Perjalanan Syarif Fasha, Mulai Tak Ada Biaya Sekolah Hingga Jadi Wali Kota Jambi Dua Periode

Syarif Fasha telah mencatatkan kesuksesan dengan menjadi Wali Kota Jambi dua periode dan berhasil membangun Kota Tanah Pilih Pseko Betuah lebih maju.

Penulis: Danang Noprianto | Editor: Teguh Suprayitno
Tribunjambi/M Yon Rinaldi
Mantan Wali Kota Jambi, Syarif Fasha. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Syarif Fasha telah mencatatkan kesuksesan dengan menjadi Wali Kota Jambi dua periode dan berhasil membangun Kota Tanah Pilih Pseko Betuah menjadi lebih maju.

Berhasil menjadi tokoh penting di Kota Jambi, ternyata kisah kesuksesan Syarif Fasha tak didapatkan dengan mudah, rintangan dan jatuh bangun ia lalui sejak kecil.

Pria kelahiran Plaju, Palembang 12 Mei 1968 ini bahkan tak sempat mencicipi sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) karena keterbatasan biaya yang dimiliki oleh orang tua.

"Saya Sekolah dimulai dari SD, Saya tidak sempat Sekolah TK, karena saat itu memang orang tua saya tidak mampu untuk menyekolahkan di TK," ujarnya dalam politictainment di Tribun Jambi beberapa waktu lalu.

Sehingga Syarif Fasha kecil baru bisa belajar membaca dan menulis saat berada di SD, padahal teman-temannya sudah mulai sejak di TK.

"Saya di SD kelas 1 termasuk yang terbelakang, karena telat untuk belajar menulis dan membaca," ucapnya.

Merasa tertinggal dengan teman-teman kelasnya, Fasha kecil giat belajar untuk mengejar ketertinggalan, sehingga di kelas 2 ia dapat mengejar prestasi dan berlanjut hingga kelas 6.

"Di kelas 2, Kelas 3 saya prestasinya meningkat, jadi juara terus, sampai kelas 6 saya berprestasi dan selalu tidak lepas dari tiga besar di sekolah saya," ungkapnya.

Tamat SD, Fasha melanjutkan sekolah di SMP Negeri 16 Palembang, yang merupakan salah satu SMP terbaik di Kota Palembang. Dan melanjutkan sekolah di SMA swasta, namun ia sempat berpindah-pindah sekolah.

Masa Sekolah Fasha juga ternyata sama dengan yang lain, melakukan kenakalan-kenalakan remaja.

Ketua DPW NasDem Provinsi Jambi ini menceritakan bahwa ia sempat dikeluarkan dari sekolah karena mengunci guru di dalam toilet.

"Ada guru masuk toilet, toiletnya saya kunci dari luar, jadi pingsan gitu di dalam wc, Karena dia benci dengan saya kan, Jadi pas dia masuk wc saya kunci dari luar," ungkapnya.

Meski begitu, Syarif Fasha kecil dididik dengan baik oleh orang tuanya, namun ia mengakui didikan agama dari sang Ibu lah yang paling teringat hingga saat ini.

Karena kata dia Ayahnya tidak terlalu sering di rumah, karena bekerja sebagai satpam di Pertamina dan lebih banyak mengejar Lembur karena harus menghidupi 8 anaknya.

"Ibu saya ibu rumah tangga, yang berprofesi sebagai panggung, panggung itu Juru masak dipanggil-panggil kalau ada kondangan, Ibu saya juga ketua pengajian Jadi kami lebih banyak dididik oleh ibu saya terkait dengan agama," jelasnya.

Sementara yang mendidik mentalnya sedari kecil adalah Kakak dan saudara-saudaranya.

"Mental kami dan lain sebagainya adalah kakak saya, Kakak dan saudara yang tertua juga itu yang membentuk mental kami untuk kami bisa Survive," ujarnya.

Karena lingkungan tempat saya lahirĀ  Syarif Fasha kecil cukup keras, ia dibesarkan di daerah texas, Daerah yang terkenal di Palembang yang banyak menghasilka dunia hitam.

Jadi ia hidup berdampingan dengan dunia hitam saat itu, dan yang bisa sukses yang bisa sekolah, kuliah itu hanya beberapa keluarga dari tempatnya.

Kemudian setelah tamat SMA ia melanjutkan kuliah di Universitas Sriwijaya di D3 Politeknik Jurusan Teknik Sipil.

Lulus Kuliah tahun 1990, Syarif Fasha bekerja di konsultan sebagai perencana dan pengawasan proyek-proyek konstruksi, baik Jalan, Jembatan bangunan dan gedung.

Dan tahun 1991 ia ditugaskan ke Jambi di Kabupaten Kerinci selama 4 bulan. kemudian di tahun 1992 awal ia ditugaskan kembali ke Kabupaten Tanjung Jabung, dan ia di sana cukup lama hingga tahun 1998 tinggal di Kuala Tungkal.

Kesan pertama saat ke Jambi khususnya ke Kerinci ia merasa kaget, karena perjalannya cukup jauh menggunakan mobil, lebih dari 20 jam.

"Dulu Jalan Jambi Sarolangun belum sebagus sekarang, dan dulu di jalan beberapa tempat masih sering ketemu suku kubu, namanya belum Suku Anak Dalam," ujarnya.

Sampai di Kerinci lebih kaget lagi, karena di Palembang ia banyak melihat bangunan-bangunan, begitu di kerinci hanya ada hutan dan Bukit.

Meski begitu ia merasa betah selama berada di Kerinci. Karena suasananya, geografisnya, alamnya dan juga masyarakatnya.

"Kemudian gadis-gadisnya cantik-cantik juga di sana putih-putih gitu kan cakep-cakep juga banyaklah yang kenanganan saya di Kabupaten Kerinci dahulu," ucapnya.

Kemudian pengalaman keduanya ke Jambi ke Tanjung Jabung ada hal yang menarik, karena masuk tahun 1992 bulan Februari saat banjir besar, ia sempat mengalami mobil mogok di Sengeti, dan airnya sebatas dengkul.

"Di Sengeti itu mobil saya mogok, sehingga saya tinggalin mobil di sana sampai seminggu, saya nyambung lagi naik mobil ke Tungkal itu," jelasnya.

Di Tanjung Jabung, Syarif Fasha menjadi salah satu konsultan dalam pembangunan jembatan masih dibangun dan saya ditugaskan sana salah satu konsultan yang mengawasi pembangunan jembatan.

Pada tahun 1999, dan sudah berdomisili di Jambi, dari konsultan Syarif Fasha sudah beralih ke Kontraktor.

Dan untuk meningkatkan kompetensinya, ia belajar manajemen dan berkuliah S1 manajemen di Jambi.

Selanjutnya ia mengembangkan usahanya sendiri di tahun 1999 saat reformasi ada dampak ekonomi saat itu Fasha menjadi salah satu yang terkena dampaa.

"Karena saya waktu itu coba-coba, ya jadi kepingin membesarkan usaha saya waktu itu ternyata saya salah satu terkena dampak, sehingga waktu itu saya betul-betul miskin boleh dikatakan begitu. Saya punya mobil tiga dijual semua, hutang saya banyak saat itu," jelasnya.

Hingga akhirnya ia kembali bangkit karena masih memiliki relasi-relasi di Tanjung Jabung yang memberikannya pekerjaan.

Tahun 2004 2005 ia sudah beranjak lumayan besar saat itu dan ia juga menjadi ketua Asosiasi di provinsi Jambi.

Ingin mengembangkan lagi kompetensinya dengan kuliah S2 ekonomi pembangunan di Jambi. Sehingga total ia sudah 4 kali kuliah, namun jurusannya tidak ada yang sama, terakhir ia berkuliah di IPDN pada 2014.

"Di IPDN banyak sekali di sana itu, ada Pak Ridwan Kamil sama-sama dengan saya Waktu mendaftar kuliah Tapi beliau enggak selesai, dan teman-teman Bupati termasuk Pak Haris juga Gubernur Jambi sama-sama saya, ada Walikota Bupati Jadi kami kuliahnya Sabtu Minggu di kampusnya nanti kalau tidak di Cilandak kami kuliah di Jatinangor selama hampirĀ  3 tahun tahun setengah," jelasnya.

Setelahnya, ia juga menceritakan awal mula terjun ke partai politik dan menjajal maju di Pilwako Jambi.

Pada tahun 2010 sudah sukses menjadi pengusaha dan kontraktor nasional, ia berfikiran agar dapat bermanfaat.

Karena ia sudah mapan secara ekonomi, maka ia berkeinginan terjun ke dunia politik.

"Jadi saya mapan dulu ekonomi baru saya terjun ke politik bukan terbalik ya," ungkapnya.

Masuk ke dunia politik, ia menimbang partai yang cocok untuk dirinya, ia juga meminta pendapat sang Istri untuk menentukan yang tepat.

"Istri mengasih gambaran partai politik a b c dan d, kita harus cari partai yang sistem, jangan partai figur. kemudian dari semua partai dievaluasi ada satu partai yang kami lihat itu adalah partai sistem, siapapun ketuanya siapapun sistemnya akan berjalan sampai ke akar rumput nah berlabulah saya di partai itu," jelasnya.

Berlabuh di partai tersebut ia belum menjadi pengurus Partai, tapi menjadi ketua organisasi sayap untuk anak-anak mudanya.

Menjabat sebagai ketua organisasi sayap partai, ia berbuat maksimal, setiap ada bencana musibah sosial ia selalu tampil. Sehingga organisasi yang ia pimpin lebih terkenal dibanding partainya.

"Dan saya lebih cepat datang dibanding Dinas Sosial," ucapnya.

"Jadi partai Saya sempat melambung juga, Karena saya terlalu banyak melakukan kegiatan sosial dan pembangunan-pembangunan," tambahnya.

Mengingat pada saat itu ia memiliki banyak peralatan, alat-alat berat jadi ia banyak membantu masyarakat yang memang pemerintah tidak sentuh, ia kirim alat untuk memperbaiki jalan.

Namun pada saat itu belum terlintas untuk dirinya menjadincalon Wali Kota.

Kemudian di tahun 2012 orang terdekatnya mendapatkan hasil survei yang menunjukan dirinya berada di urutan ketiga, dibawah incumbent dan wakilnya.

"Jadi hasil survei yang pertama kali saya baca di tahun 2012 awal, incumbent nomor satu, wakilnya nomor dua, saya nomor tiga nomor dengan jarak sangat tipis perbedaannya," ungkapnya.

Dengan hasil itu ia mengaku heran bisa setinggi itu karena saat itu ia belum punya niat untuk maju Walikota.

Setelah tiga bulan ia kembali melakukan survei, Namanya naik berada di urutan kedua. Incumbent turun posisi tiga dan wakilnya di urutan 1.

"Jadi saya menyatakan
maju itu 1 tahun sebelum pemilihan, yaitu di sekitar bulan Juni 2012, karena posisi survei saya tinggi dan kawan-kawan juga mendorong saya untuk maju jadi akhirnya saya katakan Baik saya akan maju menjadi Walikota Jambi, padahal saya tidak punya basic apapun saat itu nol," ungkapnya.

Setelah menyatakan maju akhirnya ia memperbanyak kegiatan-kegiatan sosial membantu masyarakat di bidang pembangunan-pembangunan jalan.

"Jadi saya punya peralatan saat itu lebih banyak, lebih besar dibandingkan Dinas PU Kota," ucapnya.

Kembali melakukan survei pada Desember 2012, posisi Fasha akhirnya berada di urutan 1, terpaut tipis dengan nomor dua dan tiga, wakil dan incumbent.

Hingga 2013 niat maju Walikota , ia belum memiliki wakil, akhirnya, ia mendapat wakil itu di bulan 2 atau 3 sebelum pencoblosan.

Melihat ada sosok figur ulama, ustadz, saat itu masih pegawai di pemkot juga dan salah satu kader partai.

"Calon wakil saya saat itu sempat menolak, karena tidak PD karena dia tidak ada yang bisa dia tonjolkan, tapi saya meyakinkan dia, yang penting punya kemauan saja Segala sesuatu akan kita siapkan semua waktu itu," ujarnya.

Akhirnya sepakat, berjalan bersama-sama mendaftar didukung oleh partai masing-masing, dengan kekuatan hanya 20 persen Syarif Fasha Abdullah Sani.

Melawan incumbent yang berpasangan dengan mantan anak Bupati, Bambang Priyanto dan Yeri Muthalib.

Kemudian wakilnya, Sum Indra berpasangan dengan dr Maulana, serta satu lagi Ketua DPRD Provinsi Jambi Effendi Hatta berpasangan dengan Asnawi AB.

"Waktu itu saya hanya kalangan warga biasa yang belum dikenal, bahkan istri saya tidak pernah merestui saya, dia tidak memberikan komen apa-apa, tapi saya tahu pasti istri saya tidak setuju, tidak mendukung, Tapi nekat jalan saja," jelasnya.

Tiba saat pemilihan, ia sampai penghitungan sore hari ia sempat masih kalah tipis, tapi begitu malam masuk suara dari dua Kecamatan full, ia bersama Abdullah Sani akhirnya menang.

"Saya tidak terbayangkan menjadi pemenang, doa saya waktu itu hanya jadi calon walikota," ujarnya.

Karena ia berpikir kalau menang itu adalah kehendak tuhan, tetapi untuk jadi calon walikota itu betul-betul ia menjadi yang terbaik dari sekian ratus ribu warga Kota Jambi.

"Karena untuk jadi calon tuh sulit, banyak proses, tahapan lagi, dukungan partai, butuh Waktu, tenaga, materi untuk kita bisa dicalonkan dan diterima KPU," ucapnya.

"Tapi masalah jadi itu urusan yang diatas, nah jadi begitu saya diumumkan menang saya bingung mau ngapain apa yang mau kubuat ini," tambahnya.

Hingga ia akhirnya belajar dan terus belajar, memiliki mentor yang baik seperti Zoerman Manaf ia berhasil membangun Jambi dan terpilih kembali menjadi Wali Kota Jambi pada 2018.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved