Pilpres 2024

PDIP Idealnya Jadi Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Litbang Kompas: Perlu Kontrol Parlemen

PDI Perjuangan (PDIP) disebut idealnya menjadi oposisi dan tidak berada di dalam pemerintahan jika Prabowo-Gibran menjadi presiden.

Editor: Darwin Sijabat
Ist
Megawati Soekarnoputri dan PDI Perjuangan - PDI Perjuangan (PDIP) disebut idealnya menjadi oposisi dan tidak berada di dalam pemerintahan jika Prabowo-Gibran menjadi presiden. 

“Tentunya kita masih menunggu hasil rekapitulasi dan pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum,” ujarnya.

Hitung cepat Litbang Kompas tersebut menggunakan 2 ribu TPS sampel dengan margin error di angka satu persen, dan dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas.

Baca juga: Cerita Prabowo Subianto Saat Tinggal Kelas di AKABRI Hingga Bicara Kedekan dengan SBY

Hasil dari hitung cepat tersebut bukan merupakan hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hasto: PDIP Oposisi

PDI Perjuangan (PDIP) siap kembali mengambil langkah oposisi dengan pemerintah jika kalah di Pilpres 2024.

Wacana itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Hasto Kristiyanto.

Dia menyebut, partainya siap kembali menjadi oposisi bagi pemerintah yang akan berkuasa nanti.

Hasto Kristiyanto mengatakan, berkaca pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, kekuasaan yang terpusat memunculkan kemampuan untuk melakukan manipulasi.

Menurutnya, berada di luar pemerintahan adalah suatu tugas patriotik.

Menjadi oposisi pernah dijalani PDI Perjuangan pasca Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.

“Ketika PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan tahun 2004 dan 2009, kami banyak diapresiasi karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi."


"Bahkan, tugas di luar pemerintahan, suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri,” kata Hasto kepada wartawan, Kamis (15/2/2024).

Dia menyebut, pada Pemilu 2009 terjadi manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), sehingga wakil rakyat di DPR membentuk hak angket.

Ketika itu, kata Hasto, muncul suatu kesadaran perlindungan hak konstitusional warga negara untuk memilih meskipun hal itu terjadi lagi saat Pemilu 2024.

Sebab, diduga banyak pemilih di luar negeri tidak bisa melaksanakan hak pilihnya karena faktor teknis administratif, sehingga perlawanan ini menyangkut hal yang fundamental.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved