Pemilu 2024

Pengamat Sebut Partai Golkar Cemas, Gara-gara Minta Agar Pemenang Pemilu Tak Terapkan Sapu Bersih?

Pengamat Politik Indonesia, Bawono Kumoro menanggapi pernyataan ketua umum Partai Golkar saat bertemu dengan ketua umum Partai Demokrat, AHY

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kompas.com
Pengamat Politik Indonesia, Bawono Kumoro menanggapi pernyataan ketua umum Partai Golkar saat bertemu dengan ketua umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). 

TRIBUNJAMBI.COM - Pengamat Politik Indonesia, Bawono Kumoro menanggapi pernyataan ketua umum Partai Golkar saat bertemu dengan ketua umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Usai pertemuan tersebut, Airlangga menyampaikan pernyataan yang berharap supaya kelompok yang menjadi pemenang dalam Pemilu 2024 mendatang.

Dia berharap agar tidak menerapkan sapu bersih atau "winner takes it all".

Pernyataan tersebut dinilai Baworo Kumoro sebagai bentuk kecemasan.

Penyebabnya adalah sejak berdiri Partai Golkar selalu berada di lingkaran kekuasaan dan tidak pernah berada pada posisi sebagai oposisi. 

"Sehingga muncul rasa kecemasan tidak lagi berada dalam lingkaran pemegang kekuasaan pasca Pemilu 2024 mendatang," kata peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/5/2023). 

Menurut Bawono, selama ini karakter Partai Golkar bukanlah partai politik yang siap menjadi oposisi. 

Maka dari itu menurut dia pernyataan Airlangga itu menjadi sebuah penegasan Golkar berupaya ingin tetap dirangkul di dalam pemerintahan mendatang. 

Baca juga: PPP Dukung Ganjar Pranowo di Pilpres 2024, KIB Dipastikan Tak Bubar, Golkar dan PAN Menghormati

Baca juga: Kapolda Papua Sebuat Ada Pejabat Lindungi KKB Papua Pimpinan Egianus Kogoya

"Bukan karakter partai ini berada di luar kekuasaan," ujar Bawono. 

Di sisi lain, Bawono menilai Partai Golkar saat ini juga menghadapi permasalahan karena tidak mempunyai figur atau tokoh dari internal dengan elektabilitas yang baik. 

Padahal, kata Bawono, Golkar adalah partai politik besar dan mapan dengan struktur yang kuat hingga tingkat lapisan masyarakat terbawah. 

Menurut Bawono, elektabilitas Airlangga pun sampai saat ini tak kunjung terdongkrak di antara para tokoh politik lain untuk bisa bersaing dalam bursa bakal calon presiden atau bakal calon wakil presiden menjelang pemilu dan pemilihan Presiden pada 2024 mendatang.

 "Meskipun merupakan partai ketiga terbesar berdasarkan hasil Pemilu 2019, tetapi Partai Golkar harus lebih realistis melihat tingkat elektabilitas Airlangga Hartarto saat ini tidak cukup bersaing dibandingkan nama-nama lain di jajaran bakal cawapres," ucap Bawono. 

"Inilah problem pelik dihadapi oleh Partai Golkar saat ini. Partai besar tetapi tidak memiliki figur dengan elektabilitas baik," sambung Bawono. 

Sebelumnya diberitakan, pernyataan itu disampaikan Airlangga usai bertemu dengan petinggi Partai Demokrat di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (29/4/2023) pekan lalu. 

Baca juga: Penyebab Muscab DPD Partai Demokrat Papua Selatan Batal Lantaran Ada Penolakan?

"Partai Golkar dan Partai Demokrat sepakat bahwa pemilu itu bukan 'the winner takes it all'. Artinya, kita ini kan Indonesia raya, kita bukan seperti Amerika, demokrasi yang kebarat-baratan itu demokrasi yang the winner takes it all," kata Airlangga. 

Airlangga mengibaratkan membangun Indonesia seperti tim nasional sebuah cabang olahraga yang membela nama Indonesia. 

Ia mengatakan, pemain-pemain yang masuk tim nasional pun biasanya tidak hanya berasal dari tim yang menjuarai kejuaraan di dalam negeri. 

Dalam konteks politik, Airlangga menilai sistem tersebut bakal menciptakan pelaksanaan pemilu yang membahagiakan, bukan yang memecah belah bangsa. 

"Perbedaan kita hanya pada tanggal 14 Februari pada saat masyarakat memilih, mencoblos, sesudah itu kita kembali bersama-sama," kata Airlangga. 

Lebih lanjut, Airlangga mengingatkan bahwa Indonesia akan menghadapi persimpangan, antara sukses menjadi negara maju atau tetap berada pada middle income trap. 

Menurut dia, persimpangan jalan itu hanya bisa dilalui bila partai-partai politik saling bekerja sama dalam menyusun rencana pembangunan maupun instrumen hukum yang dapat meningkatkan ekonomi Indonesia.

"Kita butuh seluruh instrumen dari hukum kepada DP yang nanti juga duduk itu minimal 70 persen. Oleh karena itu, saya menawarkan Partai Golkar, kita ini dari sekarang supaya nanti kita tidak 'kagetan'," ujar Airlangga.

Dalam kesempatan yang sama, Airlangga juga mendorong partai-partai politik untuk menyelesaikan Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) sebelum pendaftaran calon presiden dan wakil presiden mendatang.

"Maka calon presiden nanti sudah punya referensi apa yang harus dikerjakan, karena kita semua ini tergantung calon presiden bikin programnya apa, tapi lapangannya dan regulasinya harus kita buat," kata Airlangga.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Sejumlah Wilayah Kota Jambi Rawan Banjir, Dewan Sebut Kapasitas Drainase Tak Memadai

Baca juga: 2.600 Lebih Honorer Kabupaten Tanjabtim Habis Masa Kontrak November 2023

Baca juga: Ruas Jalan Geragai-Mendahara akan Dibangun Pemerintah Pusat

Artikel ini diolah dari Kompas.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved