Human Interest Story

Sari Pati 'Belacu Ditukar Lada', Jon Afrizal dan Pengalaman Jurnalistik 20 Tahun di Hutan

Saat ini, Peter telah berusia sekira 90-an tahun. "Menurut cucunya, ia (Peter) harus ditandu untuk pergi ke mana pun, di dalam hutan," ujarnya.

Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
TRIBUN JAMBI/RIFANI HALIM
Jon Afrizal (tengah) saat bedah buku "Belacu Ditukar Lada" di Sekretariat Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Jambi, di Kelurahan Bagan Pete, Sabtu (23/3). 

KISAH yang dituliskan dalam buku itu, merupakan sari pati perjalanan selama 20 tahun mengunjungi hutan dan dusun di Provinsi Jambi beberapa provinsi tetangga.

Jon Afrizal merasakan bahwa kondisi lingkungan saat ini telah jauh berbeda, mengalami degradasi.

Sebuah buku tertajuk "Belacu Ditukar Lada" berada di tangan Jon Afrizal, satu di antara jurnalis senior di Jambi.

Isi buku itu menjadi bahan kalangan jurnalis dan aktivis lingkungan saat diskusi dan bedah buku di Sekretariat Aliansi Jurnalis Indonesia atau AJI Kota Jambi, di Kelurahan Bagan Pete, Sabtu (23/3).

Beragam kalangan hadir lesehan di sana, dari jurnalis berbagai media, aktivis Walhi Jambi, KKI Warsi, Yayasan Setara Jambi, KPA Jambi, perwakilan UIN Jambi, serta Universitas Nurdin Hamzah, dan lain-lain.

Mereka berdiskusi terkait motivasi, proses penulisan buku hingga penerbitannya.

"Saya mengunjungi banyak hutan dan dusun yang tersebar di Provinsi Jambi, dan juga provinsi tetangga. Dari setiap perjalanan, saya mendapatkan banyak cerita terkait sejarah tentang Jambi dari orang-orang yang dituakan. Seperti merangki puzzle, saya hubungkan antara satu cerita dan lainnya. Sehingga, butuh riset untuk menulis buku ini," kata Jon Afrizal.

Di buku "Belacu Ditukar Lada", Jon mengurai beberapa pengalaman menarik yang ditemuinya selama 20 tahun terakhir meliput di hutan-hutan. Disebutkannya beberapa.

Semisal saat mendapat tawaran air minum dari tukang dompeng (tambang tradisional).

Saat itu Jon diajak ke rumahnya, lalu disuguhi air kopi, namun tidak diminumnya.

"Air itu dibeli dari luar, Bang. Bukan air di sungai belakang rumah yang keruh itu," kata Jon menirukan pedompeng.

"Nah, teraso kan susah hidup gara-gara dompeng. Air nian harus dibeli," kata Jon.

Di buku "Belacu Ditukar Lada", Jon juga menulis soal pertemuan dengan Mat Liar.

Lelaki bernama Peter Van Khan itu merupakan warga negara Belanda yang lari masuk hutan di perbatasan Jambi - Sumatra Selatan.

"Dua kali aku cari dia. Pertama, dengan NGO Burung Indonesia dan KKI Warsi. Tapi nggak ketemu. Empat tahun kemudian, saat liputan gajah, aku malah terbawa ke anak-anak keturunan Mat Liar. Perawakannya masih mirip bule, tinggi dan kulit putih pucat," ujarnya, seraya mengatakan bahwa Peter sudah hidup di hutan selama hampir 40 tahun.

"Ketika aku bertanya, boleh ketemu Peter atau Mat Liar, cucu laki-lakinya menjawab, pantang (tidak boleh)!" kata Jon.

Saat ini, Peter telah berusia sekira 90-an tahun.

"Menurut cucunya, ia (Peter) harus ditandu untuk pergi ke mana pun, di dalam hutan," ujarnya.

Soal sejarah Jambi, lain lagi.

Jon berkata, blackpaper alias lada hitam yang populer digunakan untuk masakan western (barat, ternyata adalah tumbuhan yang pernah ada dan ditanam di Jambi.

"Kemudian dibawa ke negara asalnya oleh kolonial Belanda," lanjutnya.

Liputan mendalam dan benang merah

Bukan hanya menghasilkan liputan mendalam mengenai lingkungan.

Dalam perjalanan panjang jurnalistiknya, Jon Afrizal mencari benang merah, menganalisis, serta mencocokkannya dengan riset.

Lalu dikemas dalam sebuah buku berjudul "Belacu Ditukar Lada".

Beragam kalangan menyambut kehadiran buku yang "bergizi tinggi" ini.

"Ini sangat menginspirasi kami, tentunya bagi Walhi. Perjalanan kami juga begitu panjang, namun belum terpikir untuk membuat yang seperti ini. Saya suka sekali buku ini. Buku ini ditulis dengan cara yang bebas dan mengalir. Terima kasih telah menginspirasi kami," kata Dwi Nanto dari Walhi Jambi.

Memang, Jon Afrizal tidak sekadar mengutip literatur yang terserak di internet.

Dia mempelajari asal muasal setiap cerita, kemudian mengaitkannya dengan yang data yang telah ada.

Semisal, data di Universiteit Leiden, juga di beberapa cetakan digital koran di masa lalu.

Sebuah tulisan berbahasa Belanda, oleh Jon, diterjemahkan ke Bahasa Inggris terlebih dahulu, sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kemudian, dianalisis sesuai kondisi yang pernah terjadi.

Ketua AJI Kota Jambi, Suwandi, yang membuka acara tersebut menyampaikan apresiasinya.

"Begitu banyak perjalanan kita semua, jurnalis, begitu juga NGO yang ada di Jambi ini. Dengan diskusi ini, mari kita ambil intisari untuk memotivasi kita menciptakan karya-karya terbaik," kata Suwandi.

Saat ini, buku "Belacu Ditukar Lada" belum dipasarkan bebas di toko buku fisik dengan tujuan untuk mengurangi penggunaan kertas, dan menghargai pohon-pohon yang tumbuh bebas di alam dan hutan.

Bagi yang berminat membeli e-Book yang dipasarkan melalui google play book store, dengan nama penulis Jon Afrizal dan judul buku "Belacu Ditukar Lada". (rifani halim)

 

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved