Kisah Pengemudi Jalanan Baik Hati, Bantu Ambulans Jenazah Jambi-Sarolangun Meluncur Tanpa Lampu

Perjuangan pemulangan jenazah menggunakan ambulans dari Kota Jambi menuju Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, sangat berat.

Penulis: Abdullah Usman | Editor: Duanto AS
TRIBUN JAMBI/ISTIMEWA
Guntur Siahan, pasien yang meninggal dunia (kiri atas), saat berfoto bersama keluarga semasa hidup. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Beruntung, sepanjang perjalanan malam itu, para pengguna jalan merespons ambulans pengangkut jenazah yang meluncur tanpa lampu penerangan itu.

Mobil-mobil yang di jalur Batanghari-Mandiangin, Sarolangun, membantu mengiringi mobil pengangkut jenazah hingga tiba di lokasi.

Pil pahit yang ditelan Wiwik pascameninggalnya sang mertua, masih berlanjut.

Perjuangan pemulangan jenazah dari Kota Jambi menuju Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, juga sangat berat.

Mertua Wiwik meninggal dunia pada Senin (31/8), setelah diminta pulang dari RSUD Raden Mattaher Jambi.

Pihak rumah sakit beralasan ruangan penuh dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) habis masanya, sementara Wiwik dari keluarga tidak mampu.

Hari itu juga, jenazah keluarga Wiwik langsung membawa jenazah mertua ke kampung halaman untuk pemakaman.

Ternyata, ambulans yang digunakan ke Mandiangin yang berjarak ratusan kilometer, kondisinya tidak cukup layak dan aman. Ambulans itu tanpa lampu penerangan.

"Setelah bapak dinyatakan meninggal pada Senin pukul 14.15 WIB, akhirnya pihak keluarga sepakat membawa almarhum ke Sarolangun. Berangkat dari Jambi pukul 17.00 WIB, setibanya di kawasan Batanghari sudah malam dan kondisi jalan mulai macet, di situlah kami baru sadar jika ambulans yang digunakan tidak ada lampunya," ungkapnya.

Ambulans yang digunakan keluarga Wiwik bukan milik RSUD, melainkan milik lembaga swasta yang menyediakan layanan gratis.

Keluarga Wiwik menggunakan jasa ambulans gratis, karena jika harus menggunakan fasilitas RSUD, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Ditambah lagi, almarhum dari kalangan keluarga biasa-biasa saja.

"Beruntung, sepanjang perjalanan malam itu pengguna jalan merespons baik dan membantu mengiringi, memberi penerangan jalan untuk ambulans kami," tuturnya.

"Alhamdulillah, selama dalam perjalanan banyak yang simpati dengan kondisi ambulans kami, yang seharusnya bisa cepat, ini harus merayap," sambungnya.

Terlepas dari itu semua, pihak keluarga berharap ada perbaikan lagi di sistem RSUD Raden Mattaher Jambi, sehingga pelayanan bagi masyarakat kurang mampu lebih layak dan lebih manusiawi.

"Ibaratnya, dana dari daerah turunnya ke situ. Orang susah, mau masuk ke situ dipersulit, bagaimana ke depannya kan," tandasnya.

Wiwik merupakan menantu dari pasien yang meninggal dunia pascadiminta pulang oleh pihak RSUD Raden Mattaher Jambi.

Dia bercerita, sebelum mendapatkan perawatan di RSUD Raden Mattaher, mertuanya terlebih dahulu menjalani perawatan di RSUD Muara Bulian.

Rumah sakit itu dipilih, lantaran mengingat mertua merupakan warga Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, yang secara geografis dan jarak tempuh lebih dekat ke RSUD Batanghari dibandingkan harus Ke RSUD Sarolangun.

"Almarhum sempat dirawat di RSUD Batanghari, namun karena keterbatasan alat, akhirnya dirujuk ke RSUD Jambi. Dan sempat mendapat perawatan selama 10 hari termasuk operasi," jelas Wiwik.

Setelah perawatan 10 hari, pasien diperbolehkan pulang pada Rabu (26/7).

Setelah beberapa hari di rumah, kondisi pasien tidak terlihat membaik, bahkan malah susah makan dan menelan.

Akhirnya pada Minggu malam, pasien dibawa lagi ke RSUD RM Jambi.

Sekira pukul 00.00 WIB tiba di rumah sakit, dan sempat mendapatkan penanganan di IGD sekira 2 jam.

Wiwik mengatakan, kemudian petugas menyuruh pasien pulang dengan alasan ruang penuh.

"Saat itu, pasien tidak bisa menggunakan SKTM yang ada. Karena menurut pihak RSUD sudah tidak berlaku lagi, dan terpaksa harus menggunakan jalur umum," jelasnya.

Pihak RSUD juga mengatakan kondisi pasien sudah membaik dan dipersilakan pulang, hingga pada Rabu (2/8) dijadwalkan untuk berobat lanjutan di RSUD.

Pihak RSUD juga meminta pasien untuk mengurus surat SKTM yang baru untuk persiapan biaya pengobatan selanjutnya.

"Dengan keadaan pasien yang seperti itu, malah disuruh pulang dan disuruh datang di hari Rabu mendatang. Belum hari Rabu, pasien sudah meninggal," tuturnya.

"Hanya hitungan 12 jam, sepulang dari RSUD malam itu, pasien (mertua) mengembuskan napas terakhirnya," sambungnya.

Pihaknya juga menyayangkan pernyataan pihak RSUD yang menyebut mertuanya dalam kondisi membaik malam itu.

Wiwik mengatakan secara kasat mata, pasien sudah terlihat lemas dan tidak bisa makan.

"Namun tetap disuruh pulang, bukan dirawat," tuturnya.

Namun lantaran pertimbangan tidak ada biaya jaminan perawatan, akhirnya malam itu pasien terpaksa dibawa pulang kembali ke Palmerah, Kota Jambi, tempat tinggal satu di antara anaknya.

Pihak keluarga pasien mengungkapkan ikhlas atas kepergian mertua.

Namun, terkait pelayanan rumah sakit, keluarga Wiwik merasakan kesedihan.

"Seandainya almarhum meninggal dalam perawatan di RSUD, saya benar benar ikhlas. Namun malah disuruh pulang, dengan alasan IGD dibilang penuh. Setidaknya adalah solusi lain yang ditawarkan atau diarahkan ke RS ke mana atau solusi lain selain pulang," bebernya.

"Kita pihak keluarga tidak ada menuntut apa-apa ke RSUD. Hanya saja, kita meminta manajemen di IGD RSUD ini diperbaiki lagi, sehingga ke depan hal seperti ini tidak kembali terulang dan ada perbaikan terutama petugas jaga," bebernya.

"Cukup satu nyawa yang melayang gara gara kelalaian petugas. Kita tidak menuntut macam macam perbaiki lagi manajemennya," tandasnya. (abdullah usman)

Baca juga: Terungkap Penyebab Pasien Meninggal Sepulang dari RSUD Raden Mattaher, Gubernur Al Haris Cek

Baca juga: Detik-detik Tragedi Danau Sipin, Pengemudi Ketek Tewas saat Bersihkan Baling-baling yang Tersangkut

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved