Berita Jambi
Memahami Duka Orang Rimba: Mengulas Aksi Meratop di Jalan Kawasan Citra Raya City Jambi
Kemarin, Sabtu (1/6/2024), sekelompok Orang Rimba berjejer di tengah jalan kawasan Citra Raya City.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Rohmayana
TRIBUNJAMBI.COM - Kemarin, Sabtu (1/6/2024), sekelompok Orang Rimba berjejer di tengah jalan kawasan Citra Raya City.
Kemacetan terjadi sekitar 300 meter, sekitar pukul 16.30-18.30 WIB. Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan dewasa, serta anak-anak.
Sejak beberapa hari lalu, Suku Anak Dalam (SAD) dari kelompok Temenggung Jelitai sekitar 30 Kepala Keluarga (KK) membuat sesudungan.
Sesudungan merupakan pondok-pondok beratap terpal yang menjadi tempat mereka berteduh, di dekat kawasan perumahan Citra Raya City (CRC), tepatnya di Desa Pematang Gajah, Kecamatan Jambi Luar Kota, Muaro Jambi.
Kapolsek Jaluko, Iptu Ojak Sitanggang bilang, mereka berdiam di sana sejak Jumat (31/5/2024) siang.
Hal sama juga diungkap GM Citra Raya City, Andi Kurniawan, saat dijumpai di sekitar lokasi pada Sabtu (1/6/2024) malam.
Tribunjambi.com mengonfirmasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai apa yang terjadi.
Robert Aritonang selaku antropolog KKI Warsi bilang, kelompok ini membuat sudung tidak jauh dari Kota Jambi ini, karena ada Tungganai Natar (dalam KTP tertulis Mustar) sedang sakit dan dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi.
Tungganai sendiri merupakan gelar yang disematkan pada orang yang diposisikan sebagai penasihat temenggung atau pemimpin kelompok Orang Rimba.
"Secara sosial di Orang Rimba, posisi Tungganai paling atas dan terhormat serta paling disegani," demikian penjelasan Aritonang melalui keterangan tertulis kepada Tribunjambi.com, Ahad (2/6/2024) siang.
Lokasi tinggal mereka sejatinya berjarak puluhan kilometer, di Padang Kelapo, bagian utara Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Mereka membuat sendung, sembari menanti kabar kondisi terkini Tungganai Natar.
Tersiar Kabar Tungganai Meninggal Dunia
Sabtu itu, tersiar penasihat Tumenggung atau Tungganai yang dirawat di ICU karena gagal ginjal, dalam keadaan koma. Dalam bahasa Orang Rimba, koma itu sudah diibaratkan meninggal.
Kabar ini pun langsung disambut anggota kelompoknya dengan meratop - menangis meraung-raung.
"Aksi ini diikuti dengan cara seolah ingin ikut mati, itulah yang dilakukan, meratop di jalanan Citra Raya City," jelas Aritonang.
Meraung-raung menunjukkan kesedihan mendalam. Apa yang dilakukan para SAD ini merupakan bagian tradisi yang sudah berlangsung sejak lama.
Aritonang menjelaskan, jika di rimba, aksi ingin ikut mati ini mereka lakukan dengan mengarahkan parang ke dada walaupun tidak pernah sampai ada yang benar-benar melakukannya.
Aksi ini pula yang beredar di video-video yang tersebar di grup aplikasi perpesanan maupun media sosial, Sabtu kemarin. Dalam bahasa mereka, bebunuh diri.
Apa yang mereka lakukan dianggap tak lazim bagi masyarakat di sekitar lokasi. Direkam, kemudian viral. Hal itu mengingat apa yang Orang Rimba ini lakukan dapat membahayakan mereka serta pengendara lain.
Mereka Butuh Pembujuk
Robert Aritonang lebih lanjut menjelaskan, ketika situasi sepeti itu terjadi, reaksi yang dibutuhkan Orang Rimba adalah pembujuk.
Menunjukkan simpati dengan keadaan mereka menjadi sangat penting. Kondisi mereka adalah remayo atau kekurangan bahan pangan, sehingga memberi bahan pangan pada mereka sangat berarti.
Dalam wawancara pada Sabtu malam, Kapolsek Jambi Luar Kota menyebut, upaya persuasi mereka lakukan untuk membujuk kelompok Temenggung Jelitai ini meninggalkan lokasi.
Kepolisian, TNI, kecamatan, hingga aparat dan masyarakat setempat akhirnya berkomunikasi dengan wakil Temenggung Jelitai, Mustofa.
"Jadi kami komunikasikan. Prosesnya perlahan, karena tidak bisa langsung kita suruh pindah," jelasnya.
Mustofa adalah wakil Temenggung Jelitai yang berbicara dengan aparat setempat. Dari penjelasannya, mereka adalah kelompok SAD yang berasal dari Sungai Rengas, Batanghari.
"Kita harus cari perwakilannya dulu. Kita sampaikan, ini kan juga demi keselamatan mereka juga. Kita kasih pengertian," jelas Iptu Ojak.
Melalui komunikasi dengan perwakilan temenggung, mereka akhirnya bersedia bubar dan meninggalkan lokasi

Melangun dan Kesedihan Mendalam Orang Rimba
Umumnya, Orang Rimba hidup nomaden. Satu di antara tradisi Orang Rimba hidup yang cukup unik yaitu melangun.
Melangun sendiri merupakan tradisi berpindah tempat hidup karena ada kematian atau keadaan memaksa lainnya.
Melangun, menjadi cara Orang Rimba untuk menghilangkan kesedihan akibat ditinggal orang yang disayangi dan hormati. Semakin tinggi interaksi dengan orang yang meninggal, maka untuk melakukan melangun juga akan semakin kental dengan aksi-aksi unik.
"Orang lain lihat seperti teatrikal, seperti meraung-raung, berguling, dan bahkan sejenis aksi seolah-olah mau ikut mati," demikian Aritonang menjelaskan.
Semakin dekat hubungan dengan yang meninggal, waktu dan jarak melangun juga akan semakin lama dan jauh. Selama proses melangun ini, pantang untuk menyebut-nyebut nama orang yang meninggal. Bahkan jika melihat kerabat dekat orang yang meninggal, maka tangisan pun akan kembali pecah.
Hari ini, Minggu, Tungganai yang sempat dirawat sejak kemarin, akhirnya berpulang setelah berjuang keras melawan sakitnya.
Aritonang menyampaikan, keluarga dekat didampingi Prabu Tamba dari KKI Warsi telah mengurus administrasi kepulangan jenazah dan mengantarkan Tungganai Natar ke peristirahatan terakhir, di Tanah Pasaron, di wilayah utara TNBD.
Keluarga dekat Tungganai ini juga akan melangun, mengikuti anggota kelompok lainnya yang sudah lebih dulu meninggalkan sesudungan sejak Sabtu malam.
Bersedia Pindah ke Bungku
Orang Rimba mendirikan sesundungan di sana sejak Jumat (31/5/2024) siang. GM Citra Raya City, Andi Kurniawan menyebut, mereka telah bersedia meninggalkan sesudungan.
Sejak Sabtu malam, mereka meninggalkan kawasan itu dengan mobil dan sepeda motor.
"Mereka bersedia pindah ke lokasi yang lebih baik," ujarnya.
Lebih lanjut, informasi yang disampaikan Kapolsek Jambi Luar Kota, mereka akan menempati wilayah di sekitar Bungku, Kabupaten Batanghari.
Pantauan tribunjambi.com di lokasi, pondok-pondok yang terbuat dari terpal dan kayu-kayu penyanggah itu pun telah mereka bongkar sejak Sabtu malam, sebelum berangkat meninggalkan kawasan CRC sekitar pukul 19.30 WIB.
Kehidupan Orang Rimba Semakin Terbuka
“Aksi-aksi budaya Orang Rimba akan semakin mudah terlihat dan bisa bermakna aneh bahkan mengganggu bagi masyarakat lain, karena kehidupan mereka yang makin terbuka," demikian kata Robert, menjelaskan.
Padahal, sejak dahulu aksi ini sudah mereka lakukan. Hanya saja, apa yang Orang Rimba lakukan masih tertutup dalam hutan.
"Tatkala hutan makin tipis dan interaksi dengan orang lain makin dekat, maka tampaklah budaya yang sudah turun-temurun mereka jalankan,” kata Robert Aritonang, antropolog Warsi.
Orang Rimba merupakan kelompok masyarakat adat marginal yang hingga kini kokoh dengan adat dan budaya mereka. Adat budaya yang berbasiskan alam rimba, tempat hidup mereka. Adat dan budaya itu sangat berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Untuk itu, menurut Robert Aritonang, mengakomodir Orang Rimba dalam kehidupan normal adalah bagian dari upaya untuk penghargaan terhadap budaya mereka.
“Ikut bersimpati dan ikut berduka cita, itu yang mereka butuhkan,” kata Robert.
Selain itu, yang penting dilakukan adalah tetap menyediakan ruang perlindungan hutan untuk kelompok ini. Mereka hidup membutuhkan hutan untuk segala atraksi budaya dan sosial mereka.
“Juga dibutuhkan pemakluman dan pemahaman dari kita semua bahwa yang terjadi adalah perwujudan budaya mereka, dan dihadapi dengan tradisi mereka juga.
"Beri mereka pembujuk, dengan sendirinya aksi itu akan selesai dan mereka akan melangun, berpindah tempat melanjutkan pengungkapan rasa duka mereka,” kata Robert. (Tribunjambi.com/Mareza Sutan AJ)
Dapatkan Berita Terupdate Tribunjambi.com di Google News
Jambi Kirim 25 Atlet ke Kejurnas Atletik 2025 di Surakarta |
![]() |
---|
Wisuda Bukan Akhir, Sekda Jambi Dorong Lulusan UNJA Siap Hadapi Tantangan |
![]() |
---|
Truk Solar Antri di SPBU Jambi, Pertamina Klaim Ketersediaan Biosolar Aman |
![]() |
---|
Berkat Gubernur Al Haris, Jambi Raih Pengampuan KJSU dari Kemenkes RI |
![]() |
---|
Sopir Truk Menginap di SPBU demi Dapat Solar di Jambi: Pak Haris, Tolong Bantu Kami |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.