Editorial
Jangan Kangkangi Aturan Demi Menjadi Calon Legislatif, Potret Kasus Sekda Sarolangun
Ada yang berseloroh, Pemilu Legislatif bukan sekadar pesta demokrasi tapi juga menjadi ajang bagi para "pencari kerja"
Ada yang berseloroh, Pemilu Legislatif bukan sekadar pesta demokrasi tapi juga menjadi ajang bagi para "pencari kerja". Seloroh yang bisa jadi dimaksudkan sebagai satire terhadap kualitas para bakal calon legislatif atau bacaleg.
Kualitas bacaleg memang penting. Bahwa siapa saja selama memenuhi syarat berhak untuk menjadi bacaleg adalah satu hal lain lagi.
Dalam bingkai itulah, nama Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sarolangun Endang Abdul Naser tiba-tiba jadi sorotan.
Ia, yang notabene seorang sekda -jabatan tertinggi seorang ASN- justru mengangkangi aturan. Nama Endang Abdul Naser masuk dalam daftar calon sementara (DCS).
Ia tercatat sebagai bacaleg dari Partai Nasdem untuk DPRD Provinsi Jambi. Padahal ia masih menjadi seorang ASN, sekda pula.
Kepala Kantor Regional VII BKN Palembang, Margi Prayitno menegaskan bahwa apa yang dilakukan Endang menyalahi aturan.
Bahkan ia lugas mengatakan, Endang harus diberhentikan tidak dengan hormat.
Memang, Endang akan memasuki pensiun pada 1 November 2023. Artinya ketika daftar calon tetap (DCT) ia sudah pensiun.
Tapi, jangan lupa ia masih seorang ASN. Bagaimana pula ASN jadi bacaleg yang notabene anggota partai politik. Belum lagi menurut KPU, di berkas pendaftaran bacaleg, Endang menulis pekerjaannya sebagai seorang wiraswasta.
Dalam dunia politik, sebagaimana dunia lainnya, tentu ada etika. Ada istilah etika politik. Frasa yang bisa diartikan praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan berlandaskan kepada etika atau moral.
Baca juga: Soal Sekda Sarolangun Endang Abdul Naser, DPW NasDem Jambi: Kita Sesuai Mekanisme Saja
Baca juga: November Baru Pensiun, Sekda Sarolangun Ternyata Jadi Kader Partai NasDem Sejak Mei 2023
Baca juga: Bawaslu Provinsi Jambi Telusuri Pelanggaran yang Dilakukan Sekda Sarolangun Endang Abdul Naser
Maka, orang awam sekalipun akan paham, bagaimana mungkin seorang PNS atau ASN dengan jabatan tertinggi malah terjun ke dunia politik. Bukankah ASN seharusnya netral, tidak terlibat politik praktis.
Pencermatan DCS sedang dilakukan masyarakat, termasuk dalam kasus ini.
Maka tidak bisa tidak, fakta seterang benderang ini tak boleh diabaikan oleh KPU, Bawaslu apalagi oleh Pemkab Sarolangun yang kini dipimpin oleh Penjabat Bupati.
Di sisi lain, parpol pun dalam hal ini Partai Nasdem harus peka. Mereka harus mengembalikan ke aturan yang berlaku.
Mengganti caleg masih sangat mungkin dilakukan dari pada tutup mata dan membiasakan atau membiarkan yang salah. Semoga kasus ini berjalan pada koridor yang benar. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.