Update Banjir Lahar Dingin Gunung Marapi Sumbar, Kafe Lembah Anai Tak Tersisa

Karmila (40) harus kehilangan ibu dan keponakannya karena menjadi korban saat banjir lahar dingin terjadi di Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sa

Editor: Suci Rahayu PK
TribunPadang.com/Fajar Alfaridho Herman
Kondisi Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam pasca bnajir lahar dingin, Minggu (12/5/2024) 

Banjir lahar dingin Gunung Marapi

TRIBUNJMABI.COM - Karmila (40) harus kehilangan ibu dan keponakannya karena menjadi korban saat banjir lahar dingin terjadi di Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sabtu (10/5/2024) malam lalu.

Karmila menceritakan saat banjir lahar dingin Gunung Marapi itu terjadi, ia sedang berada dirumahnya yang berada beberapa meter dari rumah ibunya.

Sementara itu, rumah ibunya terletak di dekat aliran sungai yang menjadi lokasi banjir lahar dingin.

"Saat banjir terjadi, ibu saya sedang berada dirumahnya yang berada di depan mushalla bersama adik saya. Sementara itu anak dan keponakan saya sedang rapat bersama pengurus di dalam mushalla," katanya, Minggu (12/5/2024).

Kemudian, kata Karmila, sekira pukul 20.00 WIB, aliran air semakin membesar hingga meluap ke jalan.

"Saat mulai besar itu, anak dan keponakan saya langsung pulang, tapi ke rumah ibu saya. Tak lama setelah itu air semakin membesar dan membawa material yang cukup banyak berupa kayu dan batu yang ukurannya melebihi orang dewasa menghantam rumah ibu saya," katanya.

Baca juga: Kabar Duka dari Sumatra Barat, 37 Orang di Agam-Tanah Datar Meninggal Akibat Lahar Dingin Marapi

Baca juga: Tiga Bendera Kuning di Desa Palasari Ciater, Tiga Pelajar SMK Bersahabat Sehidup Semati

"Karena takut, anak saya menelfon sambil menangis dan mengatakan bagaimana situasi rumah ibu saya yang berdentum terus menerus karena dihantam air dan material kayu dan batu," lanjutnya.

Karena banjir yang besar dan deras, Karmila ataupun keluarga lainnya tidak bisa keluar rumah untuk menjemput anaknya.

Setelah beberapa lama, banjir mulai surut, Karmila pun mencoba mencari informasi terkait keadaan keluarganya. Namun nahas, ternyata rumah dan keluarganya tersapu oleh banjir.

"Adik sama anak saya berhasil dibantu diselamatkan oleh warga, tapi ibu dan keponakan saya tidak berhasil terselamatkan dan terbawa banjir," ujarnya.

"Sekira pukul 01.00 WIB jasad ibu saya ditemukan oleh tim gabungan, sementara itu keponakan saya ditemukan sekira pukul 08.00 WIB paginya," sambungnya.

Sementara itu, adik dan anaknya tengah menjalani perawatan di puskesmas karena mengalami luka-luka.

"Anak saya sangat trauma, tadi dari rumah sakit sudah dibawa pulang. Tapi di posko ia selalu mengigau saat istirahat dengan memanggil nama keponakan saya, jadi ia dibawa lagi ke puskesmas untuk perawatan," ujarnya.

"Jenazah ibu dan keponakan saya juga sudah langsung disemayamkan pagi tadi," sambungnya.

Ia berharap agar bencana banjir tidak kembali terjadi. Ia juga berharap agar pemerintah segera cepat tanggap terkait antisipasi dan tindak lanjut penanganan dan pencegahan banjir.

Data yang dihimpun Tribun hingga Minggu (12/5) pukul 19.00 WIB dari Kantor SAR Kelas A Padang, korban meninggal dunia akibat bencana galodo atau banjir bandang berjumlah 37 orang.

Dari jumlah tersebut, 19 orang di antaranya dari Kabupaten Agam, 9 orang dari Kabupaten Tanah Datar, 1 orang dari Padang Panjang, dan 8 orang dari Padang Pariaman.

Sementara itu, belasan orang masih dicari tim gabungan, yakni 3 orang dari Agam, 14 orang dari Tanah Datar, 1 orang dari Padang Panjang.

Selain itu, untuk di Padang Pariaman masih dalam pendataan Kantor SAR Kelas A Padang.

Baca juga: Jadwal Acara SCTV Hari ini Senin 13 Mei 2024: Doyan Makan, Sinetron Saleha, dan Tertawan Hati

Tiga Daerah

Wakapolda Sumbar, Brigjen ol Gupuh, mengatakan hujan deras mengakibatkan bencana tanah longsor dan banjir bandang.

"Bencana itu terjadi di Kabupaten Tanah Datar, Agam dan Kota Padang Panjang," ujarnya.

Akibat bencana itu, terdapat 50 bangunan rusak parah, serta fasilitas umum seperti sekolah, musala dan pelayanan publik lainnya.

Terpantau dari lokasi Jalan Nasional Silaiang Kecamatan X Koto, Tanah Datar, kondisi jalan di kilometer 64/200 putus total. Terlihat sejumlah bangunan di Taman Wisata Alam di sekitar lokasi rusak parah, banyak material banjir berserakan di sekitar TWA.

Jalan Nasional Putus

Kondisi jalan Nasional Padang-Bukittinggi di Batang Anai, Silaiang, Tanah Datar putus total, pengendara bisa memilih jalur alternatif via Singkarak atau Kelok 44.

Kedua jalur tersebut menurut Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono relatif aman untuk dilalui sampai saat ini.

Jalan alternatif via Singkarak, bisa dilalui dari Sitinjau Lauik, Solok, Singkarak dan Padang Panjang. Sedangkan jalan alternatif via kelok 44 bisa dilalui dari BIM, Ulakan, Pariaman, Tiku, Lubuk Basung, Maninjau, Kelok 44 dan Padang Luar.

"Kondisinya memang jalan alternatif via Malalak sudah bisa dilalui, tapi Malalak lokasinya rawan longsor," ujar Kapolda.

Menurutnya, dengan kondisi cuaca saat ini, kemungkinan longsor di jalur Malalak masih bisa terjadi.

Kendati demikian, pihaknya mengimbau agar masyarakat yang tidak memiliki keperluan mendesak dari Padang ke Bukittinggi atau sebaliknya, bisa menunda perjalanan terlebih dahulu.

Kafe Lembah Anai tak Tersisa

Cafe Xakapa yang pernah hits dengan pemandangan Air Terjun Lembah Anai dan aliran sungai, habis tak tersisa akibat banjir lahar dingin.

kafe di daerah Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar itu turut terbawa arus banjir lahar dingin.

Terlihat di lokasi, kafe dua lantai di sisi sungai jalan lintas Padang-Bukittinggi tersebut tidak menyisakan puing bangunan satu pun.

Hanya terlihat badan jalan yang dahulunya menjadi tempat parkir kendaraan di cafe tersebut.

Warga setempat bernama Eka (50) mengatakan cafe tersebut terbawa oleh banjir bandang.

"Banjirnya sangat cepat dan tiba-tiba, jadi tidak ada yang melihat pasti bagaimana bangunan kafe itu hilang," ujarnya.

Kendati bangunan Cafe Xakapa hilang, beberapa meter dari sana ada bangunan masjid yang masih kokoh, namun tidak terusik oleh banjir bandang.

Saat di lokasi kejadian beberapa warga terdengar bergurau, bahwa Cafe Xakapa sudah berlayar sesuai namanya.

Perlu Sabo Dam

Ade Edward, ahli geologi dari Sumatera Barat, mengatakan pemerintah harus serius menanggulangi risiko bencana di daerah aliran sungai (DAS) Gunung Marapi.

Banjir lahar dingin yang masuk ke permukiman menjadi tamparan bagi pemerintah untuk tidak tinggal diam dan segera menanggulangi dampak, mulai dari dampak korban jiwa hingga kerusakan infrastruktur.

"Pasca lahar dingin sebelumnya di Bukik Batabuah itu sebenarnya warga di sekitar DAS harus dipindahkan, tapi ini tidak dipindah, alur sungai dibiarkan saja, yang dibersihkan yang di jalan saja, alur sungai tak dirawat," kata Ade Edward.

Curah hujan dan erupsi Marapi tidak bisa dibendung.

Namun pemerintah bisa memitigasi potensi bencana, yakni merelokasi masyarakat di DAS yang berhulu di Marapi.

Selain itu, pengendalian aliran sungai amat perlu dilakukan pemerintah. "Dari peta yang kita lihat, setidaknya ada 24 jalur sungai dari puncak Gunung Marapi.

Itu ancaman bahaya bagi daerah hilir, sehingga secara kultural atau budaya masyarakat harus diberi pemahaman, dilatih, agar tahu mana daerah-daerah yang bahaya.

Masyarakat harus dipindahkan atau direlokasi yang tinggal di DAS," kata Ade.

Selain merelokasi warga, hal paling penting menurut Ade yang harus dilakukan pemerintah ialah mengendalikan sungai. Pembangunan Sabo Dam dan embung dianggap solusi jangka panjang yang tak bisa dikesampingkan.

"Sabo Dam dan embung itulah yang akan mengendalikan air sungai sehingga tidak melebar kemana-mana. Sebagai pengendali sungai, agar sungai tidak meluber ke pemukiman. Sehingga walaupun lahar dingin turun, tapi tetap di jalurnya," ulas Ade.

Membangun sabo dam memang membutuhkan waktu dan biaya yang besar, namun itu harus dikerjakan. Sembari itu masyarakat juga harus direlokasi, dan pemukiman harus ditata kembali.

"Memang tidak semua masyarakat mampu untuk pindah, di sana lah peran pemerintah. Pindahkan, relokasi, jangan dibiarkan tinggal di kawasan rawan bencana, itu tak bisa ditunggu," imbuh Ade.

Bencana banjir lahar dingin yang terjadi di Agam dan Tanah Datar itu terjadi karena aliran sungai yang tidak dikendalikan, menyebabkan material dari Marapi terbawa aliran sungai, dan masuk ke pemukiman warga.

"Solusi jangka panjangnya, secara kultural pemerintah harus terus melakukan pendidikan, sosialisasi, pelatihan dan penyadaran ke masyarakat. Lalu, secara struktural, infrastrukturnya harus dibangun Sabo Dam di 24 aliran sungai dari puncak Gunung Marapi. Memang besar biayanya, tapi harus dilakukan," kata Ade.

Sebelumnya, ia telah mewanti-wanti bahwa aktivitas Gunung Marapi Sumbar tidak bisa diprediksi.

Ia memperkirakan aktivitas Marapi Sumbar akan seperti Gunung Merapi di Yogyakarta.

"Perlu pemerintah yang kuat dalam menghadapi bencana. Jadi jangan diabaikan ini. Harus serius mulai dari pemerintah kabupaten/ provinsi dan pusat," ulasnya.

Ia kemudian menyesalkan momen hari kesiapsiagaan bencana pada bulan lalu yang dipusatkan di Kota Padang, saat itu sebagian kecil warga di Kota Padang dilatih siap menghadapi potensi gempa dan tsunami.

Padahal, menurut Ade mestinya momen hari kesiapsiagaan bencana nasional itu digelar di sekitar Gunung Marapi.

"Itu keliru (hari kesiapsiagaan bencana nasional di Padang). Jadi, kebijakan nasional sendiri tidak mengarah ke situ, harusnya di Agam atau Tanah Datar, sebagai upaya kesiapsiagaan terhadap potensi bencana di Gunung Marapi.

Kenapa kesiapsiagaan itu bukan untuk Marapi, ini yang kita sesalkan, ini pembelajaran juga untuk BNPB agar fokus ke mitigasi Marapi, pungkasnya.

 


Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Warga Desa Tanjung Mudo Minta Pemkab Merangin Jambi Segera Perbaiki Jalan Rusak Akibat Longsor

Baca juga: Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen dan Penggelapan Kapal PT SBS Masih Diusut Polda Jambi

Baca juga: Jadwal Acara SCTV Hari ini Senin 13 Mei 2024: Doyan Makan, Sinetron Saleha, dan Tertawan Hati

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved