Berita Unik

Mengenal Lebih Dekat Suku Toraja, Miliki Ritual Pemakaman dengan Biaya yang Mahal

Mayat tersebut tetap tinggal di dalam rumah sampai keluarga siap untuk merelakan anggota keluarga yang telah meninggal untuk dimakamkan.

Penulis: M Fadli | Editor: M Fadli
Facebook Joe Hattab
Mengenal Lebih Dekat Suku Toraja, Miliki Ritual Pemakaman dengan Biaya yang Mahal 

TRIBUNJAMBI.COM - Suku Toraja, sebuah suku bangsa yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia, memiliki tradisi pemakaman yang sangat unik dan menarik.

Dengan populasi sekitar 1 juta jiwa, sekitar setengah juta di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa (disebut juga suku Mamasa di Mamasa).

Mayoritas suku Toraja menganut Kekristenan, namun sebagian masih memegang agama asli mereka yang disebut Aluk To Dolo, dan ada juga yang mengikuti agama Islam.

Menariknya, pemerintah Indonesia mengakui Aluk To Dolo sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.

Dalam tayangan di Facebook oleh Joe Hattab, seorang vlogger yang tertarik dengan budaya suku Toraja, ia mencoba mengenal lebih dekat dengan tradisi pemakaman suku Toraja.

Salah satu hal yang menarik perhatiannya adalah proses pemakaman yang dilakukan oleh suku tersebut.

"Mereka menganggap bahwa yang meninggal tidak pernah meninggal, tetapi hanya sakit," ungkap vlogger tersebut.

Dalam video tersebut, terlihat bahwa jenazah dapat tetap berada di rumah selama 10 tahun sebelum akhirnya dikuburkan.

"Mereka tidak menganggapnya mati, hanya sakit," tambahnya.

Dalam tradisi suku Toraja, setiap rumah menyimpan mayat.

Orang yang telah meninggal diberi pakaian dan diberi makanan serta minuman.

"Terkadang keluarga datang untuk memberikan makanan dan minuman kepada mayat," ujar vlogger tersebut.

Mayat tersebut tetap tinggal di dalam rumah sampai keluarga siap untuk merelakan anggota keluarga yang telah meninggal untuk dimakamkan.

Ritual pemakaman yang disebut Rambu Solo' merupakan salah satu ritual paling penting dan berbiaya mahal dalam masyarakat Toraja.

Semakin kaya dan berkuasa seseorang, semakin mahal biaya upacara pemakamannya.

Dalam agama Aluk To Dolo, hanya keluarga bangsawan yang berhak mengadakan upacara pemakaman yang besar.

Baca juga: Kartu Prakerja Gelombang 55 Segera Dibuka, Begini Cara Buat Akun dan Daftar di Prakerja.go.id

Baca juga: DONE DEAL! Tinggalkan Real Madrid, Karim Benzema ke Al-Ittihad

Baca juga: Arti Mimpi Nangkap Ikan, Akan Dapat Keuntungan Berlipat Ganda

Upacara pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Tempat pemakaman yang disebut "rante" biasanya dipersiapkan di padang rumput yang luas.

Tempat ini bukan hanya sebagai tempat pelayat, tetapi juga sebagai tempat lumbung padi dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan.

Musik suling, nyanyian, lagu, puisi, tangisan, dan ratapan merupakan ekspresi dukacita yang dilakukan oleh suku Toraja.

Namun, semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.

Terkadang upacara pemakaman baru dilaksanakan setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan.

Hal ini dilakukan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman.

Suku Toraja meyakini bahwa kematian bukanlah sesuatu yang tiba-tiba, melainkan sebuah proses bertahap menuju Puya (dunia arwah atau akhirat).

Selama masa penantian tersebut, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan.

Arwah orang yang telah meninggal dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, dan setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.

Bagian lain dari upacara pemakaman adalah penyembelihan kerbau (Mantunu).

Semakin berkuasa seseorang, semakin banyak kerbau yang disembelih.

Penyembelihan ini dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, diletakkan di padang sebagai tungguan bagi pemiliknya yang sedang "tidur".

Suku Toraja meyakini bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanan ke Puya dan akan tiba lebih cepat jika ada banyak kerbau yang disediakan.

Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diiringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang memancar dengan menggunakan bambu panjang.

Sebagian daging hewan tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat sebagai utang yang akan dikembalikan pada keluarga almarhum.

Terdapat tiga cara pemakaman yang umum dilakukan oleh suku Toraja. Pertama, peti mati dapat disimpan di dalam gua.

Kedua, peti mati dapat diletakkan di makam batu yang diukir.

Dan ketiga, peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing.

Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat peti jatuh.

Dapatkan Berita Terupdate Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Manchester United Ingin Jual 8 Pemain Musim Panas Ini, Siapa Saja?

Baca juga: Beredar Chat Kepala Diskominfo Kota Jambi Provokasi Agar Siswi SMP Jambi Dilaporkan

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved