Perjalanan Praktek Aborsi Dokter Gigi di Bali, 2 Kali Divonis Kasus yang Sama

Dokter gigi di Bali, I Ketut Arik Wiantara buka praktik aborsi ilegal. Tercatat sudah 1.338 perempuan yang sudah melakukan aborsi di praktik dokter gi

Editor: Suci Rahayu PK
Ade Sulaiman
Ilustrasi aborsi 

TRIBUNJAMBI.COM - Dokter gigi di Bali, I Ketut Arik Wiantara buka praktik aborsi ilegal. Tercatat sudah 1.338 perempuan yang sudah melakukan aborsi di praktik dokter gigi tersebut.

Namun dokter gigi I Ketut Arik Wiantara ternyata bekas narapidana.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan, dokter gigi yang menjadi tersangka mengaku menjalankan praktik aborsi karena kasihan ke pasien.

Mengingat para pasien baru berusia SMA dan mahasiswa.

Pasien datang ke tempat praktiknya berasal dari mulut ke mulut.

"Mulut ke mulut pasien ini datang dan minta tolong," kata Ranefli, Senin (15/5/2023) seperti dikutip dari Kompas.TV.

Ranefli mengaku, pelaku merasa kasihan terhadap anak-anak hamil.

"Kasihan anak-anak itu masa depannya seperti apa, niatnya menolong tapi menolong yang salah," kata dia.

Menurut Ranefli, dokter Ketut tersangkut tindak pidana karena perbuatan aborsi ilegal sudah yang ketiga kalinya.

Baca juga: Jokowi Pesan Baju Kemeja Karya SMKN 4 Kota Jambi, Fadli Sudria: Mudah-mudahan Jadi Motivasi Sekolah

Baca juga: Stok Blangko e-KTP Sisa 3.500, Dukcapil Batanghari Prioritaskan untuk Pemilih Pemula

Pertama, tersangka dokter Ketut Arik dipenjara selama 2,5 tahun berdasarkan vonis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar pada 2006.

Pada perbuatan kedua, tersangka ditangkap pada 2009 dan dipenjara selama enam tahun. Setelah bebas dari hukuman tersebut, tersangka mengakui melakukan kembali praktik aborsi ilegal pada 2020.

Ranefli membeberkan, tarif untuk setiap pasien melakukan aborsi rata-rata senilai Rp3,8 juta. Adapun praktik aborsi ilegal tersebut dilakukan tersangka di kediamannya di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.

"Rata-rata belum berupa janin, masih berupa orok. Karena maksimal 2-3 Minggu yang datang ke praktik tersebut. Jadi, itu masih berupa gumpalan darah, setelah diambil langsung (dibuang) di kloset," kata mantan Kapolres Tabanan tersebut.

Dari pemeriksaan penyidik, kata Ranefli yang bersangkutan beralasan melakukan aborsi karena mendapat permintaan dari pasien.

Sebelum melakukan tindakan aborsi, tersangka terlebih dahulu memeriksa kesehatan dari setiap pasien agar tidak terjadi kematian kepada pasien.

Sebab, menurut pengakuan tersangka, ada pasien yang meninggal dunia pada waktu dilakukan aborsi. Karena kematian pasien itulah, tersangka ditangkap pada 2009.

"Sebelum operasi sudah melakukan konsultasi periksa kesehatan, termasuk dicek orok atau janinnya itu. Konsultasi, datang, melihat kondisi pasiennya," ujarnya.

"Kalau sudah besar (kandungan) tidak berani katanya. Karena pengalamannya yang kedua ditangkap, ada pasien yang meninggal sehingga dia berhati-hati."

Menurut keterangan Ranefli, tindakan aborsi tersebut dilakukan tersangka dalam waktu lima menit setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pasien.

Baca juga: Perbaikan Jalan Rusak di Jambi Diambil Pusat, Samsul Riduan: Solusi untuk Batubara Jangan Lupa

Adapun kasus ini terbongkar setelah Satuan Reserse Kriminal Polda Bali mendapatkan informasi awal dari adanya iklan di salah satu website terkait adanya praktik aborsi oleh dokter inisial A yang berlokasi di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Badung.

Setelah dilakukan pengintaian, akhirnya pada Senin 8 Mei 2023 pukul 21.30 Wita, penyelidik menggrebek lokasi tersebut dan mendapati dokter A ini baru saja melaksanakan praktik aborsi.

"Dalam kegiatannya yang bersangkutan dibantu oleh pembantunya yang bertugas sebagai pembersih," kata Ranefli.

Saat ini, tersangka Ketut ditahan di rumah tahanan Polda Bali dengan ancaman hukuman berlapis karena melanggar Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1), Pasal 78 Juncto 73 ayat (2) tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

 


Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Tak Cemburu Lagi, Prilly Latuconsina Setuju Luna Maya Pacaran dengan Maxime Bouttier: Cocok Banget

Baca juga: Bachyuni Dampingi Jokowi Tinjau Jalan Rusak di Sungai Gelam 

Baca juga: Stok Blangko e-KTP Sisa 3.500, Dukcapil Batanghari Prioritaskan untuk Pemilih Pemula

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved