WAWANCARA EKSKLUSIF
Dari Judi Online hingga Aplikasi MiChat, Anggota DKPP RI, Muhammad Tio Aliansyah, Seri i
ANGGOTA Dewan Kehormatan Pemilu (DKPP) Republik Indonesia (RI), Muhammad Tio Aliansyah, berkunjung Provinsi Jambi, Rabu (17/7).
Penulis: Danang Noprianto | Editor: Duanto AS
ANGGOTA Dewan Kehormatan Pemilu (DKPP) Republik Indonesia (RI), Muhammad Tio Aliansyah, berkunjung Provinsi Jambi, Rabu (17/7). Di tengah agenda kerjanya yang padat, Muhammad Tio Aliansyah menyambangi kantor Tribun Jambi yang ada di daerah Jelutung, Kota Jambi.
Bang Tio, sapaan akrabnya, itu bercerita tentang seluk beluk pemilihan umum di Indonesia. Dia bercerita perihal pengaduan-pengaduan yang selama ini masuk DKPP, soal KPU serta Bawaslu.
Lelaki kelahiran Jakarta, 9 September 1974, telah makan asam garam dunia penyelenggaraan pemilihan umum, karena sejak mahasiswa telah terlibat dalam pengawasan pemilu. Dia juga pernah menjadi Anggota KPU di Lampung.
Berikut wawancara eksklusif Muhammad Tio Aliansyah, Anggota DKPP RI, bersama Pemimpin Redaksi Tribun Jambi, Yoso Muliawan.
Bang Tio sudah menjadi Anggota Panwaslu sejak mahasiswa dan sekarang di DKPP. Bagaimana perjalanannya?
Sebenarnya, kalau di panwaslu kabupaten itu itu kan momentum, ya. Momentum untuk kita Ikut serta memastikan penyelenggaraan pemilu pertama kali pascareformasi. Itu ada kebanggaan tersendiri, status saya sebagai mahasiswa menjadi panwas kabupaten yang bersifat adhoc, saat itu mungkin usia 25.
Kemudian kita nggak berpikir, nih bahwa ke depan ada KPU. Kebetulan kita aktif sebagai mahasiswa, kemudian mendengar ada informasi draft di dalam undang-undang itu ada pembentukan KPU di daerah, kita mendaftar.
Awalnya itu kan ketertarikan kita untuk mengetahui tentang lika-liku penyelenggaraan pemilu. Di 1999 kan saya aktif untuk dalam rangka pengawasannya, maka mencoba sebagai penyelenggaraan pemilu yang sebelumnya di 1999 itu dipegang oleh perwakilan partai politik, namanya Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II kalau di kabupaten. Ini menjadi tertarik ke situ.
Nah, belakangan kok semakin asyik, menikmati pekerjaan itu. Dan menurut saya sih, sampai dengan hari ini ternyata menjadi penyelenggara pemilu itu bisa menjadi profesi, bisa jadi profesi kemudian, bisa berkarier juga. Faktanya, memang hari ini PPK itu banyak yang jadi KPU banyak yang jadi Bawaslu ini. Bahkan yang tadinya PPS naik jadi PPK atau Panwascam, naik ke KPU atau Bawaslu, merintis dari bawah.
Yang paling penting, dari kita, ketika menginginkan memang berprofesi dan menjadikan penyelenggara pemililu itu sebagai jenjang karier, ya, harus teguh. Kemudian menjaga integritas dan rekam jejak kinerja selama menjadi penyelenggara pemilu.
Sekarang jadi anggota DKPP. Rekor tersendiri, Anggota DKPP yang berasal dari KPU provinsi setelah 10 tahun DKPP ini berdiri. Bisa diceritakan?
Sebenarnya itu bukan rekor, menurut saya. Sebenarnya, tadi, pemikiran bahwa DKPP, KPU, Bawaslu menjadi satu kesatuan penyelenggaraan yang disebutkan dalam norma Undang-Undang Pemilu, maka saya menganggap ini juga bentuk jenjang karier juga untuk naik ke tingkat pusat.
Saya melihat DKPP menjadi ketertarikan buat saya, dan saya juga pernah menjadi tim pemeriksa daerah tingkat provinsi di Lampung, sekitar 3 tahun mungkin. Saya beberapa kali melakukan sidang pemeriksaan untuk beberapa perkara, sehingga saya dipercaya DKPP menjadi salah satu majelisnya, ini yang menjadi keterkaitan saya.
Jadi, sekali lagi, itu memang kesempatan untuk berkarir sebagai penyelenggara Pemilu.
Sekarang di DKPP tugasnya memeriksa kinerja yang dulu Anda lakukan. Dulu mengawasi pemilu, kemudian menyelenggarakan pemilu, sekarang mengawasi orang-orang yang sebenarnya dulu di posisi Anda. Tantangannya seperti apa?.
Jadi DKPP core bisnis-nya itu menerima pengaduan, kemudian melakukan pemeriksaan, sampai dengan akhirnya memberikan sanksi bagi penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar etika dan pedoman perilaku penyelenggaraan pemilu.
Jadi yang menjadi pedoman perilaku penyelenggaraan kode etiknya itu kan diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu. Nah, ini berlaku bagi semuanya, berlaku bagi KPU, Bawaslu, badan adhoc termasuk juga jajaran sekretariat.
Jadi banyak memang masih beranggapan itu hanya berlaku untuk anggota atau anggota KPU, termasuk jajaran sekretariat pun bisa dilaporkan sehingga nomenklaturnya kita bukan memantau kinerja, tapi kita memang diberi kewajiban untuk bersifat pasif, kita ini tidak boleh aktif.
Kita aktifnya hanya ketika menerima pengaduan. Ketika ada pengaduan baru kita melakukan verifikasi, penelitian berkas sampai dengan akhirnya terpenuhi syarat materil formilnya baru kita lakukan pemeriksaan.
Sehingga, memang berbeda dengan KPU maupun Bawaslu, KPU sebagai penyelenggara teknisnya, kalau Bawaslu itu sebagai pengawas, kalau Bawaslu ini bisa aktif, ketika mendapat informasi awal bisa melakukan penelusuran , mengonfirmasi, mengklarifikasi.
Kalau kita (DKPP), sepanjang tidak ada pengaduan informasi melalui WA, melalui bisik-bisik ataupun melalui telepo,n itu tidak bisa kita tindak lanjuti.
Ketika itu sudah menjadi pengaduan resmi ke DKPP, baru DKPP boleh melakukan penyelidikan, penyelidikan untuk memastikan bahwa ini penyelenggara pemilu untuk mendapatkan info-info terkait dengan data dan dokumen yang lainnya. Itu yang diatur dalam tugas kewenangan dan kewajiban DKPP.
Faktanya, banyak atau sepi-sepi saja pengaduan yang masuk kalau berdasarkan pemilu kemarin?
Luar biasa, jadi saya merasakan perbedaannya. Karena saya pernah di KPU, di Panwas juga pernah.
Jadi, kalau di KPU ini kan menjalankan tahapan itu sesuai dengan program, jadwal dan tahapan pemilu maupun pilkada, dari perencanaan, pemutakhiran data pemilih, kemudian pencalonan, kampanye, kemudian penetapan sampai dengan hasilnya sengketa di Mahkamah Konstitusi.
Nah, kalau di DKPP ini, sebelum tahapan banyak laporan, pada tahapan banyak laporan, dan kita menerima laporan itu tidak hanya terkait dengan tahapan penyelenggara pemilu ataupun pilkada, juga menyangkut perilaku penyelenggara pemilu yang tidak ada kaitannya sama dengan tanapan pemilu maupun pilkada.
Contohnya, ada laporan masuk karena penyelenggara pemilu mabuk, karena penyelenggara pemilu judi online, atau sekarang yang menarik beberapa penyelenggara pemilu dilaporkan karena mempergunakan, memanfaatkan aplikasi michat untuk mencari perempuan-perubahan penghibur. Itu ada.
Itu tidak ada kaitan dengan tahapan, tapi dilaporkan oleh masyarakat. Dan memang memenuhi syarat formil dan materil, bahkan ada yang sampai pelecehan seksual atau asusila, itu pun saksinya sangat berat. Ketika terbukti, ya diberhentikan.
Seingat saya, tahun 2023 itu ada 67 laporan terkait dengan hal itu, di luar tahapan. Termasuk penyelenggara pemilu ada yang tidak banyak bayar utang dilaporkan ke DKPP, itu ada juga.
67 itu terkait dengan asusila, lebih banyak lagi di luar itu. Termasuk juga jarang masuk kantor, itu juga terkait dengan disiplin dan kinerja, ya.
Kalau di KPU kan tiga kali berturut turut tidak mengikuti rapat pleno itu bisa diberhentikan, itu ada yang yang melaporkan terkait masalah itu.
Bisa berbagi pengalaman ketika bertemu dengan penyelenggara yang dilaporkan ke DKPP, tapi ternyata kenal, senior atau junior?.
Kita bekerja profesional. Artinya kan kita tidak mengada-ada, laporan masuk dilakukan verifikasi, kemudian lengkap, kita sidang pemeriksaan.
Kalau mau bicara anggota KPU itu kan semua teman semua, dekat semua.
Tapi kita periksa saja sesuai apa yang menjadi pokok aduan. Tinggal mereka menjawab sesuai dengan apa yang didalilkan, jadi kita periksa, kita gali termasuk teman-teman, adik-adik.
Yang paling sering kita lakukan, selain corebisnis itu tadi, kita melakukan sosialisasi, sosialisasi kepada teman-teman penyelenggara di daerah, KPU, Bawaslu di daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten bahkan sampai tingkat PPK kita lakukan sosialisasi itu dalam kesempatan melakukan sidang pemeriksaan di daerah, melakukan pendidikan etik kepada semua jajaran penyelenggara pemilu.
Berarti saat ini DKPP bukan hanya penindakan, tapi juga pencegahan?
Itu yang lebih baik. Menurut saya, DKPP harus hadir di tengah tengah penyelenggara pemilu. Karena secara gestur itu juga akan menjadi alarm warning buat penyelenggara ketika DKPP hadir ke daerah berada di provinsi, berada di kabupaten.
Jadi sosialisasi dalam setiap kesempatan, tapi yang paling utama adalah menjalankan corebisnisnya, pemeriksaan, pengaduan dan memberi sanksi.
Baru baru yang booming ada Ketua KPU RI yang terkena kasus asusila, apakah ini menjadi hal terberat selama bertugas sebagai DKPP.
Kita kan menjalankan itu tidak sendiri, bersama-sama, yang pasti sangat hati-hati dalam memutuskan perkara dan memberikan sanksi, kepada siapa pun, ya, kepada Bawaslu, KPU di tingkat pusat maupun daerah.
Dalam proses pemeriksaan, mungkin banyak yang menghubungi, meminta agar meringankan putusan atau tidak divonis.
Enggak boleh, kalau saya kenal, saya malah marah, enggak boleh. Makanya saya ingatkan kalau mau bertemu saya itu ketika tidak ada perkara, ketika tidak diadukan, silakan datang ke ruangan atau bertemu dimana, atau kalau ada kesempatan misalnya boleh bertemu, saya sering undang teman-teman, tapi sepanjang tidak sebagai teradu.
Apa hal yang paling penting ditekankan kepada penyelenggara pemilu ketika sosialisasi?
Jadikan kalau dalam sistem teknis penyelenggaraan pemilu itu kan ada 11, kita selain ada prinsip penyelenggaraan, ada prinsip kode etik penyelenggara pemilu.
Prinsip penyelenggaraannya kan diatur di undang-undang pemilu, ada 11 item, prinsip kode etik penyelenggara pemilu itu yang kita tekankan, itu ada 13 item, jujur mandiri, adil, akuntabel kepastian hukum, profesional, efektif, efisien, proporsional sampai dengan aksesbilitas dan kepentingan.
Dari 13 itu ada 2 unsur besar kita bagi, menyangkut integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu, pendekatanya di situ.
Termasuk juga memberikan ruang untuk mudah bagi teman-teman aksesibilitas, untuk disabilitas, memfasilitasi TPS atau kantor, harus ada itu, makanya kita atur itu menjadi prinsip-prinsip penegakan kode etik penyelenggara pemilu.
Pilkada November 2024, Anda lihatnya seperti apa potensi pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.?
Kalau kita berpotret dari Pilkada 2020, pilkada di tengah pandemi covid dengan daerah yang tidak sebanyak sekarang, kalau dulu saya agak lupa ya apakah 117 daerah atau 271.
Tapi itu tidak sebanyak sekarang, kalau sekarang kan serentak yang betul-betul serentak, ada 415 kabupaten, ada 93 Wali Kota dan 37 Provinsi.
Itu laporan 2020 yang hanya tidak separuh dari saat ini, itu 240 laporan, itu pilkada ditengah pandemi.
Pelanggaran yang banyak terjadi itu terkait di masa kampanye ada 167, kemudian penghitungan pemungutan suara, kemudian lain-lainnya ada banyak sekali laporan yang poin-poin yang dilaporkan itu.
Itu menjadi catatan tersendiri, artinya potensi laporan ke DKPP akan lebih banyak dibanding 2020, karena ini serentak semua kabupaten, semua kota dan dan 37 provinsi.
Ditambah lagi, KPU di daerah di pilkada ini memiliki kewenangan yang cukup besar, dibandingkan ketika dia menjalankan pelaksanaan pemilu kemarin.
Kalau pemilu kemarin tuh semuanya kan di KPU RI, dapat hasil semua itu kan secara berjenjang, tapi akhir pusatnya itu di KPU RI.
Ini dari sisi anggaran pertanggungjawabannya karena NPHD dengan daerah, kemudian dia mulai menetapkan data pemilih, walaupun kemarin penetapan data pemilih juga dilakukan tapi kan secara nasional di KPU RI juga. Tapi sekarang penetapannya kan sendiri-sendiri, kabupaten, provinsi ataupun kota menetapkan sendiri.
Sampai dengan penetapan pasangan calon, kemudian pengunduan nomor urut, kemudian menentukan pasangan calon terpilih, itukan kewenangannya cukup besar.
Nah biasanya lembaga yang memiliki kewenangan semakin besar, semakin besar juga potensi untuk dilaporkan ke DKPP, apalagi ini kan hiruk pikuknya Pilkada ini lebih kerasa dari pemilu kemarin, karena ini sifatnya kan politik lokal yang dilakukan pemilihan kepala daerah ini.
Kedekatan calon kepala daerah itu lebih dekat dengan masyarakat dan biasanya terjadi militansinya itu lebih kental daripada pemilu kemarin, jadi konfliknya itu lebih besar, perhatian itu lebih mengarah ke KPU juga Bawaslu.
Saya dulu menghitungnya pengalaman dari 2020 yang hanya tidak separuh daerah ini semua daerah pasti lebih banyak, bisa jadi dua kali lipat bahkan lebih. (danang noprianto)
Juliana Wanita SAD Jambi Pertama yang Kuliah, Menyalakan Harapan dari Dalam Rimba |
![]() |
---|
SAKSI KATA: Pengakuan Rosdewi Ojol Jambi yang Akunnya Di-suspend karena Ribut vs Pelanggan |
![]() |
---|
SAKSI KATA: Pengakuan Ayah Ragil Soal 2 Polisi yang Bunuh Anaknya di Polsek Kumpeh Muaro Jambi |
![]() |
---|
Misteri Kematian Pemuda di Sel Polsek Kumpeh Ilir Jambi, Ayah Korban: Saya Masih Bertanya |
![]() |
---|
Partisun, Jangan Cuma Asal Bapak Senang, Gubernur Al Haris Kelola Potensi Alam Jambi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.