Kisah Inspiratif
Kisah Pengorbanan Petugas Karhutla Tanjabbar M Isya: Penjaga Alam dari Kobaran Api
Di tengah teriknya matahari musim kemarau, Muhammad Isya, seorang petugas pemadam Karhutla dari BPBD untuk bertempur dengan api yang melahap lahan.
Penulis: Sopianto | Editor: Darwin Sijabat
Pemadam Karhutla.
KUALA TUNGKAL, TRIBUN - Di tengah teriknya matahari musim kemarau, Muhammad Isya, seorang petugas pemadam kebakaran dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), mengenakan alat pelindung diri lengkap dan bersiap untuk bertempur dengan api yang melahap lahan gambut di Tanjung Jabung Barat.
Pada Jumat, 26 Juli 2024, Isya bercerita tentang pengalamannya sebagai petugas pemadam kebakaran yang sering harus turun ke lapangan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Isya, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), sering kali menghadapi tantangan berat saat berusaha memadamkan api di tengah musim kemarau.
"Tidak mudah bagi petugas untuk memadamkan api saat kebakaran di musim kemarau. Butuh kehati-hatian dan kejelian dalam melihat situasi dan kondisi di lapangan," ujarnya.
Menurutnya, setiap lokasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda, terutama antara lahan gambut dan lahan mineral.
"Namun yang paling sulit dipadamkan adalah lahan gambut. Perlu kerjasama tim untuk menjinakkan api karena lahan gambut bisa menjalar sampai ke bawah," jelas Isya.
Dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, Isya dan timnya menyemprotkan air ke titik api. Proses ini memakan waktu lama, mengingat lahan gambut mudah terbakar dan menyimpan api serta panas.
"Lahan gambut ini terbagi dua jenis, gambut kuning dan gambut merah. Menurut saya, gambut yang paling sulit dipadamkan itu gambut kuning. Butuh berminggu-minggu untuk padam," kata Isya.
Baca juga: Kisah Perjuangan Rianti Oktavia Guru Muda Jambi: dari Desa Tertinggal Menuju Puncak Pendidikan
Baca juga: Kisah Petugas Pemadam Kebakaran Hutan di Tanjabbar, Karhutla di Lahan Gambut Sulit Dipadamkan
Cara memadamkan lahan gambut sedikit berbeda dengan lahan mineral. "Kelihatannya api sudah padam, namun sebenarnya api tersebut belum padam karena menjalar sampai ke bawah," tambahnya.
"Padam hari ini, besok pagi kadang-kadang api kembali timbul. Agak susah padamkan api di lahan gambut."
Isya juga mengungkapkan bahwa kedalaman lahan gambut bisa mencapai tiga meter, membuat petugas kesulitan memadamkan api.
"Api sudah padam, timbul asap tebal. Kadang kita lihat besok ada titik api lagi," ujarnya.
Berbeda dengan lahan mineral, jika bahan bakar di sekitar lokasi sudah habis, api padam dengan sendirinya dan tidak mengulang kebakaran.
Pengalaman Isya selama memadamkan karhutla di Tanjung Jabung Barat menunjukkan pentingnya tim reaksi cepat (TRC) yang ditempatkan di pos sebelum musim kemarau.
Tugas personel TRC adalah untuk mem-back up jika terjadi kebakaran, terutama karena posisi yang sering terjadi karhutla cukup jauh dari Kuala Tungkal.
"Petugas tersebutlah yang mem-back up terlebih dahulu jika terjadi karhutla, sebelum datang personel dari Kuala Tungkal," jelas Isya.
Baca juga: Kisah Warga Jambi Lepas Baiat NII Seri I, Kini Pegang Bendera Merah Putih
Di lapangan, petugas selalu mengabarkan posisi dan situasi kepada rekan-rekan lainnya untuk menghindari miskomunikasi. Mereka juga harus memperhatikan arah angin saat menyemprotkan air.
"Kita lihat arah angin. Misalnya, jika angin ke selatan, kita semprotkan air ke timur. Jangan sampai kita berhadapan dengan angin, takutnya kita tergulung," terang Isya.
Selama pemadaman karhutla, semua pihak terlibat, mulai dari TNI/Polri, Manggala Agni, hingga pihak terkait lainnya. Tidak bisa sendiri-sendiri untuk memadamkan karhutla. Jika lahan yang terbakar sangat luas, mereka akan meminta bantuan dari PT WKS yang menggunakan helikopter water bombing dan juga dari BPBD Provinsi Jambi.
Agar api tidak menyebar, tim dibagi beberapa kelompok untuk menyemprotkan air pada titik tertentu. Jika luas lahan yang terbakar sangat luas dan api sulit dipadamkan, mereka akan menerjunkan alat berat untuk membuat sekat kanal guna memutus rantai kebakaran.
"Sekat kanal itu ada rembesan air, guna untuk memutuskan rantai kebakaran," terang Isya.
Salah satu tantangan terbesar dalam memadamkan api di Tanjung Jabung Barat adalah akses menuju lokasi, terutama karena wilayah tersebut banyak terbelah oleh sungai.
Untuk membawa alat ke lokasi, petugas biasanya menggunakan jasa transportasi air pompong sehingga alat bisa sampai ke lokasi.
Asap dan panas menyelimuti petugas, namun semangat mereka tak pernah pudar dalam memadamkan api di lahan yang terbakar.
Di balik pengorbanan mereka, ada kekecewaan yang mendalam terhadap oknum yang tidak bertanggung jawab atas terjadinya karhutla di wilayah tersebut. Isya dan rekan-rekannya tetap setia menjaga alam, meskipun tantangan di hadapan mereka begitu besar. (Sopianto)
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Warga Jambi Sempat Sarapan Roti Okko, Tak Percaya Berbahaya, BPOM Tarik dari Peredaran
Baca juga: Kisah Perjuangan Rianti Oktavia Guru Muda Jambi: dari Desa Tertinggal Menuju Puncak Pendidikan
Baca juga: Prediksi Skor Spanyol U-19 vs Prancis U-19 di Final Euro U19, Cek Berita Tim dan Starting XI
Baca juga: Final AFF U-19, Timnas Indonesia Menantang Thailand, Buffon Pahlawan Kemenangan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.