai oleh istri pimpinan dayah sebagai bentuk hukuman kepada seorang santri. 

Insiden tersebut sempat berujung pada laporan polisi yang diterima oleh Polres Aceh Barat.

Namun, setelah dilakukan mediasi antara pihak keluarga santri dan pimpinan dayah, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. 

Keluarga santri menyatakan telah memaafkan tindakan tersebut, sementara istri pimpinan dayah juga menyampaikan permohonan maaf. 

Mediasi tersebut juga disaksikan oleh berbagai tokoh masyarakat, termasuk Kepala Dinas Pendidikan Dayah, Camat Pante Ceureumen, serta perwakilan HUDA Aceh Barat dan PCNU.

Baca juga: Viral Warga Jombang Umrah Bersama Usai Menabung Rp 10 Ribu Selama 5 Tahun

2. Dampak Positif dari Penyelesaian Secara Damai

Hendra Syahputra, Kabid Pembinaan dan Pemberdayaan SDM Dinas Dayah Aceh Barat, mengungkapkan bahwa mediasi dan penyelesaian damai ini merupakan langkah positif untuk menghindari dampak negatif terhadap lembaga-lembaga dayah. 

"Langkah ini dapat menghindari stigma negatif terhadap lembaga-lembaga dayah di Aceh Barat dan Aceh secara umum," kata Hendra, seperti yang dilansir oleh SerambiNews.

Dalam kesempatan yang sama, Hendra juga menegaskan bahwa proses belajar mengajar di Dayah Darul Hasanah kini kembali normal. 

Semua pihak berharap dayah tersebut tetap menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para santri untuk menuntut ilmu. 

Dengan selesainya masalah ini, diharapkan kejadian serupa tidak akan terulang lagi di masa depan.

3. Pentingnya Menghindari Kekerasan dalam Dunia Pendidikan

Dinas Dayah Aceh Barat juga mengapresiasi sikap bijak orang tua santri yang memilih untuk menyelesaikan masalah ini secara damai, meski sempat menimbulkan kerisauan. 

Hendra menekankan bahwa peristiwa ini harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak di dunia pendidikan, khususnya di dayah, untuk menghindari tindakan kekerasan atau persekusi.

"Keamanan dan kenyamanan santri dalam menjalani proses pendidikan harus menjadi prioritas. Kami berharap insiden seperti ini tidak hanya diselesaikan dengan cara damai, tetapi juga menjadi pemicu bagi perubahan dalam pendekatan pembinaan di dayah," tambah Hendra.

Baca juga: Residivis Curanmor Dibekuk Tim Elang Sat Reskrim Polres Merangin, Pakai Kekerasan saat Beraksi

4. Proses Hukum yang Berujung pada Perdamaian

Dalam mediasi tersebut, dihasilkan kesepakatan untuk mencabut laporan polisi yang telah diajukan oleh pihak keluarga santri kepada Polres Aceh Barat. 

Ini menandakan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan masalah ini tanpa melalui jalur hukum lebih lanjut.

Dengan adanya perdamaian ini, Dinas Dayah Aceh Barat optimis bahwa situasi di lingkungan pendidikan dapat terus membaik.

5. Kehadiran Tokoh Masyarakat dalam Mediasi

Mediasi ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh masyarakat yang memberikan dukungan terhadap proses perdamaian. 

Beberapa di antaranya adalah Kepala Dinas Pendidikan Dayah Zulkifli, Camat Pante Ceureumen Zulkarnaini, Ketua HUDA Aceh Barat Tgk M Arifin, Ketua PCNU Tgk H Khairul Azhar, serta perwakilan dari Dayah Waled Saifuddin.

Juga hadir dalam mediasi ini adalah Keuchik Pante Ceureumen, Abdul Hamid, dan Komite SMPN Darul Hasan, Ibrahim.

Surat berita acara perdamaian ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat, yaitu pimpinan dayah, korban, dan saksi-saksi yang hadir pada mediasi tersebut. 

Penandatanganan ini menandai berakhirnya sengketa dan diharapkan menjadi contoh bagi lembaga-lembaga pendidikan lainnya di Aceh.

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com

Update berita Tribun Jambi di Google News

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved